BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak merupakan bagian atau anggota
keluarga, sering dikatakan sebagai potret atau gambar dari orang tuanya saat
masih kecil. Namun tidaklah demikian, karena anak merupakan individu tersendiri
yang tumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat diulang setelah usianya
bertambah.
Menurut UU No. 4 tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum pernah kawin (menikah). Saat ini yang disebut anak
bukan lagi yang berumur 21 tahun, tetapi berumur 18 tahun seperti yang ditulis
Hurlock (1980), maka dewasa dini dimulai umur 18 tahun.
Meskipun demikian, anak masih
dikelompokkan lagi menjadi tiga sesuai dengan kelompok usia, yaitu ; usia 2-5
tahun disebut usia prasekolah, usia 6-12 tahun disebut usia sekolah, usia 13-18
tahun disebut usia remaja.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Agar
mahasiswa (i) mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan anak usia sekolah.
2. Tujuan
Khusus.
-
Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan pengkajian
pada keluarga dengan anak usia sekolah.
-
Agar mahasiswa (i) mampu menegakkan
diagnosa keperawatan pada keluarga dengan anak usia sekolah.
-
Agar mahasiswa (i) mampu melakukan
intervensi pada keluarga dengan anak usia sekolah.
-
Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan
implementasi pada keluarga dengan anak usia sekolah.
-
Agar mahasiswa (i) mampu melakukan
evaluasi pada keluarga dengan anak usia sekolah.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
KONSEP
DASAR
A.
Definisi
Anak usia sekolah dapat disebut
sebagai akhir masa kanak-kanak sejak usia 6 tahun atau masuk sekolah dasar
kelas satu, ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi
dan penyesuaian sosial anak. Akhir masa kanak-kanak memiliki beberapa ciri:
1. Label
yang digunakan oleh orangtua
a. Usia yang menyulitkan,
yaitu suatu masa ketika anak tidak mau lagi menuruti perintah dan ketika anak
lebih dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada oleh orangtua dan anggota
keluarga lain.
b. Usia tidak rapi,
yaitu suatu masa ketika anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam
penampilan.
c. Usia bertengkar,
yaitu suatu masa ketika banyak terjadi pertengkaran antar-keluarga dan suasana
rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.
2. Label
yang digunakan pendidik/guru
a. Usia sekolah dasar,
yaitu suatu masa ketika anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang
dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu baik kurikuler maupun
ekstrakurikuler.
b. Periode kritis dalam berprestasi,
yaitu suatu masa ketika anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak
sukses, atau sangat sukses, yang cenderung menetap sampai dewasa.
3. Label
yang digunakan oleh ahli psikologi
a. Usia berkelompok,
yaitu suatu masa ketika perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima
oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok.
b. Usia penyesuaian diri,
yaitu suatu masa ketika anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui
oleh kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku.
c. Usia kreatif,
yaitu suatu masa ketika akan ditentukan apakah anak akan menjadi konformis
(pencipta karya baru) atau tidak.
d. Usia bermain,
yaitu suatu masa ketika besarnya keinginan bermain karena luasnya (adanya)
minat dan kegiatan untuk bermain.
B.
Perkembangan
Akhir Masa Kanak-Kanak
Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut
Havigrust:
1. Mempelajari
keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum.
2. Membangun
sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.
3. Belajar
menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
4. Mulai
mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
5. Mengembangkan
keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung.
6. Mengembangkan
pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
7. Mengembangkan
hati nurani, pengertian moral, dan tingkatan nilai.
8. Mengembangkan
sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga.
9. Mencapai
kebebasan pribadi.
C.
Perkembangan
Usia Sekolah
1. Perkembangan
Biologis
Saat umur sampai 12
tahun, pertumbuhan rata-rata 5 cm per tahun untuk tinggi badan dan meningkat
2-3 kg per tahun untuk berat badan. Selama usia tersebut, anak laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan ukuran tubuh. Anak laki-laki cenderung gemuk. Pada
usia ini, pembentukan jaringan lemak lebih cepat perkembangannya daripada otot.
