A.
PERMASALAHAN ZAKAT KONTEMPORER
Firman
Allah SWT:
bÎ*sù (#qç/$s? (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4q2¨9$# öNä3çRºuq÷zÎ*sù Îû Ç`Ïe$!$# 3 ã@Å_ÁxÿçRur ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇÊÊÈ
Artinya:
Jika
mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum
yang Mengetahui. (QS. At-Taubah : 11).
Yang dimaksud dengan zakat kontemporer
adalah zakat yang tidak disebutkan secara tegas di dalam nash Al-Qur’an maupun
Al-Hadits.
Secara umum zakat dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Pembahasan dalam
bab ini dibatasi hanya membicarakan zakat hasil usaha yang zakatnya tidak
ditentukan oleh nash, seperti perkebunan, peternakan selain kambing, sapi/lembu
dan unta, perikanan, gaji/upah, dan industri.
1.
Hukum dan Jenis-Jenis Zakat Kontemporer
a. Hukum Zakat Hasil Perkebunan
Para fuqaha sependapat mengenai wajibnya zakat pada
empat tanaman, yaitu gandum, jawawut, kurma, dan anggur kering. Bagi fuqaha
yang memegangi ketentuan umum, mereka mewajibkan zakat pada semua tanaman,
selain tanaman yang dikecualikan oleh ijma’. Sedangkan fuqaha yang memegangi
qiyas, mereka hanya mewajibkan zakat atas tanaman-tanaman yang merupakan bahan
makanan pokok.
Adapun nishab zakat hasil perkebunan, sebagaimana
diketahui adalah lima wasaq (± 930 liter).
b. Hukum Zakat Peternakan dan Perikanan
Para fuqaha bersepakat wajib zakat atas beberapa jenis
binatang, yaitu unta, kerbau, lembu, kambing, dan biri-biri. Namun mereka
berbeda pendapat mengenai binatang ternak lainnya, demikian pula mengenai
perikanan.
Sementara nishabnya, bisa dinishbahkan kepada nishab
binatang ternak yang wajib dizakati berdasarkan ketentuan nash:
Misalnya:
Jenis
ternak :
ayam
Harga
per ekor :
Rp. 10.000,00
Diqiyaskan
kepada kambing
Nishab
kambing :
40 s/d 120 ekor, zakatnya 1 ekor.
Harga
1 kambing :
Rp. 200.000,00
Harga
kambing : Nilai harga ayam = 1
: 20
Maka
nishab ayam adalah =
20 x 40 (batas minimal nishab kambing)
=
800 ekor.
c. Hukum Zakat Gaji/Upah
Yang dimaksud dengan gaji/upah ialah upah kerja yang
dibayar di waktu yang tetap. Di samping gaji ada juga penghasilan lain, sebagai
upah atau balas jasa atas suatu pekerjaan. Menurut Masjfuq Zuhdi, bahwa semua
macam penghasilan tersebut terkena hukum zakat sebesar 2,5 % berdasarkan firman
Allah SWT:
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya:
Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. (QS. Al-Baqarah : 267)
Kewajiban tersebut, menurutnya apabila penghasilan
telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang,
pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan,
dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan; bebas dari beban hutang, baik kepada Allah
SWT, seperti nazar haji yang belum ditunaikan, maupun terhadap sesama manusia.
Kemudian sisa penghasilan itu masih mencapai nishab, yakni senilai 93,6 gram
emas (artinya disamakan dengan emas) dan telah genap setahun.
d. Hukum Zakat Saham, Industri, dan Lain Sebagainya
Menurut Masjfuq Zuhdi, bahwa saham
perusahaan/perseroan, baik yang terjun di bidang perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan
lain-lain, wajib dizakati menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, yaitu
sebesar 2,5 % setahun seperti zakat tijarah, apabila telah mencapai nishab dan
sudah haul.
Sementara menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham
itu dizakati. Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan
yang berkaitan langsung dengan perdagangan maka wajib dizakati seluruh
sahamnya. Namun bila tidak berkaitan dengan perdagangan atau tidak memproduksi
barang untuk diperdagangkan, maka saham-saham itu tidak wajib dizakati.
Dalam pasal 11 ayat (2) UU tersebut, disebutkan bahwa
harta yang dikenai zakat adalah:
1. Emas, perak dan uang.
2. Perdagangan dan perusahaan.
3. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil
perikanan.
4. Hasil pertambangan.
5. Hasil peternakan.
6. Hasil pendapatan dan jasa.
7. Rikaz.
2.
Masalah Zakat dan Hutang
Apabila seseorang menghutangkan hartanya kepada orang
lain dan jumlah harta yang dihutangkan itu sampai satu nishab atau lebih, maka
harta yang dihutangkannya itu wajib dizakati, dengan syarat yang berhutang itu
orang mampu (kaya). Adapun cara pembayarannya, sebagai berikut:
a. Menurut Imam Syafi’i, harta itu dikeluarkan setiap
tahun, karena harta tersebut disamakan dengan barang titipan (wadhi’ah) dan
dipandang sebagai “milk tam”.
b. Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, piutang
tersebut hanya dizakati untuk satu haul yaitu pada saat mengembalikan, meski telah
berada di tangan orang yang berhutang beberapa haul.
c. Sedang Imam Malik berpendapat tidak jauh beda dengan
pendapat Imam Abu Hanifah, yakni wajib dikeluarkan zakatnya pada saat
dikembalikan dan cukup hanya untuk satu tahun saja, yaitu tahun saat dikembalikannya.
