Pendahuluan
Hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai
keadaan dan obat-obatan disebut sebagai osteoporosis. Osteoporosis merupakan
osteopenia yang telah melewati ambang batas untuk terjadi fraktur (fracture threshold). Keadaan ini
karakteristik dengan menurunnya massa tulang dimana jumlah jaringan tulang yang
mengisi tulang berkurang, tetapi struktur tulang sendiri masih normal.
Osteoporosis dapat dibagi dalam 2 golongan besar
menurut penyebabnya yaitu disebut primer, bila penyebabnya tidak diketahui, dan
sekunder bila osteoporosis itu diakibatkan oleh berbagai kondisi klinik.
Deteksi pasien yang mempunyai risiko fraktur
osteoporosis adalah sangat penting, karena tidak semua wanita pasca-menopause
usia antara 50-60 tahun yang menderita nyeri pinggang disebabkan oleh
osteoporosis. Studi epidemiologik dan pengalaman klinik pada wanita kulit putih
menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% yang berusia 60 tahun ke atas menderita
fraktur kompresi vertebrata dan hanya 25% yang mengalami fraktur coxae sebelum usia 90 tahun.
Anggapan bahwa semua wanita pasca-menopause dengan
keluhan nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis akan menimbulkan terjadinya
diagnosis berlebihan. Diagnosis berlebihan tentunya sangat merugikan karena
perlu dihitung berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk
membeli obat dalam rangka pencegahan dan pengobatan osteoporosis tersebut.
Sebaliknya under-diagnosis perlu pula
dihindari untuk mencegah osteoporosis jangan sampai terdiagnosis sangat lambat,
sehingga baru diketahui setelah adanya fraktur spinal, coxae dan pergelangan tangan.
Pada
makalah ini secara garis besar berbagai keluhan dan keadaan yang menyerupai
osteoporosis dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu:
1. Keadaan
dan keluhan yang berhubungan dengan bekurangnya sejumlah massa tulang (Penyakit
tulang osteopenik= Osteopenic bone
diseases).
2. Keadaan
dan keluhan yang tidak berhubungan dengan berkurangnya massa tulang.
Penyakit Tulang Osteopenik
Beberapa
tanda dan gejala yang perlu diwaspadai oleh seseorang dokter akan kemungkinan
adanya penyakit tulang osteopenik adalah:
-
Patah tulang akibat trauma ringan.
-
Bila tidak ada trauma, gejala yang perlu
diperhatikan ialah: tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah dan nyeri
tulang.
-
Beberapa pasien osteomalasia dan
hiperparatiroidisme mengeluh gangguan otot, seperti kaku dan lemah.
-
Sejumlah pasien tanpa gejala, tetapi
dicurigai menderita osteopenia dari hasil pemeriksaan radiologik untuk alasan
lain.
Dalam tabel 1. Dapat dilihat diagnosis banding
osteopenia pada orang dewasa. Gangguan tersebut meliputi osteoporosis,
osteopenia akibat glukokortikoid, osteomalasia, osteitis fibrosa dan penyakit
lainnya seperti hiperparatiroidisme, keganasan yang melibatkan tulang dan
osteogenesis imperfecta tarda.
Diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan dan
mencari penyebab dari osteopenia yang meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologis rutin tulang yang terserang, pengukuran massa
tulang dan beberapa pemeriksaan laboratorik yang meliputi kadar serum (puasa)
kalsium (Ca), fosfat (PO4) dan fosfatase alkali. Dianjurkan pula
untuk melakukan pemeriksaan fungsi (rutin) tiroid, hati dan ginjal.
Pengukuran
ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan pasien malabsorpsi kalsium
(total ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg) serta untuk pasien yang jumlah
ekskresi kalsium sangat tinggi (lebih dari 250 mg/24 jam) yang bila diberi
suplemen kalsium atau vitamin D/metabolitnya mungkin berbahaya. Bila dari hasil
klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme, maka perlu diperiksa
kadar hormone paratiroid (PTH). Bila ada dugaan ke arah malabsorpsi maka perlu
diperiksa kadar 25 OH D.