2. Perkembangan
Psikososial
Menurut Freud,
perkembangan psikososialnya digolongkan dalam fase laten, yaitu ketika anak
berada dalam fase oidipus yang terjadi pada masa prasekolah dan mencintai
seseorang. Dalam tahap ini, anak cenderung membina hubungan yang erat atau
akrab dengan teman sebaya, juga banyak bertanya tentang gambar seks yang
dilihat dan dieksploitasi sendiri melalui media.
Menurut Erikson,
perkembangan psikososialnya berada dalam tahap industri vs inferior. Dalam
tahap ini, anak mampu melakukan atau menguasai keterampilan yang bersifat
teknologi dan sosial, memiliki keinginan untuk mandiri, dan berupaya
menyelesaikan tugas. Inilah yang merupakan tahap industri. Bila tugas tersebut
tidak dapat dilakukan, anak akan menjadi inferior.
3. Temperamen
Sifat temperamental
yang dialami sebelumnya merupakan faktor terpenting dalam perilakunya pada masa
ini. Pola perilakunya menunjukkan anak mudah bereaksi terhadap situasi yang
baru. Pada usia ini, sifat temperamental sering muncul sehingga peran orang tua
dan guru sangat besar untuk mengendalikannya.
4. Perkembangan
Kognitif
Menurut Plaget, usia
ini berada dalam tahap operasional konkret, yaitu anak mengekspresikan apa yang
dilakukan dengan verbal dan simbol. Selama periode ini kemampuan anak belajar
konseptual mulai meningkat dengan pesat dan memiliki kemampuan belajar dari
benda, situasi, dan pengalaman yang dijumpainya.
5. Perkembangan
Moral
Masa akhir kanak-kanak,
perkembangan moralnya dikategorikan oleh Kohlberg berada dalam tahap
konvensional. Pada tahap ini, anak mulai belajar tentang peraturan-peraturan
yang berlaku, menerima peraturan, dan merasa bersalah bila tidak sesuai dengan
aturan yang telah diterimanya.
6. Perkembangan
Spiritual
Anak usia sekolah
menginginkan segala sesuatunya adalah konkret atau nyata daripada belajar
tentang “God”. Mereka mulai tertarik terhadap surga dan neraka sehingga
cenderung melakukan atau mematuhi peraturan, karena takut bila masuk neraka.
7. Perkembangan
Bahasa
Pada usia ini terjadi
penambahan kosakata umum yang berasal dari berbagai pelajaran di sekolah,
bacaan, pembicaraan, dan media. Kesalahan pengucapan mengalami penurunan karena
selama mencari pengalaman anak telah mendengar pengucapan yang benar sehingga
mampu mengucapkannya dengan benar.
8. Perkembangan
Sosial
Akhir masa kanak-kanak
sering disebut usia berkelompok, yang ditandai dengan adanya minat terhadap
aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima
sebagai anggota kelompok.
9. Perkembangan
Seksual
Masa ini anak mulai
belajar tentang seksualnya dari teman-teman terlebih guru dan pelajaran di
sekolah. Anak mulai berupaya menyesuaikan penampilan, pakaian, dan bahkan
gerak-gerik sesuai dengan peran seksnya. Kecenderungan pada usia ini, anak
mengembangkan minat-minat yang sesuai dengan dirinya. Disini, peran orang tua
sangat penting untuk mempersiapkan anak menjelang pubertas.
10. Perkembangan
Konsep Diri
Perkembangan konsep
diri sangat dipengaruhi oleh mutu hubungan dengan orang tua, saudara, dan sanak
keluarga lain. Saat usia ini, anak-anak membentuk konsep diri ideal, seperti
dalam tokoh-tokoh sejarah, cerita khayal, sandiwara, film, tokoh nasional atau
dunia yang dikagumi, untuk membangun ego ideal yang menurut Van den Daele berfungsi
sebagai standar perilaku umum yang diinternalisasi.
D.
Bermain
Bermain dianggap sangat penting untuk perkembangan fisik
dan fisiologis karena selama bermain anak mengembangkan berbagai keterampilan
sosial sehingga memungkinkannya untuk menikmati keanggotaan kelompok dalam
masyarakat anak-anak.
