Showing posts with label ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Show all posts
Showing posts with label ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Show all posts

Monday, May 6, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

    A.    PENGERTIAN

Hemodialisa adalah peralihan sirkulasi darah dari tubuh pasien ke hidralisator dimana terjadi proses difusi dalam ultrafiltrasi, pada dialisis terjadi difusi partikel yang larut dari kompartemen cairan ke kompartemen lain dengan melewati selaput semipermiabel.
Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradian konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir ke dalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin.

    B.     JENIS TERAPI GINJAL PENGGANTI (TGP)

Terapi ginjal adalah usaha untuk menggantikan fungsi ginjal pasien yang telah menurun baik secara alamiah yaitu transplantasi ataupun secara arthifisial yaitu dialisis.
Terapi ginjal pengganti (TGP) secara arthifisial dibagi tiga yaitu :
1.      Hemodialisa akut/kronis.
2.      Peritonial dialisis.
3.      Hemofiltration.

Indikasi TGP :
Akut/kronik :    Azotermia, hiperkalemia berat, asidosis berat, dehidrasi yang telah responsif dengan terapi diuretik.

    C.    FUNGSI DIALISAT/GINJAL BUATAN

a.       Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
b.      Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah & bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negative (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
c.       Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
d.      Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e.       Mempertahankan fungsi ginjal berat akibat reaksi transfusi.
f.       Mengkaji fungsi ginjal berat akibat reaksi transfusi.
g.      Mengganti fungsi ginjal permanen pada ginjal dengan penyakit ginjal tahap akhir.

    D.    GAMBARAN PERALATAN

1.      Dialiser atau ginjal buatan.
2.      Dialisat atau cairan dialisis.
3.      Sistem pemberian dialisat.
4.      Assessori peralatan.

    E.     MENENTUKAN DOSIS HEMODIALISA

Hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan dosis adalah :
1.      Time of dialysis.
2.      Interdialisis.
3.      Blood flow (QB).
4.      Dialisat flow.
5.      Klirens dialiser.
6.      Trans membrane pressure (TMP).

   F.     KOMPLIKASI HEMODIALISA

1.      Akibat prosedur hemodialisa :
-          Rupture dialiser.
-          Cabteal dialiser.
-          Emboli udara.
-          Hand water penderita.

2.      Faktor penderita :
-          Dialysis disequealibrium syndrome.
-          Hipotensi.
-          Nyeri dada.
-          Mual & muntah.
-          Demam & menggigil

    G.    KEUNTUNGAN & KERUGIAN DIALISIS PERITONIAL

1.      Keuntungan :
-          Bila dapat dipasang terutama dalam badannya.
-          Tidak membutuhkan ruangan & peralatan khusus.
-          Tidak banyak mengganggu hemodinamik.
-          Merupakan peralatan terapi untuk anak atau dewasa.

2.      Kerugian :
-          Merupakan tindakan traumatik dan sering disertai komplikasi peritonitis.
-          Proses asidosis & dialisis terjadi lambat, efisiensi tidak dapat dihitung.


3.      Kompikasi :
-          Perdarahan.
-          Kebocoran.
-          Nyeri abdomen.

    H.    KONSENTRASI DIALISAT

1.      Konsentrasi Acetat
AN No. 750 1934 001
Kandungan acetat terdiri dari :
-          Kalium                        : 2,5 mmol/liter.
-          Na                   : 137 mmol/liter.
-          Calcium           : 1,6 mmol/liter.
-          Mg                   : 0,3 mmol/liter.
-          Klorida            : 103,3 mmol/liter.
-          Acetat             : 40,0 mmol/liter.

2.      Konsentrasi bicarbonate
Konsentrasi bicarbonate (Part A) AN No. 750 2813 001
-          Na                   : 140, 0 mmol/liter.
-          Ca                    : 2,0 mmol/liter.
-          Kalsium           : 1,3 mmol/liter.
-          Mg                   : 0,2 mmol/liter.
-          Cl                    : 110,0 mm0l/liter.
-          Acetat             : 3,0 mmol/liter.
-          Bicarbonate     : 32,0 mmol/liter.

