Wednesday, March 27, 2013

DARI HIPERTENSI KE HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI, PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN GAGAL JANTUNG: PERLINDUNGAN OLEH PENGHAMBAT ACE

Pendahuluan
Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Khusus terhadap jantung, hipertensi dapat: (a) menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy, selanjutnya disingkat dengan: LVH) (kondisi ini dinamakan penyakit jantung hipertensi) dan (b) memudahkan terjadinya iskemia miokard serta penyakit jantung koroner (PJK). Antara LVH dan PJK terdapat kaitan erat. LVH merupakan faktor risiko independen terjadinya PJK. Selain itu baik LVH maupun PJK memudahkan tejadinya gagal jantung, infark jantung serta aritmia termasuk kematian mendadak. Penyelidikan epidemiologi membuktikan, bahwa pengobatan hipertensi terbukti dapat mengurangi kekerapan kejadian gagal jantung, bencana serebrovaskular (stroke), serta gagal ginjal; walaupun pengaruhnya terhadap kekerapan penyakit jantung koroner masih jauh dari yang diharapkan. Hal terakhir ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Termasuk disini misalnya: (a) pengobatan yang terlalu terlambat, (b) masa pengamatan yang telalu pendek, (c) tekanan darah yang kurang baik dikendalikan, (d) adanya interaksi metabolik negative selama pengobatan, dan selain dari faktor-faktor ini juga, (e) pengaruh pengobatan yang kurang memadai terhadap LVH, (f) pengaruh pengobatan yang kurang memadai terhadap hipertrofi vascular dan/atau disfungsi endotel, serta (g) aktivasi sistim neurohormonal.
Obat penghambat ACE merupakan obat yang banyak dipakai dalam pengobatan berbagai kelainan kardiovaskular. Obat ini jelas merupakan obat antihipertensi yang amat efektif. Obat ini juga terbukti bermanfaat untuk pengobatan disfungsi ventrikel kiri, baik yang sudah maupun yang belum disertai gagal jantung yang telah bermanifestasi klinis; baik pada pasien dengan penyebab gagal jantung iskemik maupun non-iskemik; serta pula pada pasien pasca infark atau bukan. Selain itu obat ini juga bermanfaat untuk mencegah atau menyebabkan regresi LVH dan menghambat kemunduran faal ginjal pada nefropati diabetik. Obat ini juga mungkin bermanfaat dalam menurunkan kejadian iskemik/kejadian koroner.
Makalah ini membahas peran sistim Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) terhadap terjadinya LVH/penyakit jantung hipertensi, PJK dan gagal jantung pada pasien hipertensi serta peranan obat penghambat ACE dalam menurunkan kekerapan penyulit jantung tersebut di atas.

Kaitan Sistim RAA dengan LVH
Pada atlit dapat terjadi LVH (jantung atlit). Pada jantung atlit, fungsi jantung akan meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadi penumbuhan yang seimbang antara kompartemen miosit dan kompartemen non-miosit. Kompartemen non-miosit ini terdiri dari sel endotel dan otot polos pembuluh darah koroner, sel endokardium, sel darah putih, fibroblast, dan kolagen fibriler (terutama tipe I dan III) yang teranyam sebagai matriks kerangka struktural jantung. Sebaliknya pada LVH akibat hipertensi, hipertrofi miosit disertai dengan pertumbuhan yang tak seimbang dari kompartemen non-miosit, terutama penumbuhan kolagen fibriler (fibrosis miokardium). Karena itu LVH pada hipertensi bersifat patologis. Terdapat dua pola fibrosis miokardium. “Fibrosis reaktif” terjadi tidak tergantung dari adanya nekrosis miokardium dan terjadi mula-mula di sekitar pembuluh darah (fibrosis perivaskular) dan lalu menjalar ke jaringan interstisial (fibrosis interstisial). “Fibrosis reparatif” terjadi akibat adanya nekrosis miokardium. Hipertrofi sel otot polos media dan penebalan intima terjadi pada pembuluh koroner resistensi, tetapi kapiler koroner tidak dapat tumbuh cukup untuk mengkompensasi penambahan massa miosit. Proses yang sama, seringnya disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, terjadi pula pada pasien gagal jantung dan pada pasca infark miokard. Perubahan struktur miokardium seperti ini dinamakan remodeling dan akan disertai kemunduran fungsi miokardium walaupun massa miosit bertambah. Fibrosis miokardium akan menyebabkan dinding ventrikel menjadi lebih kaku dan distensibilitas ventrikel pada fase diastolik terganggu. Dengan demikian terjadi disfungsi diastolik. Selain itu beban hemodinamik, serta perubahan transport ion kalsium dalam miosit juga berperan disini. Remodeling dari pembuluh koroner intramural menyebabkan daya cadangan (vasodilatasi) koroner menurun dan iskemia lebih mudah terjadi. Fibrosis miokardium juga berpengaruh terhadap pembuluh koroner dan mengganggu fungsi vaskular serta menurunkan daya cadangan koroner. Pada biopsi pasien hipertensi dan LVH, otot polos pembuluh koroner juga mengalami hipertrofi dan derajat hipertrofi disini sebanding dengan derajat LVH. Selain itu pada pasien hipertensi, walaupun pembuluh darah koroner secara angiografi masih normal, sering ditemui gangguan fungsi endotel. Pada keadaan yang lanjut, baik fungsi diatolik maupun fungsi sistolik akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan gagal jantung. Fibrosis jaras-jaras konduksi memudahkan terjadinya aritmia. Jadi remodeling dapat menerangkan mengapa kekerapan kejadian kardiovaskular meningkar pada pasien hipertensi dengan LVH.