Bentuk permainan yang sering diminati pada usia ini:
1. Bermain konstruktif:
membuat sesuatu hanya untuk bersenang-senang saja tanpa memikirkan manfaatnya,
seperti menggambar, melukis, dan membentuk sesuatu.
2. Menjelajah:
ingin bermain jauh dari lingkungan rumah.
3. Mengumpulkan:
benda-benda yang menarik perhatian dan minatnya, membawa benda ke rumah,
menyimpan dalam laci, dan tidak memperlihatkan koleksinya dalam laci.
4. Permainan dan olahraga:
cenderung ingin memainkan permainan anak besar (bola basket dan sepak bola) dan
senang pada permainan yang bersaing.
5. Hiburan:
anak ingin meluangkan waktu rumah untuk membaca, mendengar radio, menonton,
atau melamun.
Pada tahap ini tugas perkembangan keluarga yaitu:
mensosialisasikan anak dengan lingkungannya, termasuk keberhasilan dalam
belajar dan kebutuhan berkelompok dengan teman sebayanya, mempertahankan
hubungan perkawinan yang harmonis, dan memenuhi kebutuhan kesehatan anggota
keluarga (Friedman, 1998).
E.
Masalah
Anak Usia Sekolah
Masalah-masalah yang sering terjadi pada anak usia
sekolah meliputi bahaya fisik dan psikologis.
1. Bahaya
Fisik
a. Penyakit
Penyakit infeksi pada usia sekolah jarang sekali
terjadi dengan adanya kekebalan yang didapat dari imunisasi yang pernah didapatkan
semasa bayi dan diulang pada kelas satu atau enam, tetapi berbahaya adalah
penyakit palsu atau khayal untuk menghindarkan tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawabnya. Penyakit yang sering ditemui adalah penyakit yang berhubugan
dengan keberhasilan diri anak.
b. Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada
kelenjar, tetapi akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi. Bahaya kegemukan
yang mungkin dapat terjadi: anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga
kehilangan kesempatan untuk mencapai keterampilan yang penting untuk
keberhasilan sosial, dan teman-temannya sering mengganggu dan mengejek dengan
sebutan-sebutan “gendut” atau sebutan lain sehingga anak merasa rendah diri.
c. Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk
bermain yang menghasilkan keterampilan tertentu. Maskipun tidak meninggalkan
bekas fisik, kecelakaan yang dianggap
sebagai kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan berbahaya bagi
psikologisnya sehingga anak merasa takut terhadap kegiatan fisik. Bila hal ini
terjadi dapat berkembang menjadi rasa malu yang mempengaruhi hubungan sosial.
d. Kecanggungan
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya
dengan teman sebaya. Bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk
rendah diri.
e. Kesederhanaan
Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada
saat apapun. Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang
menarik sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi
perkembangan konsep diri anak.
2. Bahaya
Psikologis
a. Bahaya
dalam berbicara
Ada empat bahaya dalam berbicara yang umum terdapat
pada anak usia sekolah: kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat
tugas-tugas di sekolah dan menghambat komunikasi dengan orang lain, kesalahan
dalam berbicara, seperti salah ucap dan kesalahan tata bahasa, cacat dalam
bicara seperti gagap atau pilar, akan membuat anak menjadi sadar diri sehingga
anak hanya berbicara bila perlu, anak yang mempunyai kesulitan berbicara dalam
bahasa yang digunakan di lingkungan sekolah akan terhalang dalam usaha untuk
berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia “berbeda” dan pembicaraan yang bersifat
egosentris, yang mengkritik dan merendahkan orang lain, dan yang bersifat
membual akan ditentang oleh temannya.
b. Bahaya
emosi
Anak akan dianggap tidak matang baik oleh
teman-teman sebaya maupun orang dewasa, bila ia masih menunjukkan pola-pola
ekspresi emosi yang kurang menyenangkan, seperti marah yang meledak-ledak, dan
juga bila emosi yang buruk seperti marah dan cemburu masih sangat kuat sehingga
kurang disenangi orang lain.
c. Bahaya
bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan
merasa kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang
penting untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal karena
membuang waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan
mengembangkan kebiasaan penurut yang kaku.
d. Bahaya
dalam konsep diri
Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya
merasa tidak puas pada perlakuan orang lain. Bila konsep sosialnya didasarkan
pada berbagai stereotip, ia cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif
dalam memperlakukan orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi maka itu
cenderung menetap dan terus memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian sosial
anak.
e. Bahaya
moral
Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan
perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak:
-
Perkembangan kode moral berdasarkan
konsep teman-teman atau berdasarkan konsep-konsep media masa tentang benar dan
salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa.