3.      Konsentrasi bicarbonate (Part B) : AN No. 750 2824 001 terdiri dari :
-          Sodium bicarbonate : 8,4 gr/hr.
-           

    I.       MANAJEMEN HEMODIALISA

a.       Kriteria pasien yang dilakukan tindakan HD :
-          Gagal ginjal akut.
-          Gagal ginjal kronik.
-          Infeksi saluran kencing.
-          Keracunan (jengkol).

b.      Tindakan yang dilakukan setelah HD :
-          Ukur tekanan darah.
-          Buka arteri & didep.
-          Buka vena & didep.
-          Berikan/taburi Merbacetin & plester.
-          Ukur berat badan.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta.

Sunday, May 5, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS DAN PIELONEFRITIS


BAB I
PENDAHULUAN

   A.    LATAR BELAKANG

Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologis, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG), peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron (Glassok, 1988; Dalam buku Sandra M. Nettina, 2001).

Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik (Sandra M. Nettina, 2001).

Penyebab glomerulonefritis yang lazim adalah streptokokkus beta nemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya. Tanda dan gejalanya adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema, dan hipertensi (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 2005).

Penyebab pielonefritis yang paling sering adalah Escherichia Coli. Tanda dan gejalanya adalah demam timbul mendadak, menggigil, malaise, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, dan bakteriuria (Sylvia A. Price dan M. Willson, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian glomerulonefritis dan pielonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki adalah 2 : 1.

   B.     TUJUAN PENULISAN

1.      Tujuan Umum
Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis dan pielonefritis.

2.      Tujuan Khusus
-          Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
-          Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
-          Agar mampu melakukan intervensi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
-          Agar mampu melaksanakan implementasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
-          Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.

  

BAB II
PEMBAHASAN

    I.       KONSEP DASAR PENYAKIT

A.    GLOMERULONEFRITIS

1.      Pengertian

Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001).

Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Barbara Engram, 1999).

Glomerulonefritis akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001).

2.      Etiologi

a.       Kuman streptococcus.
b.      Berhubungan dengan penyakit autoimun lain.
c.       Reaksi obat.
d.      Bakteri.
e.       Virus.
(Sandra M. Nettina,2001).

3.      Manifestasi Klinis

a.       Faringitis atau tansiktis.
b.      Demam.
c.       Sakit kepala.
d.      Malaise.
e.       Nyeri panggul.
f.       Hipertensi.
g.      Anoreksia.
h.      Muntah.
i.        Edema akut.
j.        Oliguria, proteinuria, dan urine berwarna cokelat.
(Sandra M. Nettina, 2001).

4.      Patofisiologi

Prokferusi seluler (peningkatan produksi sel endotel ialah yang melapisi glomerulus). Infiltrasi leukosit ke glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan perut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis ginjal membesar, bengkak dan kongesti. Pada kenyataan kasus, stimulus dari reaksi adalah infeksi oleh kuman streptococcus A pada tenggorokan, yang biasanya mendahului glomerulonefritis sampai interval 2-3 minggu. Produk streptococcus bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal (Sandra M. Nettina, 2001).

5.      Pemeriksaan Diagnostik

a.       Urinalisis (UA).
b.      Laju filtrasi glomerulus (LFG).
c.       Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum.
d.      Pielogram intravena (PIV).
e.       Biopsi ginjal.
f.       Titer antistrepsomisin O (ASO).
(Sandra M. Nettina, 2001).

6.      Penatalaksanaan

a.       Manifestasi diet:
-       Pembatasan cairan dan natrium.
-       Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.
b.      Farmakoterapi
-       Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk glomerulonefritis progresif cepat.
-       Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix), dan bumex.
-       Dialisis, untuk penyakit ginjal tahap akhir.
(Sandra M. Nettina, 2001).

7.      Komplikasi

a.       Hipertensi.
b.      Dekopensasi jantung.
c.       GGA (Gagal Ginjal Akut).
(Sandra M. Nettina, 2001).