Karena itu dalam pengobatan LVH pada hipertensi, pada infark jantung dan gagal jantung seyogyanya perhatian tidaklah ditujukan hanya pada pengendalian tekanan darah atau gangguan hemodinamik, akan tetapi juga pada proses remodeling. Tindakan memperbaiki proses remodeling ini dinamakan “kardio-reparasi”. Dalam proses ini tersirat pengertian regresi dari hipertrofi miosit, fibrosis miokardium, pebaikan dari kekakuan miokardium, serta peningkatan daya cadangan koroner. Dengan memperbaiki struktur serta fungsi ke arah normal, maka proses kardioreparasi diharapkan dapat memperbaiki prognosis pasien. Konsep lain yang berkaitan dengan ini adalah pencegahan remodeling, yang dinamakan “kardioproteksi”. Penyelidikan membuktikan bahwa sistem RAA berperan besar pada semua proses tersebut tadi. Pada penyelidikan dengan tikus dengan hipertensi renovaskular dan iskemia renal unilateral, peningkatan tekanan darah diikuti oleh peningkatan angiotensin II (A-II) dan aldosteron. Akibat dari ini akan terjadi LVH dan LVH disini diikuti pula dengan peningkatan pembentukan jaringan kolagen (fraksi volume kolagen) di ventrikel. Fibrosis, tetapi tanpa mengalami hipertrofi miosit, juga terjadi pada ventrikel kanan, yang tidak mengalami beban tekanan darah. Fibrosis ini dapat dihambat oleh obat penghambat ACE, sehingga mengesankan bahwa angiotensin berperan dalam terjadinya remodeling pada hewan penyelidikan tersebut. Bila dilakukan pengikatan aorta infrarenal pada tikus, maka tekanan darah akan naik, tetapi A-II dan aldosteron dalam sirkulasi darah akan tetap normal. Pada keadaan ini akan terjadi hipertrofi miosit tanpa pengikatan fraksi volume kolagen pada kedua ventrikel jantung. Dengan demikian A-II dapat menyebabkan LVH melalui pengaruhnya pada: (a) peningkatan tekanan darah/beban hemodinamik (hal ini akan menyebabkan hipertrofi miosit), (b) efek langsung menyebabkan hipertrofi miosit, (c) peningkatan aldosteron (hal ini akan menyebabkan fibrosis interstisial), dan (d) ada kemungkinan A-II juga dapat langsung merangsang terjadinya fibrosis interstisial.

Efek Obat Penghambat ACE Terhadap LVH
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah dengan baik dan mengurangi beban jantung. Akan tetapi ternyata tidak semua obat antihipertensi mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam mencegah atau menyebabkan regresi LVH. Hal ini membuktikan bahwa terdapat faktor lain yang berperan di luar penurunan tekanan darah itu sendiri.