-
Tidak berhasil mengembangkan suara hati
sebagai pengawas dalam terhadap perilaku.
-
Disiplin yang tidak konsisten membuat
anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya dilakukan.
-
Hukuman fisik merupakan contoh
agresivitas anak.
-
Menganggap dukungan teman terhadap
perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan.
-
Tidak sabar terhadap perbuatan orang
lain yang salah.
f. Bahaya
yang menyangkut minat
Ada dua bahaya yang umum dihubungkan dengan minat
masa kanak-kanak: pertama, tidak berminat pada hal-hal yang dianggap penting
oleh teman-teman sebaya, dan kedua, mengembangkan sikap yang kurang baik
terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya, seperti kesehatan atau
sekolah.
g. Bahaya
dalam penggolongan peran seks
Ada dua bahaya yang umum dalam penggolongan peran
seks: kegagalan untuk mempelajari organ seks, dan ketidakmampuan untuk
melakukan peran seks yang disetujui. Bahaya yang pertama cenderung berkembang
bila anak dibesarkan oleh keluarga ketika orang tuanya melakukan peran seks
yang berbeda dengan orang tua teman-temannya. Bahaya yang kedua berkembang
bilamana anak perempuan dan laki-laki diharapkan melakukan peran-peran
tradisional.
h. Bahaya
dalam perkembangan kepribadian
Ada dua bahaya yang serius dalam perkembangan
kepribadian periode ini. Pertama, perkembangan konsep diri yang buruk yang
mengakibatkan penolakan diri, dan kedua, egosentrisme yang merupakan lanjutan
dari awal masa kanak-kanak. Egosentrisme merupakan hal yang serius karena
memberikan rasa penting diri yang palsu.
i.
Bahaya hubungan keluarga
Pertentangan dengan anggota-anggota keluarga
mengakibatkan dua hal: melemahkan ikatan keluarga dan menimbulkan kebiasaan
pola penyesuaian yang buruk, serta masalah-masalah yang dibawa keluar rumah.
II.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a. Pengkajian
yang berhubungan dengan keluarga:
-
Identitas : nama KK, alamat, komposisi
keluarga (nama, seks, hubungan keluarga, tempat dan tanggal lahir, pendidikan,
pekerjaan), tipe keluarga, suku/budaya yang dianut keluarga, agama, status
sosial, aktivitas keluarga.
-
Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
: tahap perkembangan keluarga saat ini, tugas perkembangan yang sudah pernah
dilakukan, riwayat keluarga inti, riwayat keluarga suami istri.
-
Lingkungan : karakteristik rumah,
karakteristik lingkungan, mobilitas keluarga, hubungan keluarga dengan
lingkungan, sistem sosial yang mendukung.
-
Struktur keluarga : pola komunikasi,
pengambil keputusan, peran anggota keluarga, nilai-nilai yang berlaku di
keluarga.
-
Fungsi keluarga.
-
Penyebab masalah keluarga dan koping
yang dilakukan keluarga.
b. Pengkajian
yang berhubungan dengan anak usia sekolah
-
Identitas anak.
-
Riwayat kehamilan sampai kelahiran.
-
Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.
-
Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan
kegiatan sehari-hari).
-
Pertumbuhan dan perkembangannya saat ini
(termasuk kemampuan yang telah dicapai).
-
Pemeriksaan fisik.
B.
Diagnosis
dan Intervensi Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul pada anak
usia sekolah antara lain:
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif pada anak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anak dengan ISPA.
Tujuan Umum :
Bersihan jalan nafas kembali efektif pada anak.
Tujuan
Khusus : Keluarga mampu mengenal masalah ISPA pada anggota keluarga dengan
cara:
-
Menyebutkan pengertian ISPA.
