A.
KHALIFAH
RASYIDAH
Nabi
Muhammad SAW. Meninggal dunia pada pada tahun 632 M setelah sebagian besar
Arabia masuk Islam. Wafatnya Nabi Muhammad menghadapkan masyarakan Muslim yang
masih bayi itu pada sesuatu yang berwujud krisis konstitusional. Nabi Muhammad
tidak menunjuk penggantinya, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan menurut
garis-garis majelis suku yang mungkin bisa melaksanakan kekuasaan selama masa
peralihan yang sangat gawat itu. Segera setelah wafatnya Nabi, tiga golongan
yang bersaing yaitu, Anshar, Muhajirim, dan Hasyim terlibat di dalam
permasalahan kekhalifahan (khilafah).
Kaum
Anshar menuntut bahwa mereka adalah orang-orang yang memberi tempat kepada Nabi
pada saat-saat krisis. Oleh karena itu, seorang penerus Nabi harus dipilih di
antara mereka. Kaum muhajirin menuntut bahwa Abu Bakar adalah orang yang
terbaik untuk menggantikan Nabi. Sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu
Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin
yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
1.
Abu
Bakar (11-13 H / 632-634 M)
Abu
bakar lahir pada 573 M. Lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.
Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain: Atiq. Nama ini di ambil
dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk
Islam, Rasulullah memanggilnya menjadi Abdullah. Namun Abu Bakar sendiri konon
berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar
berarti dini atau awal. Sepeninggal Rasulullah, kaum Muslimin mengangkat Abu
Bakar sebagai khalifah. Tak mengherankan, karena sebelum Rasulullah diangkat
pun Abu Bakar telah menjadi orang kedua setelah beliau.
v Pencapaian
Abu Bakar
Setelah
menjadi khalifah, yang pertama-tama menjadi perhatian Abu Bakar adalah
melaksanakan keinginan Nabi yang hampir tidak bisa terlaksana, yaitu
mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan Usamah ke perbatasan Siria untuk
membalas pembunuhan ayah Usamah, yaitu Zaid, dan kerugian yang di derita oleh
umat Islam di dalam perang Mut;ah. Ekspedisi itu ada pengaruhnya. Keberanian
Abu Bakar untuk melanjutkan pengiriman ekspedisi meyakinkan orang-orang Badui
akan keadaan kekuatannya di dalam negeri.
v Memerangi
Kemurtadan
Karena
sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalifah ibn Al-Walid adalah
jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini. Tampaknya, kekuasaan yang
dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah,
bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan
hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak
sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirimkan
kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai
Al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirik ekspedisi di bawah pimpinan empat
jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan, dan Syurahbil.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk
memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak dan
melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria selama dua tahun.
v Wafatnya
Abu Bakar
Abu
Bakar jatuh sakit dalam musim panas tahun 634 M, dan selama 15 hari dia
berbaring di tempat tidur. Khalifah ingin sekali menyelesaikan masalah
penggantian dan mencalonkan seorang pengganti, kalau-kalau hal itu akan
melibatkan rakyatnya ke dalam suatu perang saudara. Meskipun dari pengalamannya
Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin Khatab
yang dapat mengambil tanggung jawab
kekhalifahan yang berat itu, karena masih ingin menggembleng pendapat umum, dia
bermusyawarah dengan para sahabatyang terpandang. Abu Bakar memanggil Usman dan
mendiktekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Dia
meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M. Shalat jenaza
dipimpin oleh Umar, dan dan dia dikuburkan drumah Aisyah di samping makam Nabi.
Dia berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalifahannya berlangsung 2
tahun 3 bulan dan 11 hari.
2.
Umar
bin Khathab (13-25 H / 634-644 M)
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa
ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian,
mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan
terjadinya perselisihab dan perpecahan di kalangan umat Islam. Umar menyebut
dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia
juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang
beriman).
v Penaklukan
Syria dan Irak
Di
zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu
kota syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M Dan setahun kemudian. Dengan memakai
Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn
‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandar, ibu kota
Mesir, ditaklukkan t5ahun 641 M. Serangan dim lanjutkan ke ibu kota Persia,
Al-Maidan yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat di
kuasai.
v Penaklukan
Persia
Pada
masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islamsudah meliputi Jazirah Arabia,
Pelestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir. Karena perluasan daerah
terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur dministrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi
pemerintahan di atur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, jawatan kepolisian di bentuk. Umar mendirikan Bait al-Mal, menempa
mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.
Akan
tetapi, kekhalifahan Umar tidak kurang pula mencoloknyadalam
pembaruan-pembaruan pemerintahannya. Untuk itu dia di anggap sebagai pendiri
yang sebenarnya dari pemerintahan Islam. “Selama 30 tahun berdirinyarepublik
itu,” kata Amir Ali “Kebijakannya memperoleh cirinya terutama dari Umar, baik
selama masa hidupnya maupun setelah wafatnya.
v Wafatnya
Khalifah Umar
Wafatnya
Umar sangat tragis, suatu hari seorang budak bangsa Persiayang bernama Feroz
datang kepada Umar dengan pengaduan bahwa majikannya telah membebankan atasnya
pajak yang sangat berat. Umar berjanji untuk memeriksa masalah itu. Hari
berikutnya, ketika orang-orang berkumpul di Masjid Madinahuntuk shalat, Feroz
menyelinap masuk dan berkumpul dengan mereka. Baru saja Umar melakukan shalat,
Feroz tiba-tiba menyerang dari belakang dan menusuk Umar. Umar meninggal dunia
tiga hari kemudian dan dimakamkan pada hari Sabtu tanggal 1 Muharram tahun 23 H
atau 644 M. Kekhalifahannya berlangsung selama 10 tahun 6 bulan 4 hari.
3.
Usman
bin Affan (24-36 H / 644-656 M)
Usman
bin affan, khalifah islam ketiga yang saleh itu, dilahirkan pada tahun 573 M di
dalam marga Umayah dari keluarga besar Quraisy. Nabi sangat mengaguminya karena
kesederhanaan, kesalehan, dan kedermawaannya, dan memberikan dua putrinya untuk
dinikahi oleh secara berurutan, yaitu setelah yang meninggal dunia. Ketika
putrinya yang kedua meninggal, dia berkata bahwa seandainya dia mempunyai putri
yang lain, pasti dia telah menikahkannya dengan usman.
Dimasa
pemerintahan usman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut.
Ekspansi islam pertama berhenti sampai disini.
Pemerintahan
usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paroh terakhir masa kekhalifahannya,
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat islam terhadapnya.
Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin
karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang
lemah lembut. Akhirnya, pada tahun 35 H / 655 M, Usman dibunuh oleh kaum
pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah
satu yang menyebabkan banyak rakyat yang kecewa terhadap kepemimpinan Usman
adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi.
Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan yang
penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar
dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, mesjid-mesjid, dan memperluas mesjid nabi di Madinah.
4.
Ali
bin Abi Thalib (35–40 H / 655-660 M)
Setelah
Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah, Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para
gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia
yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.
Tidak lama setelah itu Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair,
dan Aisyah. Pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan
nama “Perang Jamal (Unta)” karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta.
Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim ke Madinah.
Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah. Ali bergerak
bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya
bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata
tidak menyelesaikan masalah, bahkan, menyebabkan timbulnya golongan ketiga,
al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Pada tanggal 20 ramadhan
40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij.
B.
KHALIFAH
BANI UMAYYAH
Memasuki
masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan
yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis
(kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan,
diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan tau suara terbanyak. Suksesi
kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh
monarchi di Persia dan Bizantium. Dia
memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun, dia memberikan interpretasi
baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya
“khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Kekuasaan
Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan
Muawiyah dari madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah
bin Abi Sufyan (661-680 M), Abd Al-Malik (705-715 M), Umar bin Abd al-Aziz
(717-720 M), dan Hasyim bin Abd Al-Malik (724-743 M).
Ekspansi
yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti
ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah
dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul.
Ekspensi
ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul Malik.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban.
Umat islam merasa bahagia.
Di
zaman Umar bin Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan
Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-Rahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Di
samping daerah-daerah tersebut, pulau-palau yang terdapat di Laut Tengah juga
jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Disamping
ekspansi kekuasaan islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di
berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan.
Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bagasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam. Khlifah Abd Al-Malik diikuti oleh putranya
Al-Walid bin Abd Al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan.
Ketika
Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan
setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kapada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Pada tahun
680 M. Ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada
di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat
Husein sebagai khalifah.
Hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Abd Al-Aziz (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai khlifah, dia menyatakan
bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih
baik dari pada menambah perluasannya.
Sepeninggal
Umar bin Adb Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid bin
Abd Al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terll\alu gandrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut
hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam bin Abd Al-Malik (724-743
M). Dalam perkembangan berikutnya, kekuasaan baru ini mampu menggulingkan
dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas.
Pada
tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bni Abbas yang bersekutu dengan Abu
Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah,
melarikan diri ke mesir ditangkap dan dibunuh di sana.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lamah dan membawanya
kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.
Sistem pergantian
khalifah melalui garis krturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab
yang lebih menekankan aspek senioritas.
2.
Latar belakang
terbentuknya Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik di
masa Ali.
3.
Pada masa kekuasaan
Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan
Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing.
4.
Lemahnya pemerintahan
daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sika hidup mewah di lingkungan istana
sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5.
Penyabab langsung tergulingnya
kekuasaan dinasyi Bani Umayyah adalah munculnya kekuasaan baru yang dipelopori
oleh keturunan Al-Abbas bin Abd Al-Muthalib.
C.
KHALIFAH
BANI ABBAS
Kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, malanjutkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad
Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah bin Muhammad bin Ali
bin Abdullah bin Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini
berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan politik itu, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1.
Periode Pertama (132
H/750M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.
Periode Kedua (232
H/847 M – 334H/945 M), disebut masa pengaruh turki pertama.
3.
Periode Ketiga (334
H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan
khalifah Abbasiyah. Disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.
Periode Keempat (447
H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan
khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.
Periode Kelima (590
H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Masa
pemerintahan Abu Al-Abbas pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun
750 M sampai 754 M. Karena itu pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah
Abu Ja’far Al-Manshur (754-775 M).
Khalifah
Al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya
membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah
perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di
Asia, kota Malatia, wilayah Coppalocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Pada
masa Al-Manshur, pengertian khalifah kembali berunah. Dia berkata,” Innama ana Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya
saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”.dengan demikian konsep khilafah dalam
pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya yang merupakan mandat dari
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut nabi sebagaimana pada
masa al-Khulafa’ al-Rasyadun.
Kalau
dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu
Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Manshur, maka, puncak keemasan dari dinasti ini
berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu Al-Mahdi (755-785 M), al-Hadi
(755-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al-Mu’tashim
(833-842 M), Al-Wasiq (842-847 M),dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Ciri-ciri
menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.
1.
Dengan berpindahnya ibu
kota ke Baghdag, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab.
Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab.
2.
Dalam penyelenggaraan
negara, pada masa Bani Abbas dan jabatan wasir, yang membawahi kepala-kepala
departemen.
3.
Ketenteraan profesional
baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Dalam
bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai
berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1.
Maktab/Kuttab
dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan, hitung-hitung dan tulisan; dan tempat para remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama, seperti: tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.
2.
Tingkat pendalaman.
Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu
kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing.
Pengaruh dari
kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan
terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi
juga ilmu pengetahuan agama.
Pengaruh
gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama
di bidanh astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah.
Demikian
kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam
pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa
ini, kjemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan,
sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan. Masa
keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa masa kekuasaan Bani Abbas
periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami
masa kemunduran.
No comments:
Post a Comment