Latar Belakang
Dewasa ini telah banyak kemajuan yang dicapai di
bidang Gastroentero-Hepatologi baik dalam bidang yang berkaitan dengan biologi
molekular, seperti penetapan mutasi pada virus hepatitis B, genotip dari virus
hepatitis C, munculnya hepatitis G dan tes yang berkaitan untuk Helicobacter Pylori.
Demikian pula pemeriksaan ultrasonografi (USG) dalam
klinik yang telah dimulai sejak tahun 1950 telah menempatkan diri sebagai
penunjang diagnostik yang penting baik untuk kelainan parenkim hati kronis yang
difus, seperti sirosis hati maupun kelainan fokal yang jinak dan yang ganas
pada hati.
Ultrasonografi juga digunakan sebagai penyaring pada
pasien dengan dugaan obstruksi bilier. Dalam perkembangan selanjutnya USG juga
telah dipakai untuk diagnostik dan pada waktu bersamaan untuk sarana
intervensional pada kelainan hati serta obstruksi bilier.
Pada
kesempatan ini akan disampaikan kemajuan dan pengalaman mengenai prosedur
intervensional serta tindakan alternative dalam bidang gastroentero-hepatologi
seperti yang berikut ini.
Abses Hati
Abses hati umumnya memberikan gambaran
ultrasonografi yang cukup mudah yaitu suatu area atau nodul dengan gambaran
kompleks dapat berupa campuran antara eko yang hipo, hiper dan isoekoik,
kadang-kadang dengan bentuk yang kasar di dalamnya. Memberikan gambaran
dinding-dinding yang tebal, dapat irregular dan adakalanya dengan septa.
Tergantung pada letak dan ukurannya mungkin perlu
diaspirasi. Abses dengan ukuran lebih dari 2 cm dan terletak subkapsular
biasanya perlu aspirasi. Walaupun terdapat septa tidak menghalangi aspirasi
karena pada umumnya septa tersebut tidak lengkap.
Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum halus
dan mengarahkan jarum langsung masuk ke dalam abses dengan bimbingan USG,
dengan menggunakan puncture transducer.
Mengeluarkan pus dari abses gunanya untuk melihat
jenis abses yaitu piogenik atau abses amuba, di samping untuk pemeriksaan
kultur dan sitologi. Pada abses piogenik sekaligus berguna untuk memasukkan
antibiotika ke dalam rongga abses. Kemudian dalam periode yang berkala
dilakukan tindak lanjut untuk melihat kemungkinan abses rekuren atau terjadi
resorpsi yang lengkap. Mikroorganisme dapat mencapai hati melalui saluran
empedu, vena porta, arteri hepatica, saluran limfe atau penyebaran langsung.
Abses dapat timbul sekunder dari trauma bedah atau
non-bedah. Selain itu dapat pula terjadi infeksi pada kista atau tumor yang
nekrosis. Pada kirap-kira 20% abses piogenik tidak dapat dijelaskan kausanya.
Dari
kepustakaan Negara maju, abses yang ditemukan umumnya abses piogenik tetapi di
dalam lingkungan yang masih ada enteritis karena amuba, kemungkinan abses
karena amuba perlu dipikirkan.
Karsinoma Hepatoselular
Bila ditemukannya tonjolan pada hati dengan
pemeriksaan USG perlu diperhatikan berbagai kemungkinan seperti hemangioma,
adenoma, abses, metastasis tumor dan karsinoma hepatoselular. Untuk Negara
barat dengan kemungkinan keganasan primer yang sedikit, umumnya mereka
memikirkan metastasis.
Gambaran USG pada metastasis bervariasi dan tidak
ada hubungan yang tetap antara pola gambaran metastasis dengan tumor primernya,
bentuknya dapat hipoekoik, hiperekoik atau fokus yang isoekoik. Dapat pula
merupakan pola campuran dan apabila terjadi nekrosis, maka bagian tengahnya
akan member gambaran anekoik.
Tetapi
di Asia dan Afrika, bila mencurigai suatu keganasan maka sebagian besar adalah
keganasan primer. Pada ukuran kecil kurang dari 2 cm dapat memberikan gambaran
hipoekoik. Tumor yang besar, yang telah mengandung perdarahan, nekrosis dan
fibrosis akan lebih menjadi hiperekoik.