Penyelidikan hewan dan manusia membuktikan, bahwa obat penghambat ACE dapat mencegah (kardioproteksi) dan menyebabkan regresi (kardioreparasi) LVH. Beberapa studi metaanalisis melaporkan, bahwa obat penghambat ACE lebih superior dibanding obat antihipertensi lain dalam menyebabkan regresi LVH. Walaupun hal ini tidak ditemui pada penyelidikan lain. Penyelidikan hewan membuktikan, bahwa obat penghambat ACE dapat menyebabkan regresi LVH dan mengurangi fibrosis miokardium bahkan pada dosis yang masih terlalu rendah untuk menurunkan tekanan darah. Hal ini dikaitkan dengan pengaruhnya pada ACE pada jaringan jantung sendiri. Demikian pula pada penyelidikan infark eksperimental pada tikus, dibuktikan adanya peningkatan ACE jaringan jantung pada semua ruang jantung walaupun demikian aktivitas terbesar adalah pada jaringan parut (scar tissue) di ventrikel kiri. Peningkatan aktivitas ACE jaringan ini dapat dihambat dengan obat penghambat ACE. Penjelasan mengapa obat penghambat ACE dapat lebih baik dari obat antihipertensi lain dalam regresi LVH adalah karena obat ini dapat: (a) mengurangi produksi A-II (lokal dan sistemik), (b) mengurangi fibrosis interstisial, (c) memperbaiki komplians pembuluh darah besar, (f) memperbaiki daya cadangan koroner.
Kebanyakan penyelidikan memperlihatkan, bahwa fungsi ventrikel kiri membaik dengan terjadinya regresi (kardioreparasi) setelah penggunaan obat penghambat ACE. Walaupun obat penghambat ACE dapat menyebabkan regresi LVH, masih belum jelas apakah kekerapan kardiovaskular dapat ditekan. Beberapa penyelidikan seperti penyelidikan di Cornell, Framingham Heart Study dan penyelidikan Yurenev dkk melaporkan penurunan kekerapan kardiovaskular dengan pebaikan LVH.

Kaitan Sistim RAA dan PJK
Penyelidikan epidemiologi dan genetik mengesankan, bahwa terdapat kaitan antara RAA dan PJK. Penyelidikan epidemiologi terbaik adalah dari Alderman dkk, yang melibatkan 1717 pasien hipertensi ringan dan sedang dan dipantau selama 8.3 tahun. Risiko infark jantung meningkat 5.3 kali lipat pada pasien dengan kadar rendah tinggi dibanding dengan mereka yang mempunyai kadar rennin rendah (95% CI, 3.4 sampai 8.3). Pengaruh ini tidak tergantung pada faktor-faktor risiko yang lazim diketahui, seperti: usia, jenis kelamin, ras, merokok, kadar cholesterol dan gula darah, serta tekanan sistolik atau diastolik. Penyelidikan lain oleh Meade dkk, pada pasien normotensif tidak didapatkan adanya kaitan kadar rennin pada pasien dimana tekanan darah sistoliknya berada pada tertil tertinggi pada distribusi pasien, maka ditemui kaitan antara aktivitas rennin plasma dan kejadian koroner.
Penyelidikan Cambien dkk, membuktikan bahwa genotip ACE-DD, yang merupakan genotip pasien yang mempunyai kadar ACE dalam sirkulasi yang tinggi, lebih sering ditemui pada pria usia pertengahan dengan riwayat infark jantung dibanding kelompok kelola. Genotip ACE-DD dianggap merupakan faktor risiko independen terjadinya infark jantung setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor risiko koroner lain seperti merokok, dislipidemia dan hipertensi. Pada analisis subkelompok pasien yang tidak mempunyai faktor risiko koroner lain, risiko infark jantung naik dengan menyolok (odds ratio 3,2). Karena itu pasien yang homozigot terhadap polimorfisme delesi (deletion poly-morphism, DD) mempunyai risiko tinggi terhadap infark jantung walaupun tidak ditemui faktor risiko koroner lain. Hal ini dapat menerangkan mengapa kadang-kadang ditemui pasien infark jantung dimana tidak atau sangat sedikit ditemui faktor-faktor risiko konvensional. Penyelidik yang sama juga membuktikan adanya peningkatan genotip ACE-DD (odds ratio 2,6, p= 0.02) dan ACE-ID (odds ratio 1,9, p= 0.08) pada yang mempunyai riwayat orang tua dengan infark jantung dibandingkan kelompok kelola usia sama.
Genotip ACE-DD juga berkaitan dengan kardiomiopati hipertrofik dan kematian mendadak pada keluarga dengan kelainan ini. Penyelidikan lain membuktikan adanya kaitan genotip ini dengan yang harus menjalani transplantasi jantung untuk kardiomiopati iskemik atau idiopatik.
