Apa yang dimaksud manusia tangguh? Apakah
seperti Herkules yang terkenal kekuatannya di mitos Yunani? Atau seperti Gajah
Mada yang bercita-cita menyatukan Nusantara? Atau seperti Imam Bukhari yang
mampu menghapal ratusan ribu hadist? Atau seperti Ibnu Sina yang menjadi expert
di berbagai bidang, mulai dari astronomi sampai kedokteran sehingga bukunya
yang berjudul “Canon of Medicine” atau “Al Kanun” masih menjadi rujukan dunia
kedokteran modern?
Yang dimaksud dengan manusia yang tangguh
disini adalah manusia ideal yang mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang
manusia, apapun itu profesinya. Jadi tidak terkotak-kotak dalam hal fisik,
keilmuan maupun hal-hal lainnya. Yang dimaksud tangguh disini adalah bagaimana
seorang manusia itu dapat memaksimalkan seluruh potensi dirinya untuk menjadi
manusia yang bermanfaat bagi sekitar dan kehadirannya di dunia dapat
dipertanggungjawabkan segala kiprahnya di hadapan Tuhan maupun di hadapan
manusia.
Manusia itu tidak hanya harus Sukses tapi juga harus Mulia. Untuk itu diperlukan beberapa kredibilitas agar seseorang bisa menjadi manusia yang tangguh, antara lain :
Manusia itu tidak hanya harus Sukses tapi juga harus Mulia. Untuk itu diperlukan beberapa kredibilitas agar seseorang bisa menjadi manusia yang tangguh, antara lain :
1.
Kredibilitas
IMAN
Iman sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan dan ketangguhan seseorang menghadapi kehidupan. Salah satu
contohnya adalah tingginya angka bunuh diri di Jepang – 100 orang per hari –
disinyalir ini disebabkan adalah kurangnya religiusitas di negara tersebut.
Kehidupan modern yang mengagungkan pencapaian materi menjadikan seseorang
rentan terhadap tantangan, sehingga ketika tercapai kesuksesan materi, rasa
hampalah yang menerpa. Disinilah perlunya kredibilitas iman agar ketercapaian
materi diimbangi dengan rasa syukur yang tinggi terhadap kekuatan Ilahiah yang
mendampingi dan “memberi restu” terhadap ketercapaian tadi.
Kredibilitas iman seseorang tidak bisa hanya
dilihat dari idiom-idiom verbal yang diungkapkan seseorang tentang kebaikan
tapi juga harus mengejawantah dalam kehidupan pribadi dalam tatanan sosial yang
menyertainya. Tak cukup hanya pengakuan terhadap keilahian atau kenabian
seseorang tapi juga tercermin dalam kontribusinya terhadap masyarakat
sekitarnya. Dalam Islam dikatakan bahwa iman itu adalah “pengakuan di dalam
hati (ma’rifat bil qolbi), dikatakan dengan lisan (qaulun bil lisan) dan ia
dilakukan dengan perbuatan (‘amalun bil arkan)”.
Tak cukup dikatakan beriman seseorang apabila
hanya teriak-teriak tentang kebaikan tapi tak ada kontribusi yang nyata bagi
masyarakat atau berkelakuan sebaliknya, ataupun kontribusi nyata bagi
masyarakat tanpa disertai pengakuan terhadap keilahian. Jadi iman itu bersifat
menyeluruh, meliputi aspek horisontal maupun vertikal (hablumminannas wa
hablumminallah).
2.
Kredibilitas
RUH
Satu kata sederhana ini – RUH – merupakan salah
satu misteri yang belum bisa terjawab secara gamblang sampai saat ini. Banyak
penelitian modern yang ingin menyingkap tentang ruh ini namun hasilnya tetap
membuat manusia bingung. Inilah salah satu bentuk kelemahan manusia di hadapan
Ilahi. Dalam kitab suci disebutkan bahwa : “Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh, katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tiadalah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”(QS.17 : 85)
Bagaimana kaitannya kredibilitas ruh ini dengan
menjadi manusia yang tangguh? Ruh ini berkaitan dengan persepsi hati nurani
dalam menghadapi tantangan dan hambatan hidup. Sebagai jembatan antara Tuhan
dan akal manusia, keberadaan hati nurani menjadi sangat krusial dalam
memperjelas kredibilitas ruh seorang manusia tangguh. Keberadaan Tuhan akan
sulit diterjemahkan apabila hanya mengandalkan akal manusia yang terbatas itu,
namun dengan hati nurani maka keberadaan itu menjadi jelas adanya. Dengan hati
nurani juga manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Hubungan yang baik antara manusia dan Tuhannya melalui kedekatan ruh dengan-Nya
juga berdampak baik terhadap rasa percaya diri seseorang ketika menghadapi atau
menjalani hidup. Hal ini tentu saja berbanding lurus dengan ketahanan orang
tersebut dalam menjawab tantangan dan hambatan kehidupan yang harus dihadapi.
3.
Kredibilitas
AKHLAK
Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah suatu
keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menam-pilkan perbuatan dengan senang
tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran. Akhlak merupakan buah dari pohon
yang terbangun dari akidah yang kuat, yang bercabang syariah dan berdaun
ibadah. Suatu perbuatan dikatakan telah menjadi akhlak apabila perbuatan
tersebut dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya, tanpa
ditimbang-timbang sehingga menjadi suatu kebiasaan hidupnya.
Akhlak terbagi dua yaitu akhlak yang baik dan
akhlak yang buruk. Baik dan buruk dalam pandangan siapa? Tentu saja dalam
pandangan Tuhan yang tertulis dalam kitab suci yang dicontohkan oleh para Nabi.
Seorang Muslim harus mengikuti akhlak yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW karena Nabi Muhammad SAW mendapatkan legitimasi dari Allah SWT sebagai
contoh akhlak yang baik sebagaimana tertuang dalam HR. Bukhari, Baihaqi dan
Hakim : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Dalam riwayat lain diceritakan: seorang lelaki
menemui Rasulullah SAW dan bertanya,”Ya Rasulullah, apakah agama itu?”.
Rasulullah SAW menjawab,”Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi Nabi dari
sebelah kanannya dan bertanya,”Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Nabi SAW
menjawab,”Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kiri dan
bertanya,”Apakah agama itu?”. Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda,”Belum
jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik”. (al-Targhib wa al-Tarhib
3:405)
Bagaimana hubungannya akhlak yang baik dengan
menjadi seorang manusia yang tangguh? Ketangguhan seorang manusia terlihat dari
“kekenyalan” dia terhadap rintangan dan cobaan hidup yang menerpa. Seseorang
yang berakhlak baik akan memandang tantangan dan cobaan hidup itu adalah sebuah
batu loncatan untuk melompat lebih tinggi daripada sebuah rintangan yang akan
menghambat hidupnya. Seorang yang berkredibilitas akhlak akan memandang dunia
ini adalah lahan yang subur untuk menyebarkan benih-benih kebaikan bagi sesama
dalam rangka menabung energi positif (epos) yang pasti akan kembali kepada
masing-masing individu, dan sebagai bahan pertanggungjawaban di hadapan Yang
Maha Kuasa.
4.
Kredibilitas
ILMU
Imam Asy Syahid Syekh Hasan Al Banna (pendiri
pergerakan Ikhwanul Muslimin Mesir) pernah memberikan petunjuk kepada
pengikutnya untuk membaca buku minimal 2 jam/minggu diluar bacaan yang
berhubungan dengan keilmuannya atau pekerjaannya. Hal ini disarankan agar
anggota Ikhwanul Muslimin selalu meng-upgrade keilmuannya di berbagai bidang,
diluar bidang yang dikuasai, dan dapat berpendapat yang obyektif terhadap
perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Qoute dari Tom MC Ifle berikut ini cukup
menggambarkan urgensi tingkat keilmuan seseorang akan biaya yang harus
dikeluarkan apabila tidak berilmu : “berapa biaya yang akan anda tanggung dari
kegagalan, akibat TIDAK berpengetahuan? So Stay Hunger and Stay Foolish for
Knowledge”.
Perkembangan teknologi dewasa ini membuat
manusia begitu mudah untuk mendapatkan ilmu. Allah SWT menganugrahkan ilmu
kepada Jack Dorsey dengan twitter-nya sehingga setiap hari orang-orang bisa
mendapatkan curahan ilmu dari mentor-mentor – yang belum tentu pernah bertemu
sebelumnya – cukup dengan mem-follow orang tersebut. Tidak perlu seperti Imam
Bukhari pada jaman dahulu yang harus menempuh ratusan kilometer demi untuk
menelusuri keabsahan suatu hadist. Dengan adanya telepon pintar (smartphone),
orang bisa berbagi ilmu hanya dalam waktu hitungan detik, yang penting
koneksinya internetnya bagus.
Kredibilitas ilmu seseorang juga perlu diasah
agar dapat menghantarkan orang tersebut menjadi seorang expert. Dalam buku DNA
SuksesMulia karya trio SuksesMulia (Jamil Azzaini, Indrawan Nugroho, Farid
Poniman) dituliskan bahwa seseorang bisa menjadi expert apabila telah berlatih
selama 10.000 jam dengan kondisi latihan yang terancang dengan baik atau
disebut juga deliberate practice, bukan pengulangan latihan yang sama, tapi
latihan yang semakin meningkat kapasitas kesulitannya.
Dengan kredibilitas ilmu yang dimiliki,
seseorang akan dapat menemukan berbagai jawaban akan pertanyaan-pertanyaan
hidupnya, baik dalam dunia pekerjaan, hubungan sosial masyarakat maupun yang
berkaitan dengan keluarga dan lain-lain.
5.
Kredibilitas
SOSIAL
Ada sebuah ungkapan yang menarik dari Ali Akbar
@pakarseo tentang keberhasilan seseorang saat ini. Beliau mengungkapkan bahwa
salah satu syarat untuk sukses pada masa kini adalah harus hidup di 2 dunia
yaitu “dunia nyata” dan “dunia maya”. Hal ini terkait dengan cara interaksi
manusia masa kini. Perkembangan teknologi – khususnya internet – telah mengubah
cara bermasyarakat atau interaksi sosial manusia masa kini. Hal ini terkadang
membuat interaksi “dunia nyata” seperti terabaikan. Sering kita lihat di
tempat-tempat umum, banyak orang lebih asyik “berinteraksi” dengan HP-nya
daripada berbicara dengan teman sebelahnya. Seorang Ibu mengeluh karena ketika
arisan keluarga, anaknya tidak bisa berinteraksi dengan anggota keluarga lain
malah asyik BBM-an.
Lalu kredibilitas sosial seperti apa yang diperlukan guna menjadi seorang manusia tangguh? Apakah harus eksis di 2 dunia? Atau cukup dengan eksis di salah satu dunia tersebut? Tentu saja yang palingafdol adalah harus eksis dunia akhirat. Di awal tulisan disampaikan bahwa seseorang tidak hanya harus Sukses tapi juga harus Mulia. Pemaknaan Mulia disini adalah bagaimana ia dapat bermanfaat bagi sesama. Dalam hadist diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa “sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi yang lainnya”. Ketika seseorang mempunyai harta yang banyak, apakah hartanya itu dapat memberi manfaat bagi khalayak atau masyarakat sekitarnya? Ketika seseorang mempunyai ilmu, apakah ilmunya tersebut dapat membuat orang lain lebih berdaya? Ibu Tri Mumpuni malah memaknai bahwa orang kaya itu bukan karena hartanya, tetapi karena hasil karyanya mampu membuat lebih banyak orang berdaya sehingga lebih banyak orang yang mampu memberi kepada sesama. Ibu Tri Mumpuni ini telah mempunyai kredibilitas sosial yang tinggi dengan cara membuat pembangkit listrik tenaga air sederhana yang beliau buat bersama suami agar desa mereka bisa “melek” listrik. Bapak Jamil Azzaini ketika di Dompet Dhuafa berhasil membuat ribuan Baitul Mal wat Tamwil di berbagai belahan bumi Nusantara guna mengangkat perekonomian yang kurang beruntung dan sekarang telah mempunyai aset triliyun rupiah.
Lalu kredibilitas sosial seperti apa yang diperlukan guna menjadi seorang manusia tangguh? Apakah harus eksis di 2 dunia? Atau cukup dengan eksis di salah satu dunia tersebut? Tentu saja yang palingafdol adalah harus eksis dunia akhirat. Di awal tulisan disampaikan bahwa seseorang tidak hanya harus Sukses tapi juga harus Mulia. Pemaknaan Mulia disini adalah bagaimana ia dapat bermanfaat bagi sesama. Dalam hadist diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa “sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi yang lainnya”. Ketika seseorang mempunyai harta yang banyak, apakah hartanya itu dapat memberi manfaat bagi khalayak atau masyarakat sekitarnya? Ketika seseorang mempunyai ilmu, apakah ilmunya tersebut dapat membuat orang lain lebih berdaya? Ibu Tri Mumpuni malah memaknai bahwa orang kaya itu bukan karena hartanya, tetapi karena hasil karyanya mampu membuat lebih banyak orang berdaya sehingga lebih banyak orang yang mampu memberi kepada sesama. Ibu Tri Mumpuni ini telah mempunyai kredibilitas sosial yang tinggi dengan cara membuat pembangkit listrik tenaga air sederhana yang beliau buat bersama suami agar desa mereka bisa “melek” listrik. Bapak Jamil Azzaini ketika di Dompet Dhuafa berhasil membuat ribuan Baitul Mal wat Tamwil di berbagai belahan bumi Nusantara guna mengangkat perekonomian yang kurang beruntung dan sekarang telah mempunyai aset triliyun rupiah.
Contoh diatas adalah sebagian kecil orang-orang
yang mempunyai kredibilitas sosial yang tinggi dan hasilnya memberi manfaat
yang banyak bagi orang lain.
6.
Kredibilitas
FISIK
Kredibilitas terakhir yang harus dimiliki guna
menjadi manusia tangguh selanjutnya adalah kredibilitas fisik. Ketika seseorang
mempunyai iman yang kokoh, ruh yang selalu terjaga, akhlak yang baik,ilmu yang
tinggi, berdaya guna bagi sesama maka untuk melengkapi itu semua seseorang
tersebut harus mempunyai fisik yang sehat. Apa jadinya seorang trainer ketika
di tengah presentasi dia pingsan karena kehabisan energi akibat tingginya jam
tayang? Asy Syahid Syekh Hasan Al Bannaberpesan bahwa dalam sehari semalam
harus disisihkan waktu sekitar 30 menit untuk berolahraga agar kesehatan fisik
selalu terjaga.
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh para
peneliti syaraf dari Rush University Medical Center yang diterbitkan dalam
edisi online Neurology, menyebutkan bahwa aktifitas fisik harian – termasuk
olahraga, memasak, mencuci dan lain-lain – dapat mengurangi resiko penyakit
Alzheimer dan penurunan kemampuan kognitif, bahkan pada orang yang berusia di
atas 80 tahun.
Bagaimana dengan orang-orang yang mempunyai
kekurangan fisik? Apakah hilang kesempatan mempunyai manusia yang tangguh?
Kekurangan fisik tidak bisa menjadi halangan untuk menjadi seorang yang
tangguh. Sejarah mencatat orang-orang berkekurangan secara fisik namun berdaya
guna bagi orang lain. Ada Helen Keller (tuna rungu dan tuna netra) yang mampu
menginspirasi dunia karena dengan keterbatasannya ia mampu menjadi seorang
aktifis politik, penulis dan dosen, adaStephen Hawking yang dalam
keterbatasannya bisa menjadi profesor fisika kuantum yang paling disegani di
dunia, di Indonesia ada Habibi Afsyah yang mempunyai penghasilan yang lumayan
melalui dunia maya meskipun untuk memakai baju pun harus dipakaikan karena
kelumpuhan hampir 80% tubuhnya.
So...bagi kita yang “normal”, adakah alasan
untuk tidak menjadi pribadi yang tangguh?
Keep fighting!!!
Keep fighting!!!