Perkembangan yang Terjadi Dengan
Menggunakan USG
Pertama adalah aspirasi dengan jarum halus. Sejak 10
tahun terakhir telah dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan jarum halus
no.22 G dengan bimbingan USG ke dalam tumor. Beberapa tetes darah yang didapat
akan dibuat sediaan apus pada kaca sediaan lalu difiksasi dengan alcohol 95%
selama 30 menit. Setelah dilakukan pewarnaan khusus diperiksa secara sitologi.
Dengan teknik yang lebih baik angka ketepatan diagnosis akan mencapai lebih
90%.
Perkembangan lain adalah suntikan alcohol absolute
intra tumor. Pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 3 cm dapat diberikan
suntikan sebanyak 1-2 cc alcohol absolute diikuti dengan 1 cc xylocain 2%. Bila
alcohol masuk ke dalam jaringan tumor akan memberi gambaran yang hiperekoik.
Penyuntikan dapat dilakukan setiap 1-2 minggu sekali.
Perkembangan
baru di Jepang adalah memberikan suntikan pada tumor yang lebih besar dengan
menggunakan beberapa jarum suntikan sekaligus, di samping juga memberikan
suntikan pada tumor yang multiple. Salah satu klinik memperlihatkan
keberhasilan yang tinggi, sehingga jarang sekali diperlukan operasi reseksi
tumor.
Kista Hati
Kista hati seringkali tidak memberikan keluhan dan
ditemukan secara tidak sengaja, terutama pada orang dengan usia yang lebih tua.
Jumlahnya umumnya tidak banyak. Gambaran USG kista hati adalah bagian dalam
yang anekoik dengan dinding posterior yang jelas dan terdapat akustik
posterior. Dindingnya kadang-kadang dapat irregular. Sebagian besar kita adalah
tunggal.
Pada kista yang besar atau cenderung membesar dapat
terjadi keluhan akibat tekanan pada dinding kista. Dapat dilakukan aspirasi
cairan kista tetapi hampir selamanya cairan akan rekuren.
Perkembangan sekarang adalah melakukan aspirasi pada
kista dengan mengeluarkan seluruh isinya, untuk ini dapat digunakan jarum yang
sedikit besar atau kateter pig-tail.
Setelah seluruh isi kista dikeluarkan, maka melalui jarum atau kateter tersebut
dimasukkan alcohol absolute sebanyak 20-30% dari cairan yang dikeluarkan. Kemudian
pasien digulingkan ke beberapa posisi selama 20 menit. Setelah itu alkohol
absolut dikeluarkan seluruhnya dari rongga kista.
Pada
lebih dari 70% kasus yang ditindaklanjuti tidak ditemukan residif, bahkan pada
satu kasus telah diikuti selama lebih dari 10 tahun.
Obstruksi Bilier
Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi dari
obstruksi bilier dan kista saluran empedu adalah dengan Kolangiografi
Transhepatik Perkutan atau Pecutaneous
Transhepatic Cholangiography (PTC), yang akan lebih berhasil bila terdapat
saluran empedu yang melebar. Pada prosedur ini dapat terjadi komplikasi yaitu
kebocoran empedu, perdarahan intraperitoneal, pneumotoraks dan septicemia. PTC
dengan bimbingan USG telah menjadikan teknik pemeriksaan ini selain diagnostik,
juga sebagai terapi serta mengurangi jumlah tusukan dan dapat mengurangi
kemungkinan komplikasi perdarahan dan pneumotoraks. Tetapi yang dimaksud disini
adalah untuk drainase dari saluran empedu yang terbendung.
Dengan bimbingan USG dipilih saluran empedu yang
jelas melebar yang tidak terlalu dekat dengan diafragma, kandung empedu dan
hilus hati. Kemudian jarum dimasukkan melalui daerah interkostal lateral kanan.
Setelah mengeluarkan 20-30 cc cairan empedu untuk mengurangi tekanan,
disuntikkan kontras yang telah dicampur dengan antibiotika gentamicin, sehingga
mendapatkan anatomi sistem bilier yang jelas. Tingkat diagnostik ini kemudian
dilanjutkan dengan terapeutik yaitu dengan melalui guide-wire untuk memasukkan kateter drainase ukuran 7 Fr.
Pada
obstruksi di daerah hilus dan sepertiga proksimal duktus koledoks umumnya
terdapat sumbatan yang hampir total. Pada kasus dengan kontras yang sampai di
duodenum, guide-wire dapat di coba
untuk terus masuk sampai melewati papilla
Vateri. Kemudian kateter dijahitkan pada kulit. Dengan teknik ini dapat
dilakukan drainase internal dan eksternal atau hanya drainase eksternal saja
tergantung kepada seberapa jauh kateter dapat didorong ke dalam saluran empedu.
Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Stent Shunt (TIPS)
Dalam penatalaksanaan penyulit penyakit hati menahun,
seperti hipertensi portal dan asites refrakter telah dikembangkan teknik untuk
membuat jalan pintas (shunt)
non-operatif di dalam hati yaitu Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS). Perdarahan varises esophagus
merupakan salah satu penyebab utama kematian pada sirosis hati dengan
hipertensi portal. Terapi non-operatif yang telah dilaksanakan selama ini
adalah sebagai berikut: tamponade balon, skleroterapi-endoskopi dan ligasi
karet pada varises yang telah pecah atau yang potensial berdarah. Tujuan utama
semua prosedur ini hanya menghentikan perdarahan, tetapi tidak menurunkan
tekanan vena porta.
Dengan menggunakan expandable vascular stent, kegagalan TIPS yang berupa perdarahan
ulang dapat diatasi. Pada dasarnya dengan TIPS dibuat hubungan antara vena
hepatica kanan dengan cabang utama vena porta kiri atau kanan secara transhepatic dengan menggunakan 1 sampai
3 expandable stent. Diameter yang
dipertahankan adalah 8-10 mm.
Indikasi TIPS adalah pada perdarahan variseal
berulang tanpa memandang usia, pasca skleroterapi atau derajat Child. Keberhasilan dapat mencapai 90%.
Kegagalan terutama dikaitkan dengan ketidakmampuan untuk menusuk sampai vena
porta. TIPS tidak dianjurkan bila dalam vena porta didapatkan thrombus.
Perdarahan ulang dapat terjadi karena thrombosis pada shunt atau stenosis vena hepatica.
Pada kira-kira 10% pasien dapat timbul ensefalopati
ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan medis. Dengan diameter 8-10 mm
tekanan vena porta dapat diturunkan sampai 50% disbanding sebelumnya yakni
dapat sampai di bawah 12 mmHg.
Di samping itu TIPS juga dapat memperbaiki control
asites pada sebagian besar kasus dengan asites refrakter, meningkatkan
natriuresis dan produksi urin serta menurunkan secara bermakna aktivitas plasma
rennin dan konsentrasi aldosteron dalam plasma.
Salah satu akibat lain dari TIPS yang ditemukan
akhir-akhir ini adalah timbulnya hipertensi pulmonal dengan akibat edema pada
kedua tungkai.
DAFTAR PUSTAKA
Bunyamin
A, Lesmana LA, Nurman A, Pridady FX, Pang RTL. Gambaran Klinik dan
Penatalaksanaan Abses Hati di RS Husada (Abstrak) KONAS V PGI-PEGI, Medan,
1991.
Lesmana
LA, Sidharta H, Marwoto W, Akbar N, Sulaiman A, Noer HMS. Nilai Diagnostik
Aspirasi Jarum Halus Terpimpin Ultrasonografi. Naskah Lengkap KOPAPDI VI,
Jakarta 1984.
Bunyamin
A, Lesmana LA, Tjokrosetio N, Nurman A, Pridady FX, Pang RTL. Terapi Etanol
Absolut pada Kista Hati (Abstrak). KONAS V PGI-PEGI, Medan, 1991.
Lesmana
LA. Percutaneous Transhepatic Cholangiography dan Drainase dengan Bimbingan
Ultrasound pada Obstruksi Bilier. Lokakarya PUSKI, Semarang, 1992.
Sauerbrei
EE, Nguyen KT and Nolan RL. Abdominal Sonography. New York, Raven Press, 1992.
Haag
K, Roessle M. transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent-Shunt (TIPS): A New
Technique in The Treatment of Portal Hypertension. Update of Gastrointestinal
and Hepato-Biliary Disorders. Postgraduate Course 9th Asian Pacific
Congress of Gastroenterology and 6th Asian Pacific Congress of
Digestive Endoscopy. Bangkok 1992.
Sombery
K, Tahe J, Tomlenovich SJ, et al. Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunts for Refractory Ascites: Assessment of Clinical and Humoral and Renal
Function. Hepatology. 1995; 21:709-16.
Quirago
J, Songro B, Nunez M, et al. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt in
The Treatment of Refractory Ascites: Effect on Clinical, Renal, Humoral, and
Hemodynamic Parameters. Hepatology. 1995; 21.
Van
Der Linden P, Le Moine O, Ghysels M, Ortinez M, and Deviere J. Pulmonary
Hypertension After Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunting: Effects on
Right Ventricular Function. Hepatology. 1996; 23(5): 982-7.
No comments:
Post a Comment