Perlu Anda ketahui,
dunia pengobatan alternatif sudah mengenal istilah terapi untuk menyembuhkan
penyakit berdasarkan penyebabnya. Sampai saat ini, ada banyak sekali jenis
terapi yang berhasil ditemukan. Salah satu dari sekian banyak terapi tersebut
adalah hirudoterapi atau yang biasa disebut terapi lintah. Tahukah Anda, apa
itu hirudoterapi?
Dalam catatan
Wikipedia, hirudoterapi adalah terapi penyembuhan penyakit menggunakan lintah
sebagai obat untuk tujuan pengobatan. Terapi ini diperkenalkan oleh salah satu
filsuf sekaligus dokter muslim yang sangat mahsyur, yakni Avicenna, dalam
karyanya The Canon of Medicine.
Avicenna yang bernama asli Ibnu Sina itu juga mengenalkan penggunaan lintah
sebagai perawatan untuk penyakit kulit. Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya,
hirudoterapi menjadi menjadi salah satu metode yang disukai oleh masyarakat
Eropa pada Abad Pertengahan.
Menurut Nurdeen
Deuraseh, dalam karyanya yang bertajuk “Ahadith of the Prophet on Healing in
Three Things (Asy – Syifa’ fi Thalata); An Interpretational”, Journal of the International Society for the
History of Islamic Medicine, pengobatan dengan lintah diperkenalkan oleh
Abdul Latif pada abad ke – 12M.
Nurdeen Deuraseh
menjelaskan bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit
setelah operasi pembedahan. Ia melakukannya, meskipun ia mengerti risiko
menggunakan lintah. Ia memberikan saran ke pada pasien agar lintah dibersihkan
terlebih dahulu dari kotoran dan debu yang melekat pada lintah sebelum
digunakan. Ia juga menerangkan bahwa setelah lintah menghisap darah, garam
harus diteteskan pada bagian tubuh manusia.
Meskipun hirudoterapi
telah dikenal sejak zaman Ibnu Sina, namun terapi lintah saat itu belum begitu
popular. Apalagi, pada abad ke – 19, secara perlahan, terapi lintah mulai
dilupakan orang. Terapi tersebut kembali digunakan pada awal tahun 1990, saat
sebuah riset medis dengan terapi lintah berhasil membuktikan bahwa terapi ini
mampu menyembuhkan tumor tanpa kemoterapi dan pembedahan.
Riset yang dilakukan di
Eropa juga membuktikan bahwa terapi lintah yang dilakukan dengan pengobatan
medis (obat-obatan) atau herbal dapat meningkatkan efektivitas obat. Hingga
saat ini, tidak ditemukan adanya efek samping sebagai akibat terapi tersebut.
Temuan lainnya
menyatakan bahwa terapi lintah bisa menstabilkan kadar hormon
serotonin/melancarkan peredaran darah dan oksigen pada jaringan syaraf
halus di kepala, termasuk menormalkan
penyempitan atau pelebaran pembuluh darah di otak. Berdasarkan penemuan
tersebut, tak heran jika banyak orang sembuh setelah memanfaatkan sedot lintah
(Hirudo Medicinalis) ini, sehingga
terapi tersebut menjadi trend dan “naik daun” sampai sekarang.
Di berbagai rumah sakit
dan tempat praktek dokter di Jerman, banyak ditemukan hirudoterapi untuk
penyembuhan. Bahkan, setiap tahun, di sana, sekitar 250.000 ekor lintah
digunakan untuk mengatasi perdarahan. Selain itu, lintah juga dimanfaatkan
dalam operasi bedah plastik.
Metode penyembuhan
dengan lintah merupakan cara yang tersisa dari abad pertengahan yang lampau.
Pada masa itu, pasien yang mengalami masalah pada sendi lutut akan merasa lebih
baik setelah menempelkan lintah pada lukanya selama beberapa minggu.
Hasil studi yang dilakukan oleh para peneliti di
Jerman menunjukkan bahwa lintah diakui bisa mengobati rasa saki (analgesic) dan
radang(inflamasi). Bahkan, pasien yang menderita osteoatritis pun dapat
menggunakan lintah untuk mengobatinya. Penelitian yang dipimpin oleh dr. Gustav
Dobos di Klinik Essen – Mitte, Jerman, melakukan percobaan terhadap 10 pasien,
dengan rata-rata usia 68 tahun. Kebanyakan pasiennya menderita sakit lutut
selama 6 tahun secara terus-menerus.
Dalam percobaan ini,
para dokter meletakkan 4 ekor lintah di daerah lutut yang sakit dan dibiarkan
selama 1 jam 20 menit. Rasa sakit diukur selama 3 hari sebelum perawaran
dilakukan dan 28 hari setelah perawatan. Pengaruh dari perawatan ini bisa
dipastikan hasilnya setelah 4 minggu.
Dalam laporan hasil
percobaan, para pasien mengaku rasa sakit mereka berkurang akibat gigitan
lintah tersebut. Dan, hebatnya, tidak ada efek samping yang ditimbulkannya,
misalnya infeksi atau apapun.
No comments:
Post a Comment