Penyelidikan-penyelidikan itu semua member kesan adanya kaitan aktivasi sistem RAA dan hipertrofi jantung, hipertrofi vaskular, pembentukan ateroma dan ruptura. Karena itu mungkin obat penyekat jantung ACE akan dapat dipakai untuk mengurangi kekerapan koroner.

Efek Obat Penghambat ACE Terhadap PJK
Obat penghambat ACE mempunyai efek kardioprotektif dan vaskuloprotektif. Efek kardioprotektif obat ini disebabkan karena obat ini dapat: (a) menurunkan beban preload dan afterload, (b) memperbaiki keseimbangan antara pemberian oksigen dan kebutuhan oksigen miokardium (supply dan demand ratio), (c) mengurangi LVH, (d) mempunyai efek-efek neurohormonal, (e) dan pada binatang percobaan dilaporkan dapat menghambat kerusakan akibat reperfusi (reperfusion injury). Seperti diketahui A-II merupakan vasokonstriktor sangat kuat, sehingga bila dihambat maka beban preload dan afterload akan menurun. Pengaruh obat penghambat ACE dalam mencegah dilatasi progresif LV (LV remodeling) akan menurunkan tegangan dinding (wall stress) dan dengan demikian kebutuhan oksigen miokardium juga menurun. Angiotensin-II juga dapat menyebabkan vasokonstriksi koroner, sehingga bila dihambat maka aliran darah koroner akan meningkat. Efek baik obat penghambat ACE terhadap LVH juga akan menurunkan kebutuhan oksigen miokardium. Pengaruh obat penghambat ACE pada sistim neurohormonal tampak nyata pada pasien gagal jantung dan peranannya pada pasien tanpa gagal jantung masih belum jelas.
Obat penghambat ACE juga bersifat vaskuloprotektif karena obat ini: (a) menurunkan tekanan darah, (b) memperbaiki komplians dan tonus pembuluh darah, (c) mempunyai efek antiproliferatif dan antimigrasi sel otot polos, neutrofil dan sel mononuklear, (d) mempunyai efek antitrombosit, (e) memperbaiki fungsi endothel. Selain itu pada hewan percobaan obat ini dilaporkan mempunyai efek: (f) antiaterogenik langsung, (g) melindungi terhadap ruptura plak, dan (h) meningkatkan fibrinolisis endogen.
Berbagai penyelidikan klinis obat penghambat ACE pada pasien dengan fungsi ventrikel rendah/fraksi ejeksi rendah, seperti pada SAVE dan SOLVD, melaporkan adanya penurunan kekerapan infark jantung, angina tak stabil, serta kebutuhan tindakan revaskularisasi. Pada banyak penyelidikan lain pasca infark hal ini tidak tampak secara bermakna, akan tetapi harus disadari bahwa penyelidikan-penyelidikan lain tersebut dilaksanakan dengan waktu pemantauan yang relatif pendek dan pemberian obat penghambat ACE kadang-kadang juga hanya dalam waktu singkat dihentikan (4-6 minggu). Penyelidikan pada pasien angina stabil masih belum banyak dilakukan sehingga tidak memberikan kesimpulan jelas.
Pada saat ini masih dilaksanakan penyelidikan-penyelidikan untuk menilai efek obat penghambat ACE terhadap progresi proses aterosklerosis atau kejadian iskemik pada pasien tanpa gagal jantung atau fraksi ejeksi rendah/disfungsi ventrikel. Termasuk di sini adalah penyelidikan HOPE (ramipril), SECURE (ramipril), QUIET (quinapril), SCAT (enalapril), PART (ramipril), ALLHAT (lisinopril), PEACE (trandolapril), TREND (quinapril). Hasilnya masih kita tunggu.

Efek Obat Penghambat ACE Terhadap Gagal Jantung
Obat penghambat ACE saat ini sudah merupakan obat standar pengobatan gagal jantung berat (penyelidikan Cooperative North Scandi-navian Enalapril Survival Study/CONSENSUS I). Manfaatnya pada pasien gagal jantung ringan-sedang kemudian dibuktikan pada penyelidikan V-HelFT II, dan Study of Left Ventricular Dysfunction (SOLVD, treatment arm). Setelah itu lebih jauh terbukti, bahwa obat ini juga bermanfaat pada pasien disfungsi ventrikel kiri asimtomatis, seperti yang dilaporkan pada penyelidikan SOLVD (prevention arm).
