I.
KONSEP
DASAR PENYAKIT
A.
DEFINISI
Hepatitis
adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel
hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang
khas (Brunner & Suddarth, 2001).
Hepatitis
virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek utamanya
pada hati (Price & Willson, 2006).
Hepatitis
virus akut adalah penyakit infeksi virus hepatotropik yang bersifat sistemik
& akut (Mansjoer, dkk, 2000).
B.
ETIOLOGI
Paling sedikit ada 6
jenis virus penyebab hepatitis (masing-masing menyebabkan tipe hepatitis yang
berbeda), yaitu :
1. Virus
hepatitis A (HAV).
2. Virus
hepatitis B (HBV).
3. Virus
hepatitis C (HCV).
4. Virus
hepatitis D (HDV).
5. Virus
hepatitis E (HEV).
6. Virus
hepatitis G (HGV).
C.
KLASIFIKASI
1. Hepatitis
A (Hepatitis Infeksiosa)
-
Penyebab : Virus hepatitis A (HAV).
-
Cara penularan : - Jalur fekal-oral.
- Sanitasi
yang jelek.
- Kontak
antar manusia.
- Dibawa
oleh air & makanan.
-
Inkubasi (hari) : 15-49 hari, rata-rata
30 hari.
-
Imunitas : Homologus.
-
Tanda dan gejala : - Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala :
sakit mirip flu.
-
Fase pra-ikterik : sakit kepala,
malaise, patique, anoreksia, febris.
-
Fase ikterik : Urine yang berwarna
gelap, gejala ikterus pada sclera & kulit, nyeri tekan pada hati.
-
Hasil akhir : biasanya ringan dengan pemulihan. Tidak terdapat status karier
atau meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis, atau kanker hati.
2.
Hepatitis B (Hepatitis Serum)
-
Penyebab : Virus Hepatitis B (HBV).
-
Cara penularan : - Parenteral atau lewat koncak dengan karier
atau penderita infeksi akut, koncak seksual, & oral-oral.
-
Penularan perinatal dari ibu kepada
bayinya.
-
Inkubasi : 28-160 hari. Rata-rata 70-80
hari.
-
Imunitas : Homologus.
-
Tanda & gejala : Dapat terjadi tanpa
gejala, dapat timbul antralgia ruam.
-
Hasil akhir : Dapat berat. Status karier
mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis, & kanker
hati.
3.
Hepatitis C (Hepatitis non- A, non-Ba)
-
Penyebab : Virus hepatitis C (HCV).
-
Cara penularan : Transfusi darah & produk darah, terkena darah yang
terkontaminasi lewat peralatan atau parafenalia obat.
-
Inkubasi : 15-160 hari (rata-rata 50
hari).
-
Imunitas : Serangan kedua dapat homologus menunjukkan imunitas yang rendah
atau infeksi oleh agens lain.
-
Tanda & gejala : Serupa dengan HBV :
tidak begitu berat & anikterik.
-
Hasil akhir : Sering terjadi status karier yang kronis & penyakit hati yang
kronis. Meningkatnya risiko kanker hati.
4.
Hepatitis D
-
Penyebab : Virus hepatitis D.
-
Cara penularan : Sama seperti HBV,
antigen permulaan HBV diperlukan untuk replikasi ; pola penularan serupa dengan
pola penularan HBV.
-
Inkubasi : 21-140 hari. Rata-rata 35
hari.
-
Imunitas : Homologus.
-
Tanda & gejala : Serupa dengan HBV.
-
Hasil akhir : Serupa dengan HBV, tetapi
kemungkinan status karier, hepatitis aktif yang kronis & sirosis lebih
besar.
5.
Hepatitis E
-
Penyebab : virus hepatitis E (HEV).
-
Cara penularan : Jalur fekal-oral : kontak antar manusia dimungkinkan meskipun
risikonya rendah.
-
Inkubasi : 15-65 hari. Rata-rata 42
hari.
-
Imunitas : Tidak diketahui.
-
Tanda & gejala : Serupa dengan HAV,
kecuali sangat berat pada wanita hamil.
-
Hasil akhir : Serupa dengan HAV, kecuali
sangat berat pada wanita hamil.