Tabel
1. Diagnosis Banding Osteopenia pada
Orang Dewasa
Gangguan
|
Kemungkinan Penyebab dan Karakteristik
|
Osteoporosis:
Bentuk senil/involusi
Bentuk pasca menopause
Bentuk hipogonadal
Bentuk idiopatik
Bentuk imobilisasi
|
Berhubungan dengan usia, genetik,
kurus, asupan kalsium rendah sepanjang hidup. Fraktur panggul dominan dan
terjadi setelah usia 70 tahun.
Berhubungan dengan menopause,
khususnya sebelum usia 45. Fraktur vertebra, iga, dan radius (tulang yang
mengandung lebih banyak trabekular), pada wanita decade 6 dan 7.
Berhubungan dengan kadar hormon luteinizing dan androgen pada pria.
Tidak ditemukan faktor predisposisi.
|
Osteoporosis yang
diinduksi glukokortikoid:
Bentuk
Iatrogenik
Bentuk
spontan (sindrom cushing)
|
|
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Phosphate-wasting
syndrome
Penyakit tulang
Alumunium
|
Asupan inadekuat, malabsorpsi
intestinal, drug-induced accelerated
catabolism of vitamin D.
Defect
renal tubular didapat dengan kehilangan fosfat, renal tubular acidosis, penyalahgunaan
antasid.
Dialisis, nutrisi parenteral total.
Hipofosfatasia.
|
Osteitis fibrosa
(hiperparatiroidisme):
Hiperparatiroidisme
primer (adenoma)
Hiperparatiroidisme
sekunder
|
Keadaan defisiensi vit-D, penurunan
absorpsi kalsium di usus akibat usia, gagal ginjal kronik.
|
Hipertiroidisme
keganasan defek genetik:
Osteoporosis
high turnover
Tulang
diganti tumor
Osteogenesis
imperfecta, penyakit cycle sel dan lipid storage disorder
|
Dikutip
dari: Hahn BH, 1993.
Bila diagnosis osteopenia telah ditegakkan maka
sebagai langkah awal untuk menentukan penyebab osteopenia diperiksa kadar Ca,
PO4 dan fosfatase alkali serum (puasa). Pada high turnover osteoporosis kadar Ca dan PO4 normal
sedangkan alkali fosfatase sangat meningkat, sedangkan pada low turnover osteoporosis dan akibat
glukokortikoid kadar ketiganya turun, P turun dan alkali fosfatase sedikit
meningkat sedangkan yang akibat deplesi fosfat maka Ca normal, P turun dan
alkali fosfatase sedikit meningkat. Untuk penyakit lainnya dapat dilihat pada
tabel 2.
Pemeriksaan serum PTH yang didukung dengan data
lainnya dapat menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme. Keadaan lain yang dapat
meningkatkan PTH ialah osteoporosis akibat glukokortikoid, defisiensi vitamin
D, osteodistrofi ginjal dan metastase.
Pemeriksaan kadar 25 OH D sangat sensitif untuk
menilai keadaan vitamin D, kadar normalnya berbeda pada musim dingin dengan
musim panas (di Negara 4 musim), pada defisiensi vitamin D kadarnya sangat
rendah.
Untuk menentukan turnover
dari tulang maka beberapa ahli memeriksa kadar osteokalsin serum yang kadarnya
sangat meningkat pada osteoporosis high
turnover. Osteocalcin hanya dibuat oleh osteoblas sehingga pada keadaan
sintesis tulang yang meningkat kadarnya akan naik pula.
Pemeriksaan ekskresi kalsium urin 24 jam mudah dan
sangat berguna, walaupun tidak langsung mendeteksi kelainan metabolisme tulang.
Pada orang dengan diet kalsium sekitar 600-800 mg, maka nilai ekskresi kalsium
tersebut 100-250 mg/24 jam. Nilai di
bawah 100 mg/24 jam menunjukkan kemungkinan malabsorpsi atau akibat peningkatan
PTH sekunder yang merangsang retensi kalsium oleh tubulus ginjal. Peningkatan
ekskresi kalsium urin disertai asidosis hiperkloremik menunjukkan adanya renal tubular acidosis.
Hidroksiprolin
hanya ditemukan dalam kolagen, sehingga peningkatan ekskresi dalam urin 24 jam
diakibatkan oleh resorpsi tulang. Uji ini dipengaruhi oleh diet mengandung
banyak protein, sehingga agar pemeriksaan ini dapat digunakan di klinik, maka
sebelumnya pasien harus diet ketat selama 3-5 hari.