Obat penghambat ACE bermanfaat pada gagal jantung karena selain menurunkan beban preload dan afterload, juga dapat menekan aktivasi sistim neurohormonal (termasuk sistim rennin-angiotensin-aldosteron, sistim simpatis, sistim arginin-vasopresin). Dianggap bahwa aktivasi sistim neurohormonal ini yang sangat berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Pada penyelidikan CONSENSUS-I dan V-HeFT II, enalapril menurunkan mortalitas terutama pada pasien yang lebih banyak mengalami aktivasi neurohormonal pada permulaan terapi. Enalapril tidak banyak memperbaiki prognosis pasien dengan kadar norepinefrin atau angiotensin sebelum terapi yang rendah, walau obat ini secara hemodinamik tetap bermanfaat. Pada V-HeFT II, enalapril lebih menekan mortalitas dibandingkan kombinasi hidralazin-nitrat.
Obat penghambat ACE juga dipakai pada masa pasca infark jantung. Penyelidikan hewan membuktikan bahwa obat ini dapat mencegah LV remodeling. Kecuali pada penyelidikan CONSENSUS II dimana dipakai enalapril intravena pada hari pertama infark, hasil baik dilaporkan pada penyelidikan-penyelidikan lain. Penyelidikan CONSENSUS II dihentikan setelah 6 bulan oleh Komite Keamanan Obat karena efek samping hipotensi yang banyak dan kecenderungan peningkatan mortalitas. Penyelidikan-penyelidikan lain memberikan hasil yang konsisten baik. Hasil yang menyolok baik dalam kaitan dengan morbiditas dan mortalitas dilaporkan pada penyelidikan yang dilaksanakan pada pasien infark dengan gagal jantung yang klinis manifest (penyelidikan Acute Infarction Ramipril Efficacy/AIRE dengan ramipril), dan penyelidikan yang melibatkan pasien dengan faal ventrikel menurun, seperti pada penyelidikan Survival and Ventricular Enlargement/SAVE dengan kaptopril dan Trandolapril Cardiac Evaluation/TRACE dengan trandolapril. Pada ketiga penyelidikan terakhir ini obat penghambat ACE diberikan setelah hari kedua atau ketiga pasca infark. Hasil baik juga dilaporkan pada penyelidikan Survival of Myocardial Infarction Long-term Evaluation/SMILE dengan zofenopril dimana obat ini diberikan pada hari pertama infark anterior yang tidak mendapat terapi trombolisis. Penyelidikan skala besar lain yang juga melaporkan hasil baik obat penghambat ACE dalam menurunkan mortalitas adalah Gruppo Italiano per lo Studio della Sopravvivenza nell’infarcto miocardico/GISSI-3 (lisinopril), Fourth Intenational Study of Infarct Survival/ISIS-4 (kaptopril), dah The Chinese Cardiac Study/CCS-I (captopril) yang mengikutsertakan semua pasien infark pada hari pertama bahkan tanpa memperhatikan bagaimanakah faal ventrikel atau apakah gagal jantung ada atau tidak. Semua penyelidikan tersebut paling tidak menunjukkan, bahwa obat penghambat ACE mempunyai efek kardioprotektif (atau kardio-reparatif) yang mempengaruhi proses remodeling.

Kesimpulan
Sistim rennin-angiotensin amat berperan terhadap terjadinya hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Karena itu penggunaan obat penghambat ACE seyogyanya mendapat tempat yang luas di sini. Obat penghambat ACE mempunyai sifat kardioprotektif dan vaskuloprotektif. Obat penghambat ACE telah banyak dipakai bukan hanya untuk pengobatan hipertensi, tetapi juga untuk pengobatan gagal jantung. Obat ini juga dapat menyebabkan regresi hipertrofi ventrikel kiri. Akhir-akhir ini penggunaannya untuk menghambat proses aterosklerosis dan menurunkan kekerapan kejadian koroner menarik perhatian dan mulai banyak diselidiki.



DAFTAR PUSTAKA 
Kannel WB. Epidemiological Implications of Left Ventricular Hypertrophy. Dalam: Cruickshanck JM, Messerli FH (editor): Left Ventricular Hypertrophy and Its Regression. London. Science Press, 1992: 1-12.