D. PATOFISIOLOGI
Skemanya
:
Nekrosis
& kerusakan sel hepar
Inflamasi yang menyebar pada hepar
(hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus & oleh reaksi toksik terhadap
obat-obatan & bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut
lobule & unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan
terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis &
kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon system imun dan digantikan oleh sel-sel
hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami
hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
E. MANIFESTASI KLINIS
Terjadi gejala prodromal infeksi
viral sistemik seperti anoreksia, nausea, vomiting, fatigue, malaise,
artralgia, mialgia, nyeri kepala, fotopobia, faringitis, batuk dan koriza dapat
mendahului timbulnya ikterus selama 1-2 minggu. Apabila hepar sudah membesar
pasien dapat mengeluh nyeri perut kanan atas.
Demam, dengan suhu sekitar 38-39 °C
lebih sering ditemukan pada hepatitis A. Urine berwarna gelap (seperti air teh)
dan feses berwarna tanah (clay-colored). Dengan timbulnya gejala kuning/ikterus
maka biasanya gejala prodromal menghilang. Hepatomegali dapat disertai nyeri
tekan. Splenomegali dapat ditemukan pada 10-20% pasien.
F. KOMPLIKASI
Dapat terjadi komplikasi ringan,
misalnya kolestasis berkepanjangan, relapsing hepatitis, atau hepatitis kronis
persisten dengan gejala asimtomatik dan AST fluktuatif.
Komplikasi berat dapat terjadi
adalah hepatitis kronis aktif, sirosis hati, hepatitis fulminan, atau karsinoma
hepatoseluler. Selain itu, dapat pula terjadi anemia aplastik,
glomerulonefritis.
G. PROGNOSIS
Hepatitis A biasanya mempunyai
prognosis baik kecuali yang fulminan, sedangkan hepatitis B prognosisnya
semakin buruk bila infeksi terjadi semakin dini.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat 2 pemeriksaan penting untuk
mendiagnosis hepatitis, yaitu tes awal untuk mengkonfirmasi adanya peradangan
akut pada hati dan tes yang bertujuan untuk mengetahui etiologi dari peradangan
akut tersebut.
Pemeriksaan tes fungsi hati, khususnya
Alanin Amino Transferase (ALT = SGPT), Aspartat Amino Transferase (AST = SGOT).
Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan billirubin.
Kadar transaminase (SGOT/SGPT)
mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peningkatan kadar SGOT & SGPT
yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-2.000 IU/mL. Terjadi
peningkatan billirubin total serum (berkisar antara 5-20 mg/dL).
I. PENGOBATAN
Tidak terdapat terapi spesifik untuk
hepatitis virus akut. Tirah baring selama fase akut penting dilakukan, dan diet
rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan makanan yang dapat
dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu
diberikan selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah. Aktivitas fisik
biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali
normal.
Pengobatan terpilih untuk hepatitis
B atau C kronis simtomatik adalah terapi antivirus dengan interferon - α.
Terapi antivirus untuk hepatitis D kronis membutuhkan pasien uji eksperimental.
J. PENCEGAHAN
Pengobatan lebih ditekankan pada
pencegahan melalui imunisasi karena keterbatasan pengobatan hepatitis virus.
Vaksin diberikan dengan rekomendasi untuk jadwal pemberian 2 dosis bagi orang
dewasa berumur 18 tahun & yang lebih tua. Dan dosis ke-2 diberikan 6 hingga
12 bulan setelah dosis pertama. Cara pemberian adalah suntikan intramuskular
dalam otot deltoideus.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise umum.
2. Sirkulasi
Tanda : Bradikardia (hiperbillirubinemia berat), ikterik pada sklera, kulit
& membran mukosa.
3.
Eliminasi
Gejala : Urine
gelap, diare/konstipasi, feses warna tanah liat, adanya/berulangnya
hemodialisa.
4.
Makanan/Cairan
Gejala : Hilang
nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema),
mual/muntah.
Tanda : Asites.
5.
Neurosensori
Tanda : Peka rangsang, cenderung tidur, letargi,
asteriksis.
