Pendahuluan
Bidang gastroenterology merupakan salah satu bidang
subspesialis di Bagian Ilmu Penyakit Dalam, yang dalam perkembangannya banyak
ditunjang oleh perkembangan teknologi intervensional kedokteran. Dimulai oleh Bozzini pada tahun 1795, dengan
menggunakan endoskop berupa pipa logam yang diberi penyinaran lilin untuk
memeriksa rectum, dan dilanjutkan oleh Kussmaul
pada tahun 1808, yang memelopori penggunaan gastroskop kaku yang terbuat dari
logam yang dilengkapi lampu dan kaca pemantul cahaya. Dengan berkembangnya
teknologi, secara bertahap gastroskop berubah dari kaku menjadi semi lentur
(tahun 1932) dan lentur (tahun 1958), sehingga toleransi pasien pada
pemeriksaan ini dan jangkauan penilaian diagnostik lebih baik. Semakin
lenturnya endoskop dimungkinkan oleh berkembangnya teknik serat optic. Pada
tahun 1984 mulai berkembang teknologi mikroelektronik yang dapat menghasilkan
gambar video dan dapat ditayangkan melalui monitor televisi sehingga dapat
didokumentasi secara akurat. Peran pemeriksaan endoskopi juga berkembang dari
sekedar penunjang diagnostik menjadi sarana terapeutik yang handal.
Endoskop
semilentur pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1976 berupa
gastroskop semilentur oleh Simadibrata
di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sedangkan kolonoskop lentur pada tahun 1973
oleh Hilmy juga di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sejak itu secara bertahap dipakai alat endoskopi sesuai
dengan perkembangan yang ada.
Gastroenterologi Intervensional
Perkembangan teknik endoskopi membuka kesempatan
untuk mengeksplorasi keadaan fisiologis gastrointestinal maupun keadaan
patologisnya, dimana sebelum era ini tidak jarang memerlukan suatu tindakan
intervensi surgikal.
Secara
kronologis sesuai organ gastrointestinal, akan dikemukakan secara ringkas
gambaran perkembangan di bidang gastroenterologi intervensional.
Esofagus
Kelainan
esofagus berupa esofagitis refluks, esofagus Barrets, varises esofagus dan tumor dapat dengan mudah dideteksi
dengan menggunakan esofagogastroduodenoskop lentur disertai toleransi pasien
yang baik. Tersedianya kanul injektor yang dapat dimasukkan lewat endoskop
memungkinkan untuk dilakukan penyuntikan zat sklerosan (skleroterapi) pada
varises esofagus. Dan dengan menambah alat ligator pada ujung skop, kita dapat
melakukan ligasi pada varises esofagus yang merupakan salah satu alternatif
pengobatan pada perdarahan dari varises esofagus. Polip jinak pada esofagus
dapat dengan mudah diangkat dengan teknik polipektomi perendoskopik. Tumor
esofagus merupakan contoh yang menarik untuk mengikuti perkembangan teknologi
endoskopi. Mulai dari diagnosis endoskopik dan histologik, dilanjutkan dengan
pentahapan dengan menggunakan endoskop yang dilengkapi alat ultrasonografi di
ujungnya (endosonografi), bila kanker masih tahap dini (mukosa) dapat dilakukan
reseksi tumor per endoskopik dengan cara stripping.
Dan bila masa tumor obstruksi total, dapat dilakukan pemasangan endoprostetes
perendoskopik pada daerah penyempitan tersebut. Striktur dan akalasia saat ini
dapat diatasi dengan alat dilatator baik dilator savary yang terbuat dari polietilen ataupun dilatator balon.
Gaster dan Duodenum
Sebagian besar kelainan organ ini berasal dari
mukosa, sehingga endoskopi merupakan standar baku dalam hal diagnosis ditambah
lagi akurasi penilaian biopsi. Di beberapa Negara yang mempunyai kekerapan
tinggi keganasan gaster, pemeriksaan endoskopi merupakan prosedur pemeriksaan
skrining berkala pada populasi yang luas. Endoskopi dapat merupakan pemeriksaan
awal yang akurat untuk kasus dyspepsia yang menduduki peringkat teratas dari
kasus dalam bidang gastroenterologi.
Perkembangan
teknik endoskopi hemostatik, baik injeksi obat, elektrokoagulasi maupun laser
memungkinkan penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas lebih adekuat.
Polipektomi merupakan hal yang sudah rutin dilakukan. Pada kasus dengan
gangguan asupan nutrisi oral karena paralisis otot menelan atau keganasan
dimana masih memungkinkan dilakukan endoskopi, dapat dilakukan gastrostomi per
endoskopik atau meletakkan kanul naso-duodenal dengan bimbingan endoskopi
sehingga dapat mempertahankan asupan nutrisi enteral yang adekuat. Peran lain
adalah pengangkatan benda asing dari saluran cerna bagian atas (SCBA), evaluasi
pasca operasi SCBA, dan memungkinkan teknik kromografi (pewarnaan mukosa) untuk
mendeteksi keganasan dini.
Saluran Bilier dan Pankreas
Pemeriksaan
endoskopi dengan alat duodenoskop memungkinkan kita melihat dengan baik muara papilla Vateri. Dengan teknik kanulasi
melalui muara tersebut, dapat dimasukkan zat kontras sehingga memungkinkan
visualisasi saluran bilier dan pankreas lewat layar monitor fluoroskopi.
Pemeriksaan Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreatography (ERCP) ini dapat mendeteksi mulai dari batu,
tumor, stenosis di sistim bilier, kelainan saluran pankreas akibat pankreatitis
atau keganasan. Dengan menggunakan alat papillotomi yang dihubungkan dengan
unit elektrosurgikal dapat dilakukan sfingterotomi (pemotongan sfingter papilla Vateri) sehingga muaranya
menjadi lebar yang memungkinkan kita melakukan ekstraksi batu bilier, drainase
cairan empedu baik karena pelebaran muara papilla
Vateri tersebut ataupun dengan cara pemasangan pipa naso-bilier ataupun
pemasangan stent. Adanya stents (plastic bilioduodenal endoprosthese) yang dibuat oleh Soehendra memungkinkan drainase bilier
dalam jangka waktu yang lama pada kasus tumor, batu ataupun striktur bilier.
Teknik diagnosis dan terapi tersebut merupakan tindakan yang rutin dikerjakan
untuk mengatasi ikterus obstruksi baik karena batu ataupun keganasan.
Perkembangan teknologi kedokteran selain meningkatkan kelenturan alat
endoskopi, juga memungkinkan pembuatan alat dengan dilihat langsung dengan
menggunakan alat kolangioskop yang dimasukkan lewat duodenoskop. Ditambah lagi
dengan diaplikasikannya teknologi sinar laser untuk memecahkan batu bilier per
kolangioskop, meningkatkan peran endoskopi dalam penanganan batu bilier.
Kolon dan Ileum Terminal
Sejak
diperkenalkan kolonoskopi dan ileuskopi pada tahun 1970, pemeriksaan ini
berkembang menjadi pemeriksaan diagnostik awal untuk kelainan kolon. Didukung
sarana alat polipektomi dan hemostatik serta laser, pemeriksaan ini berkembang
menjadi sarana terapeutik yang optimal untuk pengangkatan polip kolon, destruksi
massa tumor ataupun perdarahan yang terlokalisir.
Usus Kecil
Telah dikembangkan (terutama di Jepang) teknik
pemeriksaan endoskopi usus halus (enteroskopi). Teknik ini masih sulit dan
hanya dapat dikerjakan di beberapa pusat pendidikan/penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Classen
C, Fruhmorgen P. Endoskopy of The GI Tract. In: Buschenfelde KHM (ed).
Perspectives in Gastroenterology. Current Facts and Future Trends. Munich:
Urban & Schwarzenberg, 1995:9-16.
Demling
L. Gastroenterology 2000. In: Buschenfelde KHM (ed). Perspectives in
Gastroenterology. Current Facts and Future Trends. Munich: Urban &
Schwarzenberg, 1995:3-8.
Tytgat
GNJ. Upper Gastrointestinal endoscopy. In: Yamada T (ed). Texbook of
Gastroenterology. Philadelphia: JB Lippincott, 1995:2544-2570.
No comments:
Post a Comment