Dunn FG, McLenachan JM, Pringle SD. Left Ventricular Hypertrophy, Ventricular Arrhythmias and Sudden Dealth, Dalam: Cruickshanck JM, Masserli FH (editor): Left Ventricular Hypertrophy and Its Regression, London: Science Press, 1992: 41-8.
Collins R, Peto R, MacMahon S, cs. Blood Pressure, Stroke and Coronary Heart Disease, Part 2. Short-term Reductions in Blood Pressure: Overview of Randomized Drug Trials in Their Epidemiological Context. Lancet 1990; 335: 827-38.
Dahlof B. Effects of ACE Inhibitor on The Hypertrophied Hert Implications for Reversal and Prognosis: An Updated Review. Clin Cardiol 1995; 18 (Suppl II): II-12-22.
Veterans Administration Cooperative Study Group on Antihypertensive Agents. Low dose Captopril for the Treatment of Mild to Moderate Hypertension. Arch Intern Med 1984; 144: 1974-53.
Zusman RM. Rennin and Non-Renin-Mediated Antihypertensive Actions of Converting Enzyme Inhibitors. Kidney Int 1984; 25: 96-83.
The CONSENSUS Trial Group. Effect of Enalapril on Mortality in Severe Congestive Heart Failure: Results of The Cooperative North Scandinavian Enalapril Survival Study (CONSENSUS). N Engl J Med 1987;316: 1429-35.
The SOLVD Investigators. Effect of Enalapril on Mortality and Development of Heart Failure in Asymptomatic Patients with Reduced Left Ventricular Ejection Fractons. N Engl J Med 1992; 327: 685-91.
Preffer MA, Braunwald E, Moye LA; cs. Effect of Captopril on Mortality and Morbidity in Patients with Left Ventricular Dysfunction After Myocardial Infarction. N Engl J Med 1992; 327: 669-77.
Reynolds G, Hall AS, Ball SG. What Have The ACE Inhibitor Trials in Postmyocardial Infarcion Patients with Left Ventricular Dysfunction Taught Us? Eur J Clin Pharmacol 1996; 49 (Suppl 1): S35-S40.
Lonn EM, Yusuf S, Jha P, cs. Emerging Role of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors in Cardiac and Vascular Protection. Circulation 1994; 90: 2056-69.
Weber KT, Anversa P, Amstrong PW. Remodeling and Reparation of The Cardiovascular System. J Am Coll Cardiol, 1992; 20:3-16.
Fouad FM, Slominiski JH, Tarazi RC. Left Ventricular Diastolic Function in Hypertension: Relation to Left Ventricular Mass and Systolic Function. J Am Coll Cardiol 1984; 3: 1500-6.
Katz AM. Influence of Altered Inotropy and Lusitropy on Ventricular Pressure Volume Loops. J Am Coll Cardiol 1988; 11:438-445.
Strauer BE, Schwartzkopff B, Motz W, Vogt M. Coronary Vascular Changes in The Progression and Regression of Hypertensive Heart Disease. J Cardiovasc Pharmacol 1991; 19 (Suppl 3): S20-27.
Motz W, Vogt M, Rabenau O, cs. Evidence of Endothelial Dysfunction in Coronary Resistance Vessels in Patients with Angina Pectoris and Normal Coronary Angiograms. Am J Cardiol 1991;68:996-1003.
Antony I, Nitenberg A, Foult JM, cs. Coronary Vasodilatator Reserve in Untreated and Treated Hypertensive Patients with and Without Left Ventricular Hypertrophy. J Am Coll Cardiol 1993;22: 514-20.
Treasure CB, Klein JL, Vita JA, cs. Hypertension and Left Ventricular Hypertrophy are Associated with Impaired Endothelium Mediated Relaxation in Human Coronary Resistance Vessels. Circulation 1993; 87: 86-93.
Brilla CG, cs. Cardioreparative Effects of Lisinopril in Rats with Genetic Hypertension and Left Ventricular Hypertrophy. Circulation 1991; 83: 1771-9.
Brilla CG, Pick R, Tan LB, cs. Remodeling of The Rat Left and Right Ventricles in Experimental Hypertension Circ Res 1990; 67: 1355-64.
Weber KT, Janicki JS, Pick R, et al. Myocardial Fibrosis and Pathologic Hypertrophy in the Rat with Renovascular Hypertension. Am J Cardiol 1990; 65: IG-7G.
Weber KT, Brilla CG. Pathological Hypertrophy and Cardiac Interstitium; Fibrosis and Renin-Angiotensin-Aldosterone System. Circulation 1991; 83: 1849-65.
Ventura HO, Frohlich ED, Masserli FH, cs. Cardiovascular Effects and Regional Blood Flow Distribution Associated with Angiotensin Converting Enzyme Inhibition (Captopril) in Essential Hypertension. Am J Cardiol 1985; 55: 1023-6.
Mujais SK, Fouad FM, Tarazi RC. Reversal of Left Ventricular Hypertrophy with Captopril: Heterogenicity of Response Among Hypertensive Patients. Clin Cardiol 1983; 6: 595-602.
Garavaglia GE, Messerli FH, Nunez BD, cs. Immediate and Short Term Cardiovascular Effects of a New Angiotensine Converting Enzyme Inhibitor (lisinopril) in Essential Hypertension Am J Cardiol 1988; 912-6.
Dahlof B, Pennert K, Hansson L. Reversal of Left Ventricular Hypertrophy in Hypertensive Patients. A Metaanalysis od 109 Treatment Studies. Am J Hypertens 1992; 5: 95-110.
Cruickshank JM, Lewis J, Moore V, cs. Reversibility of Left Ventricular Hypertrophy by Differing Types of Antihypertensive Therapy. J Human Hypertens 1992; 6: 85-90.
Psatty B, Herbert SR, cs. Risk of Myocardial Infarction Associated with Antihypertensive Therapies. JAMA 1995; 274: 620-5.
Liebson PR, Grandits GA, Dianzumba S, cs. Comparison of Five Antihypertensive Monotherapis and Placebo for Change in Left Ventricular Mass in Patients Receiving Nutritional-hygienic Therapy in The Treatment of Mild Hypertension Study (THOMS) Circulation 1995; 91: 698-706.
Tan LB, Brilla C, Weber KT. Prevention of Structural Changes in the Heart in Hypertension by Angiotensin Converting Enzyme Inhibition J Hypertens 1992; 10 (suppl.1): S31-S33.
Johnston CI, Mooser V, Sun Y, cs. Changes in Cardiac Angiotensin Converting Enzyme After Myocardial Infarction and Hypertrophy in Rats. Clin Exp Pharmacol Physiol 1991; 18: 107-110.
Muiesan ML, Agabiti-Rossei E, Romanelli G, cs. Left Ventricular Systolic Function in Relation to Withdrawal of Different Pharma Cological Treatment in Hypertensive with Left Ventricular Hypertrophy. J Hypertens 1988 (suppl 4); S97-S100.
Esper RJ, Burrieza OH, Cacharron JL, cs. Left Ventricular Mass Regression and Diastolic Function Improvement in Mild and Moderate Hypertensive Patients Treated with Lisinopril. Cardiology 1993;83:76-81.
Koren MJ, Ulin RJ, Laragh JH, Devereux RB. Reduction in Left Ventricular Mass During Treatment of Essential Hypertension is Associated with Improved Prognosis. Am J Hypertens 1991; 4: 1A.
Kannel WB, D’Agostino RB, Levy D, cs. Prognostic Significance of Regression of Left Ventricular Hypertrophy. Circulation 1988, 78 (suppll II): II-89.
Yurenev AP, Dyakonova HG, Novikov ID, cs. Management of Essential Hypertension in Patients with Different Degrees of Left Ventricular Hypertrophy. Am J Hypertens 1992; 5: S182-S189.
Alderman MH, Madhavan SH, Ooi WL, cs. Association of Renin Sodium Profile with The risk of Myocardial Infarction in Patients with Hypertension. N Engl J Med 1991; 324: 1098-1104.
Meade TW, Cooper JA, Peart WS. Plasma Renin Activity and Ischemic Heart Disease. N Engl J Med 1993; 329: 616-9.
Cambien F, Poirier O, Lecerf L, cs. Deletion Polymorphism in The Gene for Angiotensin Converting Enzyme is a Potent Risk Factor for Myocardial Infarction. Nature 1992;359: 641-4.
Tiret L, Kee F, Poirier O, cs. Deletion Polymorphism in the Gene Associated with Parental History of Myocardial Infarction. Lancet 1993;341: 991-2.
