BPOM MUI. Cokelat, banyak yang menggemarinya
banyak pula yang tergila-gila dengannya. Cemilan manis pengisi suasana santai
ini kadang membuat ketagihan karena membawa kenyamanan dan ketenangan
tersendiri, asal ingat saja, dengan kandungan gula yang tinggi, cokelat juga
bisa menimbulkan kegemukan. Tak hanya itu, tak sembarang juga cokelat dapat
kita konsumsi, ada banyak titik kritis keharamannya bila kita tak hati-hati.
Berkembangnya teknologi pengolahan pangan,
membuat kita harus kritis terhadap makanan olahan, tak terkecuali cokelat.
Orang selalu mencari alternatif bahan yang lebih murah dengan sifat-sifat yang
menyerupai cokelat. Hal inilah yang menjadikan produk cokelat perlu diwaspadai
kehalalannya karena adanya
kemungkinan penggunaan bahan-bahan yang diragukan kehalalannya. Di samping itu
dalam pembuatan produk cokelat diperlukan bahan-bahan aditif dan ingreden
lainnya yang tentu saja harus kita perhatikan.
1.
Bahan
Pensubtitusi dan Pengganti Cokelat
Lemak nabati seringkali digunakan untuk
mengganti cocoa butter dalam pembuatan cokelat, karena harganya yang lebih
murah. Agar memiliki komposisi yang mirip, lemak nabati harus ditambahkan cocoa
butter substitute (CBE). Sumber minyak yang sering digunakan untuk membuat CBE
adalah minyak sawit, minyak illpe (Shorea stenopatra) dan lemak she
(Butyrospermum parkii).
Kehalalan dipertanyakan jika proses pembuatan
CBE melibatkan proses enzimatis, dimana sebagian enzim yang digunakan untuk
melakukan reaksi ini berasal dari hewan, khususnya babi, dan sebagian lagi
berasal dari mikroorganisme.
2. Susu dan Turunannya
Susu dan produk turunannya seperti whey banyak
digunakan dalam pembuatan produk cokelat, bahkan salah satu jenis produk
cokelat yang favorit adalah cokelat susu. Whey diragukan kehalalannya karena
biasanya diperoleh dari proses pembuatan keju. Dalam proses pembuatan keju
tersebut banyak menggunakan enzim, dimana salah satu jenis enzim yang digunakan
bisa berasal dari babi atau sapi yang tidak disembelih secara Islami.
3. Gula (Pemanis)
Jenis gula yang digunakan dalam pembuatan
produk cokelat adalah gula pasir. Gula pasir ini dipermasalahkan kehalalannya
karena pada proses pemucatan atau pemutihan warna gula seringkali digunakan
arang aktif. Arang aktif ini selain dapat berasal dari tanaman, juga bisa dari
tulang hewan (tulang babi atau tulang sapi).
Jenis gula atau pemanis lain yang sering
digunakan dan diragukan kehalalannya adalah sirup glukosa. Dalam pembuatan
sirup glukosa, turut melibatkan enzim alpha-amilase yang bersumber dari
mikroorganisme atau hewan. Bila berasal dari hewan ada kemungkinan berasal dari
babi. Itulah sebabnya kehalalan sirup glukosa dipertanyakan, kecuali sirup
glukosa yang telah mendapatkan sertifikat halal.
Jenis pemanis lain adalah pemanis non-kalori.
Pemanis ini digunakan untuk produk-produk cokelat yang ditujukan bagi orang
yang melakukan diet kalori. Contoh pemanis non-kalori yang bisa digunakan dalam
produk cokelat dan dipertanyakan kehalalannya adalah sorbitol karena sorbitol
dibuat dari glukosa di mana glukosa sendiri kehalalannya bisa dipertanyakan.
4.
Lesitin
Lesitin secara kimia adalah fosfolipida yang
berperan sebagai pengemulsi (emulsifier) yaitu bahan kimia yang mampu membuat
campuran air dan minyak bercampur merata dalam jangka waktu lama. Dalam proses
pembuatannya mula-mula lesitin diektraksi dari kedelai dengan menggunakan
pelarut organik lalu setelah terekstrak pelarutnya dihilangkan sehingga
diperoleh apa yang disebut dengan ekstrak kasar lesitin. Di masa lalu lesitin
jenis inilah yang digunakan. Akan tetapi, untuk tujuan memperbaiki sifatnya
maka dibuat turunan-turunan lesitin agar diperoleh sifat lesitin yang lebih
baik.
Ada berbagai cara untuk membuat produk turunan
lesitin, yang diragukan kehalalannya diantaranya proses yang menggunakan enzim
fosfolipase A yang berasal dari pankreas babi dan proses ekstraksi yang
menggunakan alkohol.
Secara umum status kehalalan lesitin adalah
syubhat karena ternyata ada jenis turunan lesitin yang haram dan dipasarkan
dengan menyebutkan hanya lesitin saja, tidak dibedakan yang mana ekstrak kasar
lesitin dan mana turunan lesitin.
5.
Perisa
(Flavor)
Cokelat sendiri sebenarnya adalah salah satu
jenis perisa (flavor), yang memberikan citarasa cokelat. Secara umum status
kehalalan flavor adalah syubhat. Jenis flavor cokelat sintetik ini rawan
kehalalannya karena dalam pembuatannya sering melibatkan penambahan asam-asam
lemak di mana asam lemak bisa diperoleh dari nabati (tanaman) atau hewani
(termasuk babi).
Tidak hanya flavor cokelat, flavor lain pun sering
ditambahkan seperti vanilin. Vanilin diperoleh dengan ekstraksi menggunakan
pelarut campuran alkohol (etanol) dengan air, sehingga ekstrak vanili yang
diperoleh masih mengandung alkohol yang relatif tinggi.
Ternyata memang cukup banyak titik kritis dalam
cokelat yang harus diwaspadai, dan kita sebagai konsumen muslim harus hati-hati
dalam memilih karena sedikit saja bahan haram masuk, maka akan haram
seluruhnya. Dan doa kita pun tidak akan terkabul bila ada bahan makanan yang
kita makan mengandung bahan haram.
Lalu apa yang harus kita lakukan, tentu saja
tidak berarti menghindari makan semua cokelat, karena tidak semua cokelat haram
adanya. Sudah cukup banyak cokelat yang telah mendapatkan setifikat halal dan
aman dikonsumsi. Perhatikan logo halal di kemasannya atau bila terpaksa lihat
komposisinya, bila ada bahan-bahan yang diragukan, bukankah lebih baik
meninggalkan hal-hal yang meragukanmu. So, selamat menikmati Cokelat.