Lalu bagaimana bila pihak yang berhutang itu orang
tidak mampu (miskin)? Para ulama berbeda pendapat:
a. Harta itu tidak wajib dizakati. Ini pendapat Qatadah,
Abu Tsaur dan Ishaq.
b. Menurut Imam Hanafi dan Ulama Iraq, piutang tersebut
wajib dizakati pada saat dikembalikan untuk seluruh tahun yang belum dizakati.
c. Menurut Malik, piutang tersebut wajib dizakati pada
saat dikembalikan saja hanya untuk satu haul saja.
3.
Hikmah Hukum Wajib Zakat Kontemporer
Di
antara hikmah zakat kontemporer antara lain adalah:
a. Semakin menyadarkan orang-orang kaya untuk
mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, karena banyak sekali orang
yang sebenarnya mempunyai penghasilan lebih besar daripada orang-orang yang
wajib zakat dalam bentuk harta yang sudah ditentukan jenisnya.
b. Dengan adanya zakat kontemporer maka di sisi lain akan
lebih banyak fakir miskin yang dapat tertolong.
B.
MANFAAT DAN HIKMAH ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH DAN PAJAK
1.
Persamaan dan Perbedaan Zakat, Infaq, Shadaqah dan
Pajak
a. Persamaan dan Perbedaan Zakat dan Pajak
Persamaannya adalah zakat dan pajak adalah sama-sama
merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap orang yang memiliki
harta (kekayaan) tertentu yang dipandang patut dikeluarkan zakat/pajaknya.
Kemudian, Masjfuq Zuhdi mengemukakan perbedaan zakat dengan pajak yang
prinsipil. Perbedaan tersebut terletak pada:
1. Beda dasar hukumnya. Dasar hukum zakat adalah
Al-Qur’an dan Sunah. Sedang dasar hukum pajak adalah perundang-undangan.
2. Beda status hukumnya. Zakat adalah suatu kewajiban
terhadap agama. Sedang pajak suatu kewajiban terhadap negara.
3. Beda obyek/sasaran. Kewajiban zakat khusus bagi umat
Islam, sedang kewajiban pajak bagi semua penduduk tanpa memandang agama.
4. Beda kriteria wajb zakat dan wajib pajak. Kriteria
kekayaan dan penghasilan yang terkena zakat dan pajak persentasenya tidak sama.
5. Beda dalam pos-pos penggunaannya. Zakat hanya
digunakan untuk delapan golongan sebagaimana ditentukan dalam Al-Qur’an, sedang
pajak digunakan untuk pos-pos yang sangat luas.
6. Beda hikmahnya. Di antara hikmah zakat adalah untuk
mensucikan jiwa dan harta si muzakki, untuk memeratakan pendapatan dan
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat, sedang pajak dipergunakan terutama
untuk pembangunan.
b. Persamaan dan Perbedaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Persamaannya adalah bahwa ketiganya merupakan salah
satu ketetapan Tuhan berkenaan dengan harta benda, karena Allah SWT menjadikan
harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat manusia seluruhnya. Sedangkan
perbedaannya adalah bahwa zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan
berkenaan dengan syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh agama,
sedang infaq dan shadaqah bersifat anjuran dan tidak ada syarat-syarat dan
rukun sebagaimana yang ada pada zakat.
2.
Hikmah Zakat, Infaq, Shadaqah dan Pajak
a. Hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah Bagi Yang
Mengeluarkan
Di
antara hikmah zakat, infaq, dan shadaqah bagi yang mengeluarkan adalah:
1. Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas
nikmat kekayaan yang diberikan Allah SWT kepadanya.
2. Membersihkan dan mensucikan diri dari harta yang
dimilikinya, mengkikis dari sifat kikir dan akhlak tercela serta mendidik diri
agar bersifat pemurah dan berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan firman Allah
SWT:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. At-Taubah : 103)
3. Untuk mendidik manusia agar menyadari bahwa harta
benda itu bukanlah tujuan hidup dan bukan merupakan hak milik mutlak bagi
pemiliknya, tetapi merupakan titipan Allah SWT yang harus dipergunakan sebagai
alat untuk mengabdikan diri kepada-Nya dan sebagai alat bagi manusia untuk
menjalankan perintah agama dalam segala aspeknya.
4. Untuk lebih meningkatkan diri pada Allah SWT,
menghapuskan dosa, dan melipatgandakan pahala.
b. Hikmah Zakat, Infaq, dan Shadaqah bagi Masyarakat
Di
antara hikmah zakat, infaq, dan shadaqah bagi masyarakat adalah:
1. Dapat menolong orang yang lemah dan orang yang susah.
2. Dapat memperkecil jurang perbedaan ekonomi antara
orang kaya dengan orang miskin.
3. Dapat mendidik jiwa masyarakat agar mereka memiliki
sifat kepedulian sosial, suka berkorban, menghindari sifat egoistis dan masa
bodoh terhadap yang lain.
4. Dapat memperteguh dan memupuk keimanan muallaf.
3.
Hikmah Membayar Pajak
a. Ikut serta membangun bangsa/negara.
b. Lebih meningkatkan rasa solidaritas terhadap sesama.
c. Manifestasi dari rasa tanggung jawab kita sebagai
anggota masyarakat.
No comments:
Post a Comment