Marian AJ, Yu QT, Workman R, cs. Angiotensin Converting Enzyme Polymorphism in Hypertrophic Cardiomyopathy and Sudden Cardiac Dealth. Lancet 1993; 342: 1085-6.
Raynolds MV, Bristow MR, Bush EW, cs. Angiotensin Converting Enzyme DD Genotype in Patients with Ischemic or Idiopathic Dilated Cardiomyopathy. Lancet 1993; 342: 1073-5.
Pepine CJ. Ongoing Clinical Trials of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor for Treatment of Coronary Artery Disease in Patients with Preserved Left Ventricular Function. J Am Coll Cardiol 1996; 27: 1048-52.
The CONSENSUS Trial Study Group. Effects of Enalapril on Mortality in Severe Congestive Heart Failure: Result of The Cooperative North Scandinavian Enalapril Survival Study (CONSENSUS). N Engl J Med 1987; 316: 1429-35.
Cohn J, Johnson G, Ziesche S, et al. A Comparison of Enalapril with Hydralizine-isosorbide Dinitrate in The Treatment of Chronic Congestive Heart Failure N Engl J Med 1991; 325: 303-10.
The SOLVD Investigators. Effect of Enalaprilon Survival in Patients with Reduced Left Vintricular Ejection Fraction and Congestive Heart Failure. N Engl J Med 1991; 325: 293-382.
Swedberg K, Eneroth E, Kjekhus J, Wilhelmiren L for The The CONSENSUS Trial Study Group. Hormones Regulating Cardiovascular Function in Patients Ith Severe Congestive Heart Failure and Their Relation to Mortality. Circulation 1990; 82: 1730-36.
Cohn J, Francis G, Simon A et al. Response of Plasma Norepinephrine to Long Term Administration of Enalapril or Hydralazine-isosorbide Dinitrate in Heart Failure: V-HeFT II. J Am Coll Cardiol 1992; 19 (suppl A): 216A.
Pfeffer MA, Lamas GA, Vaughan DE, cs. Effects of Captopril on Progressive Left Ventricular Dilatation After Anterior Myocardial Infarction. N Engl J Med 1988; 319: 80-6.
Swedberg K et al on Behalf of The CONSENSUS II Study Group. Effects of The Early Administration of Enalapril on Mortality in Patients with Acute Myocardial Infarction. N Engl J Med 1992; 327: 678-84.
The Acute Infarction Ramipril Efficacy (AIRE) Investigators. Effects of Ramipril on Morbidity and Mortality of Survivors of Acute Myocardial Infarction with Clinical Evidence of Heart Failure. Lancet 1993; 342: 821-8.
Pfeffer MA, Braunwald E, Moye LA, cs. On Behalf of The SAVE Investigators. Effect of Captopril on Mortality and Morbidity in Patients with Left Ventricular Dysfunction After Myocardial Infarction. Result of The Survival and Ventricular Enlargement. Trial, N Engl J Med 1992; 327: 669-77.
The TRACE Study Group. The Trandolapril Cardiac Evaluation (TRACE) Study: Rationale, Design and Baseline Characteristics of The Screened Population. Am J Cardiol 1994; 73: 44C-50C.
Kober L, Torp-Pedersen C. Clinical Characteristics and Mortality of Patients Screened for Entry Into The Trandolapril Cardiac Evaluation (TRACE) Study. Am J Cardiol 1995; 76: 1-5.
Ambrosioni E, Borghi C, Magnani MD. The Effect of the Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Zofenopril on Mortality and Morbidity After Myocardial Infarction. N Engl J Med 1995; 332: 80-5.
Third Gruppo Italiano per Lo Studio Della Sopravvivenza nel’infarcto miocardio. GISSI-3. Effects of Lisinopril and Transdermal Glyceryl Trinitrate Singularly and Together on Six Week Mortality and Ventricular Function After Myocardial Infarction. Lancet 1994; 343: 1115-22.
ISIS-4. (Fourth International Study of Infarct Survival) Collaborative Group. ISIS-4: A Randomized Factorial Trial Assessing Early Captopril, Oral Mononitrate and Intravenous Magnesium Sulphate in 58,050 Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction. Lancet 995; 345; 990-5.
Chinese Cardiac Study Collaborative Group. Oral Captopril Versus Placebo Among 13634 Patients with Suspected Acute myocardial Infarction: Interim Report From the Chinese Cardiac Study (CCS-I). Lancet 1995; 345: 686-7.

No comments:

Post a Comment