-
Menyebutkan penyebab ISPA.
-
Menyebutkan tanda dan gejala ISPA.
-
Menyebutkan cara mencegah ISPA.
-
Mengidentifikasi masalah ISPA yang
terjadi pada anggota keluarga.
Intervensi:
-
Diskusikan bersama keluarga tentang
pengertian ISPA dengan menggunakan lembar balik.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang
penyebab ISPA dengan menggunakan lembar balik.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang tanda
dan gejala ISPA.
-
Dorong keluarga untuk menyebutkan cara
pencegahan ISPA.
-
Jelaskan pada keluarga akibat lanjut
apabila ISPA tidak diobati.
-
Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali
hasil yang telah didiskusikan.
-
Berikan reinforcement positif atas hasil
yang dicapainya.
2.
Resiko tinggi terhadap gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga khususnya pada anak dengan
malnutrisi.
Tujuan
Umum : Gangguan pemenuhan nutrisi pada anak tidak
terjadi.
Tujuan
Khusus : Keluarga mampu mengenal masalah malnutrisi yang terjadi pada anak
dengan cara :
-
Menyebutkan pengertian malnutrisi.
-
Menyebutkan penyebab malnutrisi.
-
Menyebutkan tanda dan gejala malnutrisi.
-
Menyebutkan cara pencegahan malnutrisi.
Intervensi:
-
Diskusikan dengan keluarga tentang
pengertian malnutrisi.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang
penyebab malnutrisi.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang tanda
dan gejala malnutrisi.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang cara
pencegahan malnutrisi.
-
Motivasi keluarga untuk mengulang
kembali hasil yang telah didiskusikan.
-
Berikan reinforcement atas hasil yang
dicapai keluarga.
3.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan pada anak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga khususnya pada anak dengan diare.
Tujuan
Umum : Tidak terjadinya kekurangan volume cairan
pada anak.
Tujuan
Khusus : Keluarga mampu mengenal masalah diare yang terjadi pada anak dengan
cara:
-
Menyebutkan pengertian diare.
-
Menyebutkan penyebab diare.
-
Menyebutkan tanda dan gejala diare.
-
Menyebutkan cara pencegahan diare.
-
Menyebutkan akibat dari tidak dirawatnya
diare.
Intervensi:
-
Diskusikan dengan keluarga tentang
pengertian diare.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang
penyebab terjadinya diare.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang tanda
dan gejala diare.
-
Diskusikan dengan keluarga tentang cara
pencegahan diare.
-
Diskusikan dengan keluarga tetang akibat
tidak dirawatnya diare.
-
Motivasi keluarga untuk menyebutkan
kembali hasil yang telah didiskusikan.
-
Berikan reinforcement atas hasil yang
telah dicapai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakay terdiri atas kepala keluarga, serta beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Adapun
pengkajian yang dilakukan pada keluarga dengan anak usia sekolah adalah
meliputi: Identitas, riwayat dan tahap
perkembangan keluarga, lingkungan, Struktur keluarga, fungsi keluarga, penyebab
masalah keluarga dan koping yang dilakukan keluarga, identitas anak, riwayat
kehamilan sampai kelahiran, riwayat kesehatan bayi sampai saat ini, kebiasaan
saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari), pertumbuhan dan
perkembangannya saat ini (termasuk kemampuan yang telah dicapai), dan
pemeriksaan fisik.
Adapun
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada anak usia sekolah adalah: Bersihan
jalan nafas tidak efektif pada anak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anak dengan ISPA, Resiko tinggi terhadap gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh pada anak berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga khususnya pada anak dengan malnutrisi, Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan pada anak berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga khususnya pada anak dengan
diare.
B.
Saran
Pada kesempatan ini
kelompok akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat
bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang,
diantaranya :
- Dalam
melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana
keperawatan pada keluarga dengan anak usia sekolah, pendokumentasian harus
jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan keluarga.
- Untuk
perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga
sehingga keluarga diharapkan mampu memahami tentang masalah yang sedang
dialami/terjadi pada anak usia sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Pratik. EGC. Jakarta.