Tabel
2. Kadar Serum Kalsium, Fosfat dan
Fosfatase Alkali pada Osteopenia
Gangguan
|
Kalsium
(Ca)
|
Fosfat
(PO4)
|
Fosfatase
Alkali
|
Osteoporosis-idiopatik
High
turnover
Low
turnover
|
Normal
Normal
|
Normal
Normal
|
Sangat
baik
Normal
|
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat
|
Sangat
turun
Normal
|
Sangat
turun
Sangat
turun
|
Sedikit
naik
Sedikit
naik
|
Hiperparatiroidisme
primer
|
Sedikit
naik
|
Sangat
turun
|
Normal
|
Osteodistrofi
ginjal
|
Normal, sangat turun,
sedikit naik
|
Normal
|
Normal
|
Penyakit
tulang metastatik
|
Normal,
sedikit naik
|
Normal
|
Sedikit naik, normal
|
Hipertiroidisme
|
Normal
|
Normal
|
Normal,
sedikit naik
|
Tabel
3. Kadar Serum Osteocalcin, PTH dan 25 OH D pada Osteopenia
Gangguan
|
Osteocalcin
|
PTH
|
25
OH D
|
Osteoporosis-idopatik
High
turnover
Low
turnover
|
Sangat
baik
Normal
|
Normal
Normal
|
Normal
Normal
|
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid
|
Sangat
turun
|
Sedikit
naik
|
Normal
|
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat
|
Normal
Normal
|
Sedikit
naik
Normal
|
Sangat
turun
Normal
|
Hiperparatiroidisme
primer
|
Sedikit
naik
|
Naik
|
Normal
|
Osteodistrofi
ginjal
|
Sedikit
naik
|
Sedikit
naik
|
Normal
|
Penyakit
tulang metastatik
|
Sedikit naik, normal,
sangat turun
|
Normal,
sangat naik
|
Normal
|
Hipertiroidisme
|
Sedikit
naik
|
Normal
|
Normal
|
Tabel
4. Kadar Kalsium, Fosfat dan
Hidroksiprolin dalam Urin 24 jam pada Osteopenia
Gangguan
|
Kalsium
(Ca)
|
Fosfat
(PO4)
|
Hidroksiprolin
|
Osteoporosis-idiopatik
High
turnover
Low
turnover
|
Sangat
baik
Normal
|
Normal
Normal
|
Sangat
baik
Normal
|
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid
|
Normal
|
Normal
|
Sangat turun, normal,
sedikit naik
|
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat
|
Sangat
turun
Sedikit
naik
|
Sangat
turun
Sedikit naik, normal
|
Normal
|
Hiperparatiroidisme
primer
|
Sedikit
naik
|
Sedikit
turun
|
Sedikit
naik
|
Osteodistrofi
ginjal
|
Sedikit
turun
|
Sedikit
turun
|
Sedikit
naik
|
Penyakit
tulang metastatik
|
Normal,
sedikit naik
|
Normal
|
Sedikit
naik
|
Hipertiroidisme
|
Normal
|
Normal
|
Sedikit
naik
|
Osteoporosis
Primer
Osteoporosis primer dapat dibedakan atas tipe 1/osteoporosis
pasca menopause yang terjadi pada
wanita pasca-menopause, tipe 2/osteoporosis senil/ageing-associated osteoporosis yang terjadi pada usia lanjut dan
wanita pra-menopause.
Osteoporosis idiopatik pada remaja/osteoporosis
juvenile, jarang dijumpai, dapat menyerang seluruh tulang disertai dengan
hambatan pertumbuhan, biasanya self-limiting
dan berlangsung tidak lebih dari 4 tahun. Osteoporosis idiopatik pada wanita
pra-menopause dan usia pertengahan relatif lebih sering dijumpai, yang
gejalanya berupa fraktur biasa, fraktur kompresi vertebrata multiple disertai
nyeri pinggang yang hebat. Penyebab osteoporosis idiopatik tidak jelas. Pada
wanita pra-menopause diduga disebabkan oleh turunnya kadar estrogen sebelum
terjadi menopause yang nyata. Pada pria diduga erat hubungannya dengan
penyalahgunaan alkohol, merokok dan imobilitas.