6.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kram
abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, mialgia, artralgia, sakit kepala,
gatal (pruitus).
Tanda : Otot tegang, gelisah.
7.
Pernafasan
Gejala :
Tidak minat/enggan merokok (perokok).
8.
Keamanan
Gejala :
Adanya transfusi darah/produk darah.
Tanda : Demam, urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan,
eksaserbasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia
(kadang-kadang ada pada hepatitis alkoholik), splenomegali, pembesaran nodus
servikal posterior.
9.
Seksualitas
Gejala :
Pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpajan.
10.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Terpajan
virus, bakteri atau toksin, pembawa (simtomatik atau asimtomatik), adanya
prosedur bedah dengan anestesia haloten, terpajan pada kimia toksik,
perjalanan/imigran, obat jalanan atau penggunaan alkohol, diabetes, penyakit
ginjal, adanya infeksi seperti flu pada pernafasan atas.
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Tes fungsi hati.
2.
AST (SGOT)/ALT (SGPT).
3.
Darah lengkap.
4.
Leukopenia.
5.
Diferensial darah lengkap.
6.
Alkali fosfatase.
7.
Feses.
8.
Albumin serum.
9.
Gula darah.
10.
Anti – HAV IgM.
11.
Hbs Ag.
12.
Billirubin serum.
13.
Tes ekskresi BSP.
14.
Biopsi hati.
15.
Scan hati.
16.
Urinalisa.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum; penurunan kekuatan/ketahanan; nyeri.
Tujuan : Pasien mampu
beraktivitas kembali.
Kriteria
Hasil :- Menyatakan pemahaman situasi/faktor risiko
& program pengobatan individu.
- Menunjukkan
tehnik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
- Melaporkan
kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi:
-
Tingkatkan tirah baring/duduk, berikan
lingkungan tenang.
Rasional
: Meningkatkan istirahat & ketenangan
menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi duduk
tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal
ke sel hati.
-
Ubah posisi dengan sering. Berikan
perawatan kulit yang baik.
Rasional
: Meningkatkan fungsi pernapasan &
meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan
jaringan.
-
Lakukan tugas dengan cepat & sesuai
toleransi.
Rasional
: Memungkinkan periode tambahan istirahat
tanpa gangguan.
-
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
Rasional
: Tirah baring lama dapat menurunkan
kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode
istirahat.
-
Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri
tekan pembesaran hati.
Rasional
: Menunjukkan kurangnya
resolusi/eksaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, mengganti program
terapi.
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi &
metabolisme pencernaan makanan ; penurunan peristaltik (refleks viseral),
empedu tahanan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria
Hasil : - Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk
meningkatkan/mempertahankan berat badan yang sesuai.
- Menunjukkan
peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai Lab. normal & bebas
tanda malnutrisi.
Intervensi:
-
Awasi pemasukan diet. Berikan makanan
sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makanan pagi.
Rasional
: Makan banyak sulit untuk mengatur bila
pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat
masukan makanan yang sulit pada sore hari.
-
Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional
: Menghilangkan rasa tak enak dapat
meningkatkan nafsu makan.
-
Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional
: Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan
dapat meningkatkan pemasukan.
-
Konsul pada ahli diet, dukungan tim
nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien dengan masukan lemak
& protein sesuai toleransi.
Rasional
: Untuk memenuhi kebutuhan individu.
Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi & pengeluaran empedu
& perlunya pembatasan lemak bila terjadi diare.
-
Awasi glukosa darah.
Rasional
: Hiperglikemia/hipoglikemia dapat
terjadi, memerlukan perubahan diet/pemberian insulin.
-
Berikan tambahan makanan/nutrisi
dukungan total bila dibutuhkan.
Rasional
: Untuk memenuhi kebutuhan kalori bila
tanda kekurangan terjadi/gejala memanjang.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddart.
(2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah. EGC. Jakarta.
Doenges,
Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
EGC. Jakarta.
Hudak
& Gallo. (1996). Keperawatan Kritis,
Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta.
Mansjoer,
Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.
Jakarta.
Noer,
Sjaifoellah, dkk. (1996). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
No comments:
Post a Comment