BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai teori atau konsep, civil
society sebenarnya sudah lama dikenal sejak masa Aristoteles pada zaman Yunani
Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad pertengahan, masa pencerahan dan
masa modern. Dengan istilah yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi
pengertian yang berubah dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern, istilah
tersebut dibahas oleh para filsuf dan tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti
Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel, Tocquiville, Gramsci,
Hebermas.Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas oleh Arief Budiman,
M.Amien Rais, Fransz, Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS. Hikam, Mansour Fakih.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar
merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu
adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan individu,
masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai
kemanusiaan.
Peradaban adalah istilah Indonesia
sebagai terjemahan dari civilization. Asal katanya adalah a-dlb yang artinya
adalah kehalusan, pembawaan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun,
tata-susila, kemanusiaan atau kesasteraan. Ungkapan lisan dan tulisan tentang
masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya
proses reformasi di Indonesia .
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti
Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang statusnya
menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani
tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang
dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk
mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.
B. Rumusan Masalah
Masyarakat madani merupakan konsep
yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna
yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa
Inggris , ia berasal
dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari
masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which
takes place outside of government and the market.”
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini didedikasikan sebagai
upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang berjangka pendek maupun
yang berjangka panjang. lain adalah dengan menyiapkan sumber daya manusia yang
berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar
Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia
oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani
merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
masyarakat. Cicero
adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam
filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara
(state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque,
JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan
masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut
dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil
society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan
pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan
ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga
civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan
Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk
Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat
yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral
transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak
arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris , ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari
masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which
takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller
(1997).
B. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya
dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba ’ ada
tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.
Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komonitas
bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang
yakni masyarakat madani. Marupakan wacana yang telah mengalami proses yang
panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat
terjadinya masa transformasi dari masyarakat feodal manuju masyarakat barat
modern yang lebih terkenal lagi dengan civil society.
Dalam mendefinisikan tema masyarakat madani sangat bergantung pada
kondisi social cultural suatu bangsa, kareana bagai mana pun konsep masyarakat
madani merupakan bangunan tema terakhir dari sejarah bangsa Eropa Barat. Sebagai
titik tolak, disisi dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani:
Pertama; Definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rew dangan latar
belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa
yang di maksud masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah,
yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Maka yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh
keluarga dan kekuasaan Negara.
Kedua; oleh Han-Sung-Joo ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan
sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
Perkumpulan suka rela yang terbatas dari Negara suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasi isu-isu politik. Gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan
diri dan indenpenden, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya
yang menjadi indentitas dan solidaritas yang terbentuk pada akhirnya akan
terdapat kelompok inti dalam civil society.
Ketiga; oleh Kim Sun Hyuk ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang
secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang
secara relative. Secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik benang
emas, bahwa yang dimaksud dengan masyrakat madani adalah sebuah kelompok atau
tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara,
yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga
yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
C. Sejarah dan Perkembangan Masyarakat
Madani
Menurut Aristoteles (384-322)
masyarakat madani di pahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan
istilah kolonia politik ( sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat
dalam berbagai percaturan ekonomi politik dan pengambilan keputusan).
Konsepsi Aristoteles ini di ikuti oleh Marcos Tullios Cicero (106-43)
dengan istilah Societis Civilies yaitu sebuah komonitas yang lain, tema yang
dikedepan kan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep Negara kota (city
state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk lainya sebagai kesatuan yang
terorgenisasi.
Pada tahun 1767, wacana masayarakat madani ini dikembangkan oleh Adam
Fergoson dengan mengambil konteks sosio-kultural, Fergoson menekankan
mayasrakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pahamnya
ini digunakan untuk mengatisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh
revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara
publik dan individu.
Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki
aksetuansi yang dengan sebelumnya. Konsep ini memunculkan Thomas Paine
(1737-1803) yang menggunakan istilah masyrakat madani sebagai kelompok
masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan Negara, bahkan dianggap
sebagai antithesis dari Negara, dengan demikian, maka masyrakat madani menurut
Thomas Paine adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan
memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Perkembangan civic society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831), Karl Mark (1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan kepada masyarakat madani elemen ideology kelas dominan, pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh Paine (yang menganggap masyarakat madani sebagai bagian terpisahnya dari Negara), menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara, menurut Ryas Rasid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat berjuis Eropa (Burgerlische gesselscaft) yang artinya pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan diri dari dominasi Negara.