Pasien osteoporosis senil biasanya berusia 70 tahun
atau lebih, pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama terserang, fraktur
biasanya pada tulang paha. Pasien osteoporosis pasca-menopause biasanya wanita,
berusia 50 sampai 65 tahun, fraktur biasanya pada vertebra, iga atau tulang
radius.
Selain fraktur maka gejala yang perlu diwaspadai
ialah kifosis dorsalis bertambah, makin pendek dan nyeri tulang kronik. Adanya
osteopenia gigi, ditandai dengan gejala gigi mudah tanggal yang disertai
resorpsi gusi atau banyak gigi yang goyah, dapat digunakan sebagai patokan
kemungkinan adanya osteopenia tulang.
Patogenesis dari osteoporosis primer mempunyai
faktor etiologi multiple sebagai akibat bertambahnya usia, yang merupakan
perpaduan antara turunnya pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi tulang
yang hasil akhirnya ialah hilangnya massa tulang. Beberapa hipotesis yang
diajukan antara lain: kegagalan relatif osteoblas; defisiensi Vitamin D dan
kalsium akibat perubahan diet, penurunan efisiensi absorpsi kalsium di usus dan
retensi kalsium di ginjal; penurunan kadar kalsitonin dan estrogen dan kenaikan
kadar PTH.
Pada riwayat penyakit perlu dicari adanya faktor
predisposisi untuk terjadinya osteoporosis yang dapat dilihat pada tabel 5.
Untuk kepentingan perlu tidaknya tindakan pencegahan
pada wanita pasca-menopause dengan menggunakan terapi pengganti hormon (hormon replacement therapy), perlu
diperhatikan pula akan kemungkinan adanya sindrom defisiensi estrogen (lihat
tabel 6).
Pemeriksaan radiologik baik secara rutin maupun yang
lebih sensitif dengan menggunakan berbagai teknik canggih seperti SPA, DPA, QCT
dan DEXA dapat memastikan adanya osteopenia.
Pemeriksaan serum menunjukkan kadar kalsium, fosfat,
fosfatase alkali, PTH dan 25 OH D normal. Kalsium urin mungkin rendah, tetapi
biasanya normal.
Penyebab
lain dari osteopenia seperti hipertiroidisme, keganasan, hiperkortisolisme,
hiperparatiroidisme dan osteomalasia harus disingkirkan. Biopsi tulang dari
Krista ilaka dilakukan untuk menyingkirkan osteoporosis sekunder. Selain itu
dapat membedakan antara high turnover
dengan low turnover, hal ini
kadang-kadang perlu dilakukan respons terhadap pengobatan berbeda.
Tabel
5. Faktor Predisposisi Osteoporosis
Primer
Faktor
Umum
|
Faktor
Spesifik
|
Usia
|
Penurunan
absorpsi kalsium
Peningkatan
hormon paratiroid
Penurunan
kalsitonin
Senescence
tulang
|
Genetik
|
Meningkatnya
kerentanan pada sekelompok populasi
Puncak
massa tulang rendah
Bentuk
badan kecil (kurus)
Kembar
monozigot
Hubungan
ibu-anak
|
Ras
|
Insiden
Osteoporosis:
Putih
> Asia-Hispanik > hitam
|
Menopause
|
Penurunan
kadar estrogen dan progestin, terutama seketika: seperti pada ooforektomi
|
Obat
|
Glukokortikoid,
metotreksat
|
Imobilisasi
|
Inaktifitas
Kurang
beban
|
Kebiasaan
|
Asupan kalsium
rendah
Kurang kena
sinar matahari
Merokok
Penyalahgunaan
alkohol
Kurang
aktifitas fisik
|
Tabel
6. Sindrom Defisiensi Estrogen
Rasa
panas, keringat malam, insomnia, palpitasi, sakit kepala, serangan panik.
|
Perubahan
mood, anksietas, mudah marah, ingatan buruk, konsentrasi buruk, hilang
percaya diri, bimbang, depresi, kelelahan, hilang daya.
|
Atrofi
genital, dispareunia, hilang libido, sering kencing, nokturia, disuria.
|
Kulit
kering tipis, rambut kering, sakit dan nyeri sendi.
|
Osteopenia Akibat Glukokortikoid
Hilangnya massa tulang yang diakibatkan
glukokortikoid merupakan keadaan lain dimana kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari pembentukan tulang. Pada keadaan ini mekanisme utamanya ialah
supresi pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi tulang. Pada tabel 7 dapat
dilihat mekanisme lebih rinci pengaruh glukokortikoid pada tulang.