B.     PIELONEFRITIS

1.      Pengertian

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua ginjal ( Brunner & Suddarth, 2002).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J.C.E. Underwood, 2007).

2.      Etiologi

a.       Bakteri (Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniac, Streptococcus Fecalis).
b.      Obstruksi urinari track.
c.       Refluks.
d.      Kehamilan.
e.       Kencing manis.
f.       Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
(Barbara Engram, 1988).
3.      Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba, kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual dan muntah (Barbara Engram, 1988).

4.      Patofisiologi

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti E. Coli, Streptococcus Fecali, Pseudomonas Aeruginosa, dan Staphilococcus Aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut, E. Coli menyebabkan sekitar 85% infeksi. Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kulit dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghasilkan fibrosis dan scarring pielonefritis kronik muncul setelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratik dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal (Barbara Engram, 1988).

5.      Pemeriksaan Diagnostik

a.       Whole Blood.
b.      Urinalisis.
c.       USG dan Radiologi.
d.      BUN.
e.       Kreatinin.
f.       Serum Selectrolytes.
(Barbara Engram, 1988).

6.      Komplikasi
a.       Nekrosis papila ginjal.
b.      Fionefrosis.
c.       Abses perinefrit.
(Barbara Engram, 1988).
7.      Penatalaksanaan

a.       Terapi antimikroba spesifik organisme:
-       Biasanya dimulai segera untuk mencakup prevalen patogen gram negatif, kemudian disesuaikan berdasarkan hasil kultur urine.
-       Pengobatan dilakukan 2 minggu atau lebih.
b.      Pengobatan pasien rawat inap dengan terapi antimikroba parenteral jika pasien tidak dapat mentoleransi asupan oral dan mengalami dehidrasi atau penyakit akut.
c.       Drainase perkutan atau terapi antibiotik yang lama diperlukan untuk mengobati abses renal atau abses perinefrik.
(Barbara Engram, 1988).

    
    II.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1.      Genitourinaria             : urine keruh, proteinuria, penurunan urine output, hematuria.
2.      Kardivaskular              : hipertensi.
3.      Neurologis                   : letargi, iritabilitas, kejang.
4.      Gastrointestinal           : anoreksia, azotemia, hiperkalemia.
5.      Integumen                   : pucat, edema.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1.      Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, atau nokturia) berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Tujuan                         : pola eliminasi urine dalam batas normal (3-6 x/hari).
Kriteria Hasil               :  -  Pasien bisa berkemih secara normal.
-    Tidak ada infeksi pada ginjal, tidak nyeri waktu berkemih.

Intervensi:
-       Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.
Rasional :  Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/output.
-       Anjurkan untuk berkemih setiap 2-3 jam.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
-       Palpasi kandung kemih setiap 4 jam.
Rasional : Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
-       Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal.
Rasional : Untuk memudahkan klien dalam berkemih.

2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan                         :  Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan cukup.
Kriteria Hasil               : Klien akan menunjukkan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.

Intervensi:
-       Sediakan makanan yang tinggi karbohidrat.
Rasional :  Diet tinggi karbohidrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial.
-       Sajikan makanan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
Rasional :  Menyajikan makanan sedikit-sedikit tapi sering memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaan dapat meningkatkan nafsu makan.
-       Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional :  Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan.

3.      Nyeri berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Tujuan                         : Nyeri berkurang atau tidak ada.
Kriteria Hasil               : -  Klien menunjukkan wajah yang rileks.
-    Infeksi  bisa diatasi.
Intervensi:
-       Kaji intensitas, lokasi, dan faktor yang memperberat dan memperingankan nyeri.
Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi.
-       Berikan waktu istirahat yang cukup.
Rasional : Klien dapat beristirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot.
-       Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : Untuk membantu klien dalam berkemih.
-       Berikan analgesik sesuai dengan program terapi.
Rasional : Analgesik dapat memblok lintasan nyeri.



DAFTAR PUSTAKA
  
Engram, Barbara. (1992). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. EGC.  Jakarta.
Lawler, William, dkk. (1992). Buku Pintar Patologi Untuk Kedokteran Gigi. EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.
Price, Sylvia,dkk. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta