Pendahuluan
Prevalensi gangguan gizi pada usia lanjut di
Indonesia memang belum diketahui, namun laporan beberapa peneliti menunjukkan
bahwa paling tidak asupan nutrisi kelompok rentan gizi ini memang belum
memuaskan. Azis (tahun 1988)
melaporkan bahwa tidak sampai 70 persen dari usia lanjut yang diteliti
mengkonsumsi energi sebesar lebih kurang 80 persen dari yang dianjurkan.
Sementara Husaini (tahun 1989)
mengemukakan hasil survenya, dimana prevalensi gizi kurang di dua kabupaten
yang diteliti (di Daerah Istimewa Yogyakarta) mencapai 75,8 persen serta
rata-rata konsumsi energi hanya 70 persen dari yang dianjurkan. Penulis
mendapatkan (tahun 1996) bahwa prevalensi gizi kurang di tiga buah panti werdha
di Jakarta Pusat ialah 38,4 persen; dan terdapat 45,2 persen usia lanjut dengan
asupan energi kurang dari 75% RDA serta 37 persen usia lanjut dengan asupan
protein kurang dari 0,8 gram/kgBB/hari.
Bahwa
status gizi berpengaruh terhadap kesehatan umum, daya tahan tubuh serta proses
penyembuhan penyakit tentu sudah dimaklumi. Namun bagi usia lanjut yang rentan
terhadap penyakit, maka masalahnya menjadi lebih perlu diwaspadai. Usia lanjut
mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih rendah serta memerlukan waktu
penyembuhan lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa muda. Hal tersebut
perlu dibantu dengan nutrisi yang baik, maka perhatian terhadap asupan nutrient
yang baik menjadi persoalan yang esensial bagi warga usia lanjut.
Teori Proses Menua
Teori yang mencoba menerangkan proses menua tidak
sedikit, namun harus diakui bahwa tidak satupun yang dapat secara mendasar
menjelaskan mekanisme utama terjadinya proses menua.
Teori radikal bebas adalah salah satu teori yang
saat ini paling banyak dianut. Sebagaimana diterangkan oleh Harman, teori ini mencoba menerangkan
proses menua berdasarkan timbulnya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron
tak lengkap; terbentuk dari reaksi transfer electron tunggal dan merupakan
molekul yang sangat reaktif.
Radikal bebas dapat dirusak oleh enzim-enzim
protektif, yaitu superoksid-dismutase, katalase dan glutasi-peroksidase. Bila
terdapat radikal bebas yang tidak terdestruksi, maka radikal bebas tersebut
akan merusak membran organel subselular seperti membran mitokondria dan membran
mikrosom. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Bentuk
kerusakan yang tampak misalnya munculnya proses degeneratif.
Teori
radikal bebas ini lebih dapat memberikan gambaran proses menua di tingkat
selular secara lebih fundamental, yang dapat terjadi pada tiap jenis sel.
Sistem Pencernaan pada Usia Lanjut
Ada beberapa keadaan yang berpengaruh terhadap
masukan makanan pada usia lanjut, yaitu xerostomia (dry mouth), disfagia, intoleransi makanan dan dyspepsia.
Selain itu perubahan anatomi dan fisiologi juga
perlu diperhatikan. Perubahan anatomi usus halus sudah diteliti sejak awal
tahun enampuluhan, namun hasilnya tidak konsisten. Penyebab antara lain karena
kondisi hewan-hewan percobaan tidak sama, baik makanan yang dimakan maupun ada
tidaknya penyakit, hal mana tentu berpengaruh terhadap arsitektur mukosa usus
halus.
Holt,
seperti dikutip oleh Nelson dan Castell, melakukan penelitian dimana
hewan-hewan percobaan ditangkar dan diberi makan dengan makanan yang sama
kemudian dilakukan pemeriksaan arsitektur usus halus. Ternyata tidak terdapat
perubahan pada kripti dan tinggi villus usus halus bagian proksimal dengan
bertambahnya usia, sedangkan tinggi villus di ileum bertambah.
Pada tahun 1975 Webster
dan Leeming melaporkan hasil
penelitian mereka terhadap tinggi villus usus halus pada dewasa muda
dibandingkan dengan usia lanjut (biopsi post
mortem), ternyata tidak berbeda dengan bertambahnya usia.
Holt
kemudian mengemukakan bahwa sebenarnya memang sulit menentukan hubungan antara
perubahan struktur mukosa dengan fungsi fisiologis, sebab walaupun dalam
penelitiannya tidak didapatkan perbedaan atau perubahan pada mukosa, namun
terlihat adanya penurunan sekresi beberapa enzim pencernaan.
Xerostomia sebagai akibat penurunan sekresi air liur
ialah salah satu contohnya. Efek penuaan terhadap sekresi yang paling jelas
terlihat pada gaster. Sel-sel mukosa gaster menghasilkan antara lain HCL yang
berperan penting dalam absorpsi beberapa nutrient serta mengontrol jumlah
populasi bakteri mikroflora; selain itu juga faktor intrinsik yang penting
dalam penyerapan vitamin B12.
Kerusakan sel mukosa biasanya selalu diikuti dengan
regenerasi, namun bila proses tersebut
terhambat misalnya karena penuaan maka akan terjadi berbagai gangguan,
seperti atrofi dan berkurangnya sekresi cairan lambung.
Penurunan kemampuan regenerasi mukosa lambung adalah
sebagai akibat berkurangnya suplai darah ke gaster serta menurunnya metabolisme
energi sel mukosa tersebut.
Berkurangnya sekresi asam lambung juga menyebabkan
pertumbuhan mukroflora secara berlebihan di usus halus proksimal. Hal tersebut
mengakibatkan gangguan berupa kompetisi dalam penyerapan vitamin B dan gangguan
absorpsi lemak.
Penurunan sekresi enzim laktase usus halus juga
terjadi sesuai dengan penambahan usia; tetapi tidak dengan sekresi disakaridase
yang lain seperti sukrase dan maltase. Amylase, lipase, protease dan bikarbonat
yang disekresi oleh pankreas juga mengalami penurunan sampai 40 persen.
Penting pula untuk diperhatikan ialah bahwa gangguan
fungsi saluran pencernaan tak lepas dari pengaruh faktor hormonal, otot dan
inervasi serta susunan saraf pusat yang pada usia lanjut dapat mengalami
perubahan.
Secara
umum sebenarnya fungsi saluran pencernaan pada kebanyakan usia lanjut rata-rata
normal, bila terdapat perubahan maka terjadi secara bertahap atau
berangsur-angsur sesuai dengan penambahan usia, bergradasi atau bervariasi
untuk tiap individu. Namun adaptasi atau kemampuan kompensasi terhadap
penyakit, masuknya patogen dan perubahan jumlah maupun bentuk makanan yang
ekstrim akan berkurang.
Penentuan Kebutuhan Nutrisi pada
Usia Lanjut
Penentuan kebutuhan nutrisi pada usia lanjut harus
merujuk kepada pengertian angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Angka tersebut
biasanya dikenal dengan istilah recommended
dietary allowances atau yang lazim disingkat RDA.
Angka
kecukupan gizi yang dianjurkan ialah suatu kecukupan rata-rata zat gizi bagi
hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Dalam penentuan kecukupan
gizi yang dianjurkan pada umumnya sudah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan
individual, sehingga angka kecukupan gizi yang dianjurkan setingkat dengan
kebutuhan rata-rata ditambah dua kali simpang baku. Dengan demikian kecukupan
yang dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi. Angka tersebut adalah
untuk tingkat fisiologis dengan aktivitas sedang.
1.
Energi
Kebutuhan
energi pada usia lanjut mengalami penurunan sesuai dengan pertambahan umur.
Untuk Basal Metabolic Rate saja
terjadi penurunan per tahun sebesar 5,23 kalori/hari, sedangkan untuk keperluan
lain termasuk latihan fisik terjadi penurunan per tahun sebesar 7,6
kalori/hari. Asupan energipun menurun setiap tahun sebesar 12,4 kalori/hari
semenjak usia dewasa muda. Sementara kemampuan tubuh untuk menghasilkan energi
juga menurun setiap tahun sebesar 12 kalori/m2/jam.
Penurunan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fisik berkurang,
perubahan komposisi tubuh, dimana biasanya terjadi penurunan lean body mass, serta penurunan
pemakaian otot dan menurunnya metabolisme jaringan. Hal-hal tersebut terutama
tampak lebih jelas pada usia 70 tahun atau lebih.
Persentase
energi yang berasal dari karbohidrat sebaiknya sekitar 60-65% dari total
kalori, dan sebaiknya dari karbohidrat kompleks.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi terakhir (ke-5, tahun 1993), RDA untuk usia lanjut pria adalah 2200
kalori, sedangkan untuk wanita 1850 kalori. Asupan sebesar 75% hingga 100% dari
RDA dianggap mencukupi.
2.
Serat
Konsumsi
serat amat penting bagi usia lanjut karena dapat meningkatkan peristaltik usus
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya konstipasi (suatu keadaan yang
acapkali mengganggu warga usia lanjut). Selain itu diit tinggi serat juga dapat
memperbaiki profil lipid darah serta mengurangi risiko kanker kolon.
Namun
perlu diingat bahwa konsumsi makanan tinggi serat ternyata kurang baik bagi
usia lanjut yang berbaring terus di tempat tidur, karena hal tersebut malah
akan menimbulkan mega kolon dan bahkan volvulus.
Jumlah serat 5 gram/hari sampai 7,5
gram/hari sudah cukup untuk usia lanjut. Sedangkan jumlah yang mendekati 20
gram/hari (jumlah untuk dewasa muda) tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan
risiko gangguan absorpsi unsur-unsur runut (serat tinggi mempunyai afinitas
kuat untuk mengikat mineral).
3.
Lemak
Pada
usia lanjut, lemak tetap diperlukan dalam jumlah secukupnya, dan terutama
dianjurkan yang kaya lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated
Fatty Acids= PUFA). Asam lemak essensial seperti asam linoleat dan asam
linolenat merupakan asam lemak tak jenuh ganda. Asam linoleat dapat dikonversi
oleh tubuh menjadi asam arakidonat dan keduanya terdapat dalam fosfolipid yang
merupakan komponen penting dalam struktur membran sel. Asam linolenat
(merupakan asam omega-3) adalah substrat yang penting untuk sintesis asam
eikosapentanoat dan asam dokosaheksanoat. Kedua zat ini dapat mempengaruhi
agregasi trombosit, sehingga dikatakan bahwa omega-3 merupakan faktor protektif
terhadap penyakit jantung koroner.
Untuk usia lanjut dianjurkan
mengkonsumsi susu dan produk susu yang rendah lemak, lebih banyak mengkonsumsi
ikan, unggas dan protein nabati, serta mengurangi konsumsi daging yang
mengandung banyak lemak. Asupan satu sendok makan minyak nabarti mengandung
kira-kira enam gram asam linoleat; jumlah tersebut mencukupi kebutuhan
sehari-hari.
4.
Protein
Dengan
bertambahnya usia, maka lean body mass
akan berkurang; seiring dengan hal tersebut maka kemampuan sintesis protein dan
protein degradation rate juga sedikit
mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut maka RDA protein untuk usia
lanjut adalah kurang dari RDA untuk dewasa muda, yaitu sebesar 0,8
gram/kgBB/hari. Jumlah tersebut cukup untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen. Jumlah asupan protein yang terlalu besar dapat mempercepat penurunan
fungsi ginjal.
Sebenarnya kadar albumin dalam
darah cukup stabil pada usia lanjut, namun keadaan sakit yang ringan saja
acapkali dapat menurunkan kadar albumin serum.
5.
Vitamin
dan Mineral
Berbagai
tulisan telah mengulas tentang perlu tidaknya usia lanjut mengkonsumsi preparat
vitamin dan mineral. Untuk mengetahui konklusinya maka tentu perlu terlebih
dahulu dipahami berapa kebutuhannya (RDA). Sampai saat ini belum semua vitamin
dan mineral mempunyai angka RDA untuk Indonesia; hal tersebut disebabkan oleh
terbatasnya penelitian serta sebagian karena zat itu dibutuhkan hanya dalam
jumlah yang amat kecil.
Penentuan RDA
untuk vitamin dan mineral sebagian besar berdasarkan asupan rata-rata sehari
yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi normal tubuh yang diketahui dipengaruhi
oleh kecukupan nutrient yang bersangkutan. Sebagian lagi dihubungkan dengan
muncul atau tidaknya gejala maupun tanda defisiensi nutrient dimaksud. RDA
untuk masing-masing vitamin dan mineral dapat dilihat pada lampiran.
Beberapa Keadaan yang Berpengaruh
Terhadap Nutrisi pada Usia Lanjut
1.
Faktor
Budaya
Pada usia lanjut tetap terdapat
kecenderungan terhadap atau lebih menyukai suatu makanan tertentu. Hal tersebut
dipengaruhi oleh tradisi, suku, agama atau kepercayaan serta kebiasaan sejak
muda. Makanan yang sudah terbiasa dikonsumsi sejak muda biasanya lebih disukai.
Dengan bertambahnya usia maka biasanya mereka memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk memilih makanan yang sudah terbiasa dikonsumsi sejak muda.
2.
Faktor
Sosial
Pilihan makanan juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan dan pengalaman. Mereka yang berada pada status sosial
tertentu hanya pernah mengkonsumsi beberapa jenis makanan tertentu saja,
pilihan makanan mereka biasanya juga terbatas. Sementara mereka dengan taraf
pendidikan atau sosial lebih tinggi mempunyai kesempatan mengenal beraneka
ragam makanan yang lain (lebih bervariasi). Pilihan makanan kelompok yang
terakhir ini biasanya lebih banyak.
3.
Faktor
Situasional
Keadaan finansial,
tinggal sendirian, jauh dari pasar/tempat penjualan bahan makanan, kemudahan
penyiapan makanan, keadaan gigi geligi, suasana sekitar serta bebagai penyakit
atau hendaya juga dapat mempengaruhi asupan makanan para usia lanjut.
Lampiran
1.
Kecukupan Gizi
Rata-rata yang Dianjurkan Sehari Bagi Golongan Usia 60 Tahun ke Atas
|
Satuan
|
Pria
|
Wanita
|
Energi
Protein
Vitamin
A
Vitamin
B1
Vitamin
B2
Vitamin
B3
Vitamin
B5
Vitamin
B6
Vitamin
B9
Vitamin
B12
Vitamin
C
Vitamin
D
Vitamin
E
Vitamin
K
Kalsium
Fosfor
Magnesium
Besi
Selenium
Seng
Tembaga
Mangan
Kromiun
Iodium
|
kkal
g/kgBB
µg/RE
IU
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
µg
α
TE
µg
mg
mg
mg
mg
µg
mg
mg
mg
µg
µg
|
2200
0,8
600
1800
1,0
1,0
10
7,0
2,0
190
1,0
60
5-10
10
80
500
500
280
13
60
15
1,5-3,0
2,0-5,0
50-200
150
|
1850
0,8
500
1500
1,0
1,0
8
5,0
2,0
150
1,0
60
5-10
8
65
500
450
250
14
50
15
1,5-3,0
2,0-5,0
50-200
150
|
Sumber:
Kepustakaan No.13 dan 15.
Lampiran 2.
Perbandingan Komposis Lean Body Mass, Lemak dan Mineral Tubuh
pada Usia Dewasa Muda dan Usia Lanjut
Komposisi Tubuh
(Persen)
|
Usia
|
|
20-29 tahun
|
70-79 tahun
|
|
Lean
body mass
Lemak
Mineral
|
61
14
6
|
52
24
5
|
Sumber: Dikutip dari Schlenker ED, Nutrition in
Aging, 2nd ed, 1993:57
Lampiran 3.
Perubahan Berat Lemak
dan Protein Tubuh Sesuai Pertambahan Umur
Umur
(tahun) |
Protein Otot
(kg)
|
Protein Bukan Otot
(kg)
|
Lemak
(kg)
|
Pria:
20-29
49-49
70-79
|
4,54
3,80
2,50
|
8,32
8,20
8,60
|
15,3
19,3
24,6
|
Wanita:
20-29
40-49
70-79
|
1,85
1,94
1,11
|
7,23
6,53
6,10
|
16,0
21,2
23,0
|
Sumber: i.d.:58
DAFTAR PUSTAKA
Azis
MK. Konsumsi Energi dan Zat-zat Gizi pada Usia Lanjut di Panti Werdha Pasar
Rebo, Jakarta Timur. Skripsi. Jakarta: Akademi Gizi Depkes RI, 1988:30.
Husaini
MA dkk. Penelitian Keadaan Gizi dan Faktor-faktor Biomedik Sosio-Kultural dan
Psikologik yang Mempengaruhi Usia Lanjut. Puslitbang Gizi, Badan Litbangkes.
Depkes RI. Bogor, 1990:13
Soejono
CH. Status Gizi Warga Usia Lanjut di Panti Werdha di Jakarta Pusat dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Laporan Penelitian Akhir. Jakarta. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1995: 33.
Hazzard
WR. The Biology of Aging. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 11th
Edition. New York. McGraw-Hill Book Company. 1978:447-50.
Roe
DA. The Physiology and Pathology of Aging. Dalam: Geriatric Nutrition. 2nd
Edition. New Jersey. Prentice-Hall Inc. 1987: 9-14.
Direktorat
Bina Gizi Masyarakat. Ditjen Binkesmas, Depkes RI. Petunjuk Menyusun Menu Bagi
Usia Lanjut. Jakarta, Depkes RI, 1991.
Podrasky
MRD. Theories of Aging. Dalam: Frause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. 8th
Edition. Philadelphia. WB Saunders Co. 1992:245-50.
Rumawas
JSP. Peranan Gizi pada Peningkatan Kualitas Hidup Warga Usia Lanjut di
Indonesia. Pidato Pengukuran Guru Besar. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 1993:4-6.
Kane
RL, Ouslander JG, Abrass IB. Clinical Implications of The Aging Process. Dalam:
Essentials of Clinical Geriatrics. 2nd Edition. Singapore.
McGraw-Hill International Edition. 1989:8-10.
Hijmans
W. Biology of Aging. Dalam: Gerontology-Aging of Man. Cours on Gerontology-Geriatrics.
Jakarta: Kelompok Kerja Gerontologi CME, FKUI-Deucth Foundation, 9-11 November
1992:5-6.
Nelson
JB, Castell DO. Aging and Small Intestine Function. Dalam: Principles of
Geriatric Medicine and Gerontology. 2nd Edition. Caledonia USA. McGraw-Hill
Inc. 1990:598.
Broklehurst
JC, Allen SC. Alimentary Disorder. Dalam: Geriatric Medicine for Students. 3td
Edition. Edinburgh. Churchill Livingstone. 1987:148.
Caird
FI. Medicine in Old Age. Dalam: Oxford Textbook of Medicine. Vol.II. 2nd
Edition. London, 1987:27.
Schlenker
ED. Nutrient Digestion and Absorption. Dalam: Nutrition in Aging. 2nd
Edition. Missouri. Mosby-Year Book Inc. 1993:77-87.
Muhilal,
Jus’at I, Husaini, Jalal F, Tarwotjo IG. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan.
Dalam: Widyakrya Nasional Pangan dan Gizi Ke-5, Jakarta, 1993:26.
Morley
JE. Nutrition and Aging. Dalam: Principles of Geriatric Medicie and
Gerontology. 2nd Edition. Caledonia USA. McGraw-Hill Inc. 1990:53.
Soejono
CH. Suplementasi Vitamin dan Mineral Bagi Usia Lanjut, Manfaat dan Kerugiannya.
Saripustaka, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1995:21-45.
No comments:
Post a Comment