Perkembangan civic society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831), Karl Mark (1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan kepada masyarakat madani elemen ideology kelas dominan, pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh Paine (yang menganggap masyarakat madani sebagai bagian terpisahnya dari Negara), menurut Hegel masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara, menurut Ryas Rasid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat berjuis Eropa (Burgerlische gesselscaft) yang artinya pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan diri dari dominasi Negara.
Sedangakan Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai “masyrakat
Borjuis” dalam konteks hubungan produksi kapitalis keberadaannya merupakan
kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Menurut pemahaman Gramsci
memberikan tekanan pada kekuatan cendikiawan yang merupakan faktor utama dalam
proses perubahan sosial dan politik.
1.
Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi
Sulaiman.
2.
Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian
Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang
beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian
Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong,
menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai
konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh
terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya
untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
D. Karakteristik Masyarakat Madani
Karaketeristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan dalam
merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang
menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani, karateristik
tersebut antara lain:
·
Fre Publik Sphere maksudnya adalah
ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
·
Demokratis merupakan satu entitas
yang penegak wacana masyarakat madani, warga Negara memiliki kebebasan penuh
untuk menjalankan aktivitas sehariannya. Jadi Demokratis berarti masyarakat
dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya
dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, dan agama.
·
Toleran merupakan sikap yang
dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan saling menghargai dan
menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
·
Pluralisme menurut Nurchalish Madjid
adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaaban dan
pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia.
·
Keadilan Sosial maksudnya adalah
keseimbangan dan pembagian yang professional terhadap hak dan kewajiban setiap
warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
·
Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
·
Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
·
Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
·
Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu
dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
·
Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
·
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan
(trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain
dan tidak mementingkan diri sendiri.
·
Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
·
Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut
adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan
hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
·
Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat,
baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
·
Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
·
Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
·
Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat
tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
·
Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat
madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari
akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah
masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat
madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan
perjuangan yang terus menerus.
E. Masyarakat Madani Menurut Al-Quran
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-nisa: 59).
F. Pilar Penegak Masyarakat Madani
Yang dimaksud dengan pilar
masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial
control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Dalam penegakkan masyrakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi persyaratan
mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut antara
lain adalah:
·
Lembaga Swadaya masyarakat adalah institusi
sosial yang dibentuk oleh swadaya masyrakat yang tugas esensinya adalah
membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas.
·
Pers merupakan institusi yang penting dalam
penegakan masyarakat madani, karena kemungkinannya dapat mengkiritis dan
menjadi bagian dari sosial control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
·
Supremasi Hukum; setiap warga Negara, baik yang
duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada
(aturan) hukum.
·
Perguruan tinggi; yakni tempat dimana civitas
akademikanya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan sosial dan
masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral Force untuk menyalurkan
aspirasi masyrakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah,
dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut.
·
Partai politik merupakan wahana bagi warga
Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi politiknya
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam
mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip
egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua
membangun mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak
manipulatif. Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun
dan saling menghormati.
Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan
asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai
politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
G. Masyarakat Madani dan Demokratisasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam
bagaikan dua sisi mata uang, yang keduanya bersifat KO-eksistensi. Menurut
masyarakat madani merupakan “rumah” persemian demokrasi, perlembang
demokrasinya adalah pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
Larry Diamond secara sistematis menyebutkan enam kontribusi masyrakat madani
terhadap proses demokrasi : Pertama, ia menyediakan wahana sumber daya politik,
ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat
Negara. Kedua, pluraisme dalam masyarakat madani, bila diorganisir akan mejadi
dasar yang penting bagi persaingan demokrasi. Ketiga memperkaya partisipasi
politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat ikut menjaga
stabilitas Negara. Kelima, tempat pimpinan politik dan keenam, menghalangi
dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
Untuk menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam konteks pertumbuhan
dan perkembangan demokrasi diperlukan pembentukan Negara secara grandual dengan
suatu masyrakat politik yang demokratis partisipatoris, reflektif dan dewasa
yang mampu menjadi penyeimbang dan control atas kecenderungan eksesif Negara.