Faktor risiko terjadinya osteoporosis akibat
glukokortikoid meliputi faktor jenis kelamin, umur, ras, habitus tubuh, dosis
glukokortikoid, lama pengobatan, obat tambahan yang diberikan bersama, tingkat
aktivitas fisik, status nutrisi (khususnya asupan vitamin D dan kalsium) dan
seringnya terpajan sinar matahari. Pada
tabel 8 dapat dilihat ringkasan dari faktor risiko tersebut.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara sederhana dan
mudah. Dokter dapat mencurigai keadaan ini pada pasien yang mendapat terpai
glukokortikoid harian atau yang selang-seling (alternate), bila pada pemeriksaan radiologis vertebra menunjukkan
adanya osteopenia maka pasien berisiko tinggi mengalami fraktur. Secara praktis
diagnosis osteopenia akibat glukokortikoid berbulan-bulan, yang pada gambaran
radiologik menunjukkan massa tulangnya lebih rendah bila dibandingkan dengan
massa tulang individu yang setara dalam umur, jenis kelamin dan ras.
Pemeriksaan
sederhana lainnya dapat dilakukan untuk membedakan dengan keadaan lain seperti
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, osteomalasia dan keganasan. Kadar kalsium
dan fosfat serum biasanya normal, fosfatase alkali dapat meningkat bila baru saja
terjadi fraktur.
Tabel
7. Mekanisme Osteopenia Akibat
Glukokortikoid
Supresi
pembentukan tulang:
Penurunan konversi
dari sel prekursor ke osteoblast
Penurunan sintesis
osteoid oleh osteoblas matang
Supresi faktor lokal
pertumbuhan tulang
|
Peningkatan
resorpsi tulang
Penurunan absorpsi
kalsium di usus
Penurunan resorpsi
kalsium oleh tubulus ginjal dan
Peningkatan ekskresi
lewat urin
Hiperparatiroidisme
sekunder akibat malabsorpsi
Kalsium dan
pengeluaran lewat urin
Aktivasi osteoblast
sekunder terhadap hiperparatiroid
|
Hasil
akhir
Kecepatan resorpsi
> kecepatan formasi
|
Tabel
8. Faktor Risiko Osteopenia Akibat
Glukokortikoid
Faktor
risiko pasti
Glukokortikoid dosis
tinggi kumulatif
Dosis total (g) Fraktur (%)
< 10 22
10-30 33
>
30
53
|
Peningkatan
usia
Individu di atas 50
tahun, pria atau wanita
|
Kemungkinan
faktor risiko
Bertambah lamanya
terapi glukokortikoid
Dosis glukokortikoid harian
yang tinggi
Umur < 15 tahun
Ukuran tubuh kecil
(langsing)
Kulit putih
Jenis kelamin wanita
(sebelum menopause)
|
Osteomalasia
Osteomalasia
ialah perubahan patologik berupa hilangnya mineralisasi tulang yang disebabkan
berkurangnya kadar kalsium fosfat sampai tingkat di bawah kadar yang diperlukan
untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya ialah rasio antara
mineral tulang dengan matriks tulang berkurang. Penyebab utama osteomalasia
yang terjadi setelah masa anak-anak ialah:
-
Menurunnya penyerapan vitamin D akibat
penyakit bilier, penyakit mukosa usus halus proksimal dan penyakit ileum.
-
Peningkatan katabolisme vitamin D akibat
drug-induced yang menyebabkan
peningkatan kerja enzim-enzim oksidase hati.
-
Gangguan pada tubulus renalis yang disertai
terbuangnya fosfat (acquired), antara
lain pada sindrom Fanconi, renal tubular
acidosis yang disertai disproteinemia kronik (misalnya pada sindrom
Sjogren, SLE, gamopati monoklonal, keracunan logam berat).
-
Jarang sekali: pada pasien tukak peptic
yang mengalami deplesi fosfat akibat penggunaan kronik antasida
magnesium-alumunium gel.
Gambaran
kliniknya berupa keluhan yang menyerupai penyakit reumatik, seperti nyeri
menyeluruh dan kelemahan, miopati proksimal, nyeri periartikuler, polineuropati
sensorik.
Gambaran
radiologis menunjukkan demineralisasi generalisata ringan atau patah tulang iga
multiple dengan pembentukan kallus yang buruk atau pseudofraktur (looser’s zone).
Gambaran
laboratorik pada osteomalasia akibat defisiensi vitamin D ialah kadar serum
kalsium rendah, hipofosfatemia, alkali fosfatase meningkat, PTH sedikit
meningkat, kadar 25 OH D rendah, ekskresi kalsium urin/24 jam turun.
Pada
osteomalasia akibat kebocoran fosfat ginjal, maka kadar kalsium dan 25 OH D
normal, tetapi kadar fosfat serum sangat rendah, ekskresi kalsium urin/24 jam
normal.
Pada kedua jenis osteomalasia reabsorpsi
fosfat oleh tubulus ginjal sangat turun. Biopsi tulang pada osteomalasia akibat
defisiensi vitamin D menunjukkan gambaran campuran osteomalasia dan osteitis
fibrosa, sedangkan yang akibat defisiensi fosfat terutama osteomalasia.
Osteitis Fibrosa
Osteitis fibrosa adalah diagnosis histopatologis
yang berdasarkan ditemukannya peningkatan jumlah osteoklast disertai dengan
resorpsi tulang yang diganti dengan jaringan ikat. Dasar dari kelainan ini
ialah meningkatnya sekresi dari hormon paratiroid, baik sebagai proses primer
maupun sekunder terhadap adanya stimulus hipokalsemia berkepanjangan, misalnya
malabsorpsi kalsium.
Hiperparatiroidisme primer gejala kliniknya ialah
osteopenia generalisata disertai dengan fraktur kompresi vertebra atau tulang
panjang. Gejala lainnya ialah kelemahan, mudah lelah, berat badan menurun,
nyeri otot dan kelemahan otot proksimal, artralgia, kaku pagi, pseudogout, nyeri epigastrik dan kolik
ginjal. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan
resorpsi tulang subperiosteal terutama di falang. Sering penyakit ini secara
tidak sengaja terdiagnosis pada individu dengan hiperkalsemia asimtomatik.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya peningkatan kadar PTH dan
kalsium serum. Kadar alkali fosfatase serum (fraksi tulang) meningkat. Ekskresi
kalsium dalam urin sedikit meningkat oleh karena kalsium yang difiltrasi ginjal
meningkat.
Hiperparatiroidisme
sekunder terjadi akibat gangguan yang menyebabkan penurunan absorpsi kalsium
oleh usus. Penyebab tersering ialah defisiensi vitamin D atau penurunan
absorpsi kalsium idiopatik pada usia lanjut. Pada keadaan defisiensi vitamin D
sering ditemukan gejala kelelahan dan miopati. Diagnosis ditegakkan dengan
adanya kadar kalsium serum normal-rendah, fosfat serum turun, kadar PTH serum
sedikit naik dan ekskresi kalsium urin turun.
Hipertiroidisme
Penyakit
tulang pada hipertiroidisme ialah osteoporosis high turnover. Mekanismenya diduga adanya stimulasi langsung
resorpsi tulang akibat kadar hormon tiroid yang tinggi dalam darah. Pasien
mengeluh nyeri tulang sampai fraktur di samping gejala hipertiroidisme lainnya.
Gambaran radiologik menunjukkan osteopenia difus atau garis-garis abnormal pada
tulang kortikal. Gambaran biokimia berupa peningkatan ringan kadar kalsium,
serta peningkatan kadar alkali fosfatase serum.
Keadaan yang Tidak Berhubungan
dengan Berkurangnya Massa Tulang
Sebagian besar populasi penderita usia 50 tahun ke
atas yang mengeluh nyeri sendi dan nyeri pinggang, bukan disebabkan oleh
osteoporosis, tetapi disebabkan osteoarthritis, perubahan degeneratif pada
diskus, spondilosis, keluhan akibat postur yang salah, hiperlordosis dan
obesitas. Semua keadaan ini harus dipikirkan lebih dahulu sebelum mendiagnosis
osteoporosis.
Dari
berbagai penelitian klinik telah terbukti bahwa osteoporosis jarang ditemukan
bersama dengan osteoartrosis atau penyakit sendi degeratif, agaknya kedua hal
tersebut merupakan dua kondisi yang sangat berbeda walaupun ditemukan pada usia
yang sama tua. Pada tabel 9, dapat dilihat faktor risiko pada osteoartrosis
yang banyak berbeda dengan osteoporosis.
Tabel
9. Faktor Risiko Osteoartrosis
Kriteria
Klinik
|
Osteoartrosis
|
1.
Sex
2.
Umur
3.
Ras
4.
Bentuk badan
5.
Densitas massa tulang yang tebal
6.
Gaya hidup/pekerjaan
7.
Perokok berat
8.
Faktor sistemik lain (a.l.
diabetes)
|
Wanita
> Pria
50
tahun +
Hitam
> Putih
Besar,
gemuk
Meningkat
Sangat
aktif
Menurunkan
risiko
Meningkatkan
risiko
|
Karena
nyeri pinggang akut maupun kronik merupakan keluhan yang sering dijumpai baik
pada osteoporosis maupun pada osteoartrosis maka langkah-langkah diagnosis di
bawah ini dapat digunakan sebagai patokan untuk membedakan keduanya.
Kesimpulan
Deteksi pasien yang mempunyai risiko fraktur
osteoporosis adalah sangat penting, karena tidak semua wanita pasca-menopause
usia antara 50-60 tahun yang menderita nyeri pinggang disebabkan oleh
osteoporosis.
Untuk mencegah terjadinya diagnosis berlebihan atau under-diagnosis diperlukan pengetahuan
yang cukup untuk membedakan berbagai jenis osteopenia dan keadaan lain yang
memberikan keluhan yang mirip dengan keluhan osteoporosis.
Osteoporosis dapat dibagi dalam bentuk primer dan
bentuk sekunder. Osteoporosis perlu dicurigai pada pasien dengan fraktur tulang
akibat trauma ringan, tubuh makin pendek, lordosis dorsal bertambah dan nyeri
tulang (terutama nyeri pinggang).
Untuk membedakan berbagai jenis osteopenia perlu
dilakukan pemeriksaan biokimia, radiologis termasuk densitometri tulang dan
bila perlu dilakukan biopsi.
Keluhan yang mirip osteoporosis terutama nyeri
pinggang dapat diakibatkan oleh penyakit sendi degeneratif, gangguan diskus
inter-vertebralis dan perubahan postur. Diagnosis yang tepat akan memberikan
pula hasil pengobatan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Ang-Sy
S. Menopausal Hormone Replacement Therapy: Current Developments. Medicine
Digest. Special Issue, January 1994: 2-7.
Chesnut
III CH. Osteoporosis. In Hazzard WR et al ed: Principles of Geriatric Medicine
and Gerontology. 2nd ed. Mc.Graw-Hill Inc. 1990: 813-825.
Chesnut
III CH. Diagnosis of Osteoporosis. In Chesnut III CH ed. First Asian Simposium
on Osteoporosis. Proceedings. Excerpta Medica Asia Pacific Congress Series No
84. 1988: 38-42.
Dequeker
J, Rosh JS, Mardjuadi A, Jiang Y, Zhao J. Clinical Aspect and Diagnosis of
Osteoporosis: Western and Oriental Experience. Rheumatology Aplar. 1992: 45-9.
Francis
RM. Osteoporosis. Pathogenesis and Management. Kluwe Academic Publisher. 1990.
Hahn
BH. Osteopenic Bone Diseases. Dalam: Mc.Carty et al (ed). Arthritis and Allied
Condition. A Textbook of Rheumatology. 12th ed. Philadelphia,
London. Lea & Fibiger. 1993: 1927-54.
Jennings
J, Baylink D. Osteoporosis. In: Calkins E et al ed: The Practice of Geriatrics.
First Edition. Philadelphia. Saunders Company. 1986: 466-76.
Peck
WA. Trend and Prespective in The Diagnosis and Management of Osteoporosis. The
Parthenon Publishing Group, 1988.
Peck
WA. Epidemiology and Clinical Presentation of Osteoporosis. In: Chesnut III CH
ed. First Asian Simposium on Osteoporosis. Proceedings. Excerpta Medica Asia
Pacific Congress Series No 84. 1988: 1-5.
No comments:
Post a Comment