Dalam masyrakat madani warga Negara sebagai pemilik kedaulatan dan hak untuk
mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat, sehingga setiap
individu dalam masyarakat madani memiliki kesempatan untuk memperkuat
kemandirian.
Kemandirian dimaksudkan adalah harus mampu direfleksikan dalam seluruh
ruang kehidupan politik, ekonomi dan budaya, menurut M. Dawan Rahadjo ada
beberapa asumsi yang berkembang. Pertama, demokratisasi bisa berkembang,
apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam
atau dari diri sendiri. Kedua, demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila
peranan Negara dikurangi atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan esensi
melalui interaksi. Ketiga, demokrasi bisa berkembang dengan meningkatkan
kemandirian independensi masyrakat madani dari tekanan dan Negara.
H. Masyarakat Madani Indonesia
Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format
kehidupan alternative yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung
tinggi nilai hak asasi manusia. Konsep masyarakat madani menjadi alternatif
pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan daya control masyarakat terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah yang akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat
yang mampu merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia.
Berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan
kasus-kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat
dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan
dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah mempunyai kekuatan dan
bagian dari sosial control.
Secara esensial Indonesia
memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif
agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung
tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Untuk itu, maka diperlukan pengembangan
masyarakat madani dengan menerapkan strategi sekaligus agar proses pembinaan
dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal.
Menurut Dawan ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan
sebagai strategi dalam memberdayakan masyrakat madani Indonesia .
·
Strategi yang lebih mementingkan integrasi
nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak
mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa
dan bernegara yang kuat.
·
Strategi yang lebih mengutamakan reformasi
sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun
ekonomi.
·
Strategi yang memilih membangun masyarakat
madani sebagai basis yang kuat kearah demokratisasi.
Fakta model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas
oleh Hakim bahwa di Era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas
pemberdayaan dengan cara memahami target-target group yang paling strategis
serta penciptaan pendekatan-pendekatan yang tepat di dalam proses.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemungkinan akan adanya kekuatan
civic sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah
wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni masyarakat madani. Dalam
mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat bergantung pada kondisi sosio
kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan
bangunan terma terakhir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat.
Manurut Aristoteles (384-322) masyarakat madani dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah kolonia politik (sebuah komunitas politik
tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi politik
dan pengambilan keputusan).
Karakteristik masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang
menjadi nilai universal dalam penegakkan masyarakat madani. Dan masyarakat
madani juga harus mempunyai pilar-pilar penegak, karena berfungsi sebagai
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokratis menurut Dawam
bagaikan dua sisi mata uang yang keduanya bersifat ko-eksistensi. Berkembangnya
masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan
pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat, dan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai
lembaga-lembaga non pemerintah mempunyai kekuatan dan bagian dari sosial
control.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan
umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan
yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa
yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan
bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada
potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia . Potensi yang ada di
dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama
Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila
seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka
hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba
dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan
praktek-praktek di masyarakat.
B. Saran
Setelah penulis membahas panjang
lebar tentang Masyarakat Madani maka dengan ini penulis sangat mengharapkan
kepada dosen pengasuh mata kuliah PKn agar dapat memberi pembahasan lebih
lanjut kepada penulis serta seluruh mahasiswa(i) yang mengikuti mata kuliah Pkn
agar dapat memudahkan penulis memahami tentang Masyarakat Madani.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi, Azra. Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta ,
Tim ICCE UIN, Jakarta ,
2000
Mansur, Hamdan.
2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag
RI : Jakarta .
Suito, Deny. 2006. Membangun
Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia : Jakarta .
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat
Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan
Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung :
Bandung .
Sosrosoediro, Endang
Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta .
Sutianto, Anen.
2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran
Rakyat: Bandung .
Suryana, A. Toto,
dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok
Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta .