Tuesday, July 2, 2013

PERKEMBANGAN MUTAKHIR AIDS: BENARKAH DAPAT DISEMBUHKAN?

Pendahuluan
Beberapa hasil uji klinik yang dilaporkan di Konferensi Internasional AIDS di Vancouver bulan Juli 1996 yang lalu membuktikan bahwa jumlah virus HIV di tubuh pasien dapat ditekan sedemikian rupa sehingga RNA dari HIV tidak dapat lagi dideteksi di dalam darahnya.
Sebetulnya informasi mengenai hasil pengobatan yang menakjubkan tersebut sudah mulai dilaporkan beberapa bulan sebelumnya, di Konferensi Retrovirus dan Infeksi Oportunistik di kota Washington DC pada bulan Februari 1996. Gulick R, dkk di kesempatan tersebut menyampaikan hasil uji klinik yang membuktikan bahwa kombinasi indinavir, AZT dan 3TC dapat menekan jumlah HIV di dalam darah sampai jumlah yang tidak dapat dideteksi lagi, pada 88% pasien yang diobati.
Disusul kemudian oleh Leibowitch yang melaporkan bahwa kombinasi ritonavir, AZT dan ddC dapat menekan jumlah HIV sampai 2.5 log dan menaikkan kadar CD4 268 sel/mm3. Kombinasi saquinavir, AZT dan ddC juga memberikan hasil pengobatan yang baik, seperti dilaporkan oleh Colliers dkk.
Masih banyak lagi hasil penelitian serupa yang membuktikan bahwa kombinasi obat baru dan obat lama dapat menekan jumlah HIV di tubuh orang dengan HIV-AIDS (=odha) sampai taraf sangat minimal, sehingga harapan untuk sembuh menjadi besar sekali. Satu tahun yang lalu, sasaran hasil seperti itu sama sekali belum terbayangkan oleh para ahli.
Indinavir, ritonavir dan saquinavir adalah obat baru yang termasuk dalam golongan obat penghambat protease. Sedangkan AZT, ddC, ddI dan 3TC termasuk obat nukleosida penghambat reverse transcriptase yang sudah lebih dahulu dibuktikan manfaatnya untuk memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kadar CD4 dan memperpanjang harapan hidup; namun obat golongan ini tidak memberikan hasil sebaik obat kombinasinya dengan obat penghambat protease.
Sebetulnya di Konferensi AIDS XI di Vancouver tersebut juga dilaporkan hasil pengobatan yang baik sekali dengan obat golongan non nukleosida penghambat reverse transcriptase (non-nucleoside analogue, disingkat NNRTIs). Obat anti-HIV yang termasuk NNRTIs adalah delavirdin, lovirid dan nevirapin. Freimuth melaporkan hasil analisis 1700 pasien yang sampai saat ini diobati dengan delavirdine dan ddI; terbukti kombinasi obat tersebut dapat mengurangi kadar RNA-HIV secara bermakna dan menekan laju perjalanan penyakit infeksi HIV masuk ke tahap AIDS.

Strategi Pengobatan Sebelum Tahun 1996
Untuk lebih mudah memahami kemajuan pesat di bidang pengobatan penyakit HIV/AIDS tersebut, kita kaji terlebih dahulu bagaimana pengobatan penyakit tersebut selama ini, sebelum tahun 1996. Ada beberapa jenis obat yang diperlukan odha, yaitu (a) obat penghambat HIV berkembang biak, atau disebut juga obat golongan antiretroviral, (b) obat anti jamur, (c) obat untuk kanker Kaposi, (d) obat untuk tuberkulosis, (e) obat untuk penyakit sitomegalovirus yang menyerang retina, (f) obat untuk pneumonia dan (g) obat-obat untuk penyakit infeksi lain serta (h) obat-obat untuk mencegah timbulnya atau kambuhnya beberapa penyakit infeksi. Beberapa obat secara efektif telah dapat mengatasi infeksi oportunistik maupun kanker Kaposi. Jadi sebagian besar masalah klinik penyakit AIDS dapat diobati, kualitas hidup dapat diperbaiki dan harapan hidup dapat diperbaiki.
Dengan pengobatan standar tersebut, yang selama ini diberikan di luar negeri, dan yang juga diberikan di POKDISUS AIDS FKUI-RSCM, telah dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan memperpanjang harapan hidup dari 6 bulan menjadi 2-4 tahun. Jadi suatu hasil yang sebenarnya sudah hampir sama dengan hasil pengobatan beberapa jenis kanker.
Selanjutnya yang akan dibahas adalah pengobatan anti retroviral, yang menekan HIV berkembang biak. Beberapa obat penghambat HIV yang ada di Indonesia sekarang ini adalah AZT, ddC, ddI. Zidovudin atau AZT adalah obat antivirus HIV yang pertama kali diberi izin untuk pengobatan terhadap virus AIDS, pada tahun 1987. Obat ini terbukti dapat memperpanjang harapan hidup pasien AIDS dan mengurangi beratnya dan kekerapan timbulnya infeksi oportunistik. AZT dapat menekan jumlah HIV dan meningkatkan kadar limfosit T helper. Untuk diketahui limfosit jenis tersebut memegang peran terpenting dalam sistem kekebalan manusia. AZT dapat memperpanjang harapan hidup, menjadi 71,7% setelah 1 tahun dan 47,5% sesudah 21 bulan.
Adapun ddC dan ddI biasanya baru diberikan bila efek samping AZT terlalu berat atau sudah resisten terhadap AZT. Temuan penting pada tahun 1994 adalah penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya dapat ditekan dengan AZT, dari 25% menjadi 8%.

Strategi Baru Pengobatan
Mulai tahun 1966 terdapat perubahan mendasar di dalam tujuan hasil pengobatan. Pengobatan infeksi HIV/AIDS sampai dengan awal 1996 bertujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang harapan hidup, sedangkan cara baru pengobatan HIV/AIDS juga bertujuan menyembuhkan atau paling tidak menekan jumlah virus HIV sehingga tidak bisa ditemukan lagi di dalam darah. Karena itu, strategi pengobatanpun berubah drastis.
Cara lama pada prinsipnya adalah (a) hanya memberikan obat pada tahap AIDS, bukan pada tahap infeksi HIV, (b) obat antiretroviral yang diberikan obat tunggal, dan selalu dimulai dengan AZT, kecuali bila efek samping berat atau timbul resistensi, (c) pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan jumlah CD4 dan gejala klinik.
Adapun prinsip penting strategi baru pengobatan AIDS adalah: (a) mulai memberikan obat anti HIV sedini mungkin, tidak menunggu sampai tahap AIDS, (b) obat awal berupa obat kombinasi, bukan obat tunggal, yaitu kombinasi obat-obat yang termasuk golongan penghambat reverse transcriptase dan obat penghambat protease, dosis harus benar, tidak boleh dikurangi dan harus dihindari lupa minum obat, (c) pasien dikelompokkan dan dipantau berdasarkan jumlah limfosit CD4, kondisi klinik pasien dan viral load (beban virus) untuk mengukur secara kuantitatif beratnya infeksi HIV.

Saat Mulai Pengobatan
Beberapa bulan terakhir ini makin banyak data penelitian yang membuat kita makin memahami dinamika infeksi virus HIV. Kita mengetahui bahwa infeksi HIV di kelenjar getah bening odha terjadi pada tahap dini, yang disertai dengan replikasi HIV, terbentuk HIV baru dalam jumlah yang amat besar, terus menerus selama perjalanan penyakit. Beberapa milyar HIV diproduksi dan sekaligus dihancurkan setiap hari, demikian pula setiap hari beberapa billion CD4 diproduksi dan dihancurkan setiap hari.
Setelah beberapa waktu, replikasi HIV menjadi stabil, dan menetap pada kadar tertentu, yang disebut set-point, bervariasi secara individual, yaitu antara 102 dan 106 kopi RNA-HIV/ml. Kadar RNA-HIV setinggi angka tersebut biasanya menetap selama tahap asimtomatik yang dapat berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kadar pada setpoint tersebut erat berhubungan dengan kecepatan perjalanan penyakit dan selang waktu menjelang odha meninggal. Dua buah hasil penelitian mengungkapkan orang dengan infeksi HIV beban virus (viral load) rendah, kurang dari 5000 kopi RNA/ml, mempunyai risiko terendah untuk progresif masuk tahap AIDS. Sebaliknya, orang dengan HIV yang mempunyai beban virus tinggi (lebih dari 30.000 atau lebih dari 50.000 kopi RNA/ml) mempunyai risiko tertinggi untuk cepat masuk ke dalam tahap AIDS.
Kadar beban virus ternyata mempunyai nilai prediktif lebih tinggi dibandingkan dengan CD4, lebih tepat menunjukkan progresifitas penyakit, untuk odha dengan kadar CD4 lebih dari 350/mm3. Petunjuk untuk memulai pengobatan yang disusun oleh Panel Internasional dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rekomendasi untuk Memulai Pengobatan Anti Retroviral
Tingkat Infeksi HIV
Rekomendasi
Penyakit infeksi HIV dengan gejala
Mulai pengobatan, tanpa kecuali
Asimptomatik, CD4 < 500/mm3
Mulai th/atau boleh tunda th/, bila CD4 di atas 350/ml dan kadar RNA plasma < 5000-10.000 kopi/ml.
Asimptomatik, CD4 > 500/mm3
Dianjurkan mulai pengobatan bila beban virus > 30.000-50.000 kopi RNA/ml atau CD4 turun cepat. Namun untuk yang > 5.000-10.000 kopi RNA/ml pengobatan dapat dipertimbangkan.

Protokol Pengobatan Antiretroviral Awal
Pertanyaan mendasar mengenai pilihan obat pertama yang sebaiknya diberikan adalah apakah kita harus memulai dengan kombinasi obat yang paling kuat pada setiap pasien, ataukah hanya memberikannya untuk yang mempunyai risiko progresif ataukah kombinasi obat tersebut baru diberikan bila penyakit infeksi tetap berjalan progresif setelah diberi obat yang lebih ringan.
Berdasarkan data hasil uji klinik yang ada sampai sekarang, maka yang termasuk kombinasi terkuat adalah 3 obat, yaitu 2 obat golongan analog nukleosida (penghambat reverse transcriptase) ditambah dengan 1 obat penghambat protease. Namun pengalaman pemberian ke-3 obat tersebut pada orang dengan infeksi HIV tahap awal, masih sedikit sekali. Karena itu, sampai mendapatkan hasil uji klinik yang lebih lama dengan obat penghambat protease, Panel Internasional memilih rekomendasi yang lebih konservatif, yaitu dengan obat analog nukleosida (tabel 2), walaupun beberapa peneliti lain menganjurkan memulai pengobatan kombinasi pada infeksi HIV tahap dini.
Seperti diketahui, sebetulnya cukup rasional menambahkan obat penghambat protease pada waktu kita memulai pengobatan, untuk setiap pasien, khususnya yang mempunyai risiko tinggi untuk menjadi progresif. Jadi, obat baru tersebut dapat diberikan pada pasien yang menunjukkan gejala, pasien dengan CD4 yang rendah, atau CD4 turun cepat atau dengan beban virus yang tinggi. Pilihan obat penghambat protease, indinavir, saquinavir, ritonavir, atau nelvinafir tergantung pada efektivitas dan potensi obat, keamanan dan toleransi, lama efek obat, pola resistensi, menyebabkan keterbatasan pengobatan di masa depan dan biaya. Saquinavir adalah obat yang pertama dibuktikan bermanfaat dan disetujui FDA.

Tabel 2. Rekomendasi Jenis Obat Pilihan Pertama
1.      Zidovudin + Didanosin atau
2.      Zidovudin + Zalcitabin atau
3.      Zidovudin + Lamivudin atau
4.      Monoterapi Didanosin
5.      Bila akan menambahkan obat penghambat protease, maka pilihannya harus berdasarkan pada kekuatan obat dan kemudian juga mempertimbangkan hal lain yang disebutkan di teks makalah ini.

Perubahan Obat
Bila diputuskan untuk mengubah protokol pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor dalam memilih protokol pengobatan yang baru. Pertama alasan mengapa perlu perubahan protokol, kedua riwayat pengobatan sebelumnya, obat apa yang tersedia, tingkat penyakit HIV, kondisi kesehatan awal, obat-obat yang sedang diminum sekarang serta sumber biaya pengobatan.
Anjuran dari Panel Internasional mengenai pilihan-pilihan obat bila ingin mengganti dari obat lama dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pilihan Obat Sebagai Pengganti, Bila Intoleran atau Gagal
Regimen Awal
Pilihan Obat Pengganti
Kegagalan Pengobatan
Zidovudin




Didanosin



Zidovudin + Didanosin

Zidovudin + Zalzitabin



Zidovudin + Lamivudin



Zidovudin + Lamivudin

1.      Zidovudin + Didanosin +/- penghambat protease
2.      Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat protease
3.      Didanosin +/- penghambat protease
4.      Didanosin + Stavudin +/- penghambat protease

1.      Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat protease
2.      Zidovudin + Didanosin + penghambat protease
3.      Stavudin + penghambat protease

1.      Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat protease

1.      Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat protease
2.      Stavudin + penghambat protease
3.      Didanosin + penghambat protease

1.      Didanosin + penghambat protease
2.      Stavudin + penghambat protease
3.      Didanosin + penghambat protease

1.      Didanosin + penghambat protease
2.      Stavudin + penghambat protease
3.      Didanosin + Stavudin
4.      Lamivudin + Stavudin
Intoleransi Obat
Zidovudin +




Didanosin



Zidovudin + Zalcitabin, intoleransi terhadap zidovudin

Zidovudin + Zalcitabin, intoleransi terhadap zalcitabin

Zidovudin + Lamivudin

1.      Didanosin
2.      Didanosin + Stavudin
3.      Lamivudin + Stavudin
4.      Stavudin

1.      Zidovudin + Lamivudin
2.      Lamivudin + Stavudin
3.      Stavudin + penghambat protease

1.      Didanosin
2.      Didanosin + penghambat protease
3.      Stavudin + penghambat protease

1.      Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat protease



1.      Didanosin + penghambat protease
2.      Stavudin + penghambat protease
3.      Didanosin + Stavudin
  
Infeksi Primer
Definisi infeksi HIV primer adalah masa terhitung dari mulai infeksi sampai dengan 4-7 minggu kemudian; pada waktu infeksi primer ini HIV berkembang biak dengan cepat. Berbeda dengan perkiraan sebelumnya bahwa infeksi awal HIV biasanya tanpa gejala, ternyata sekitar 30-60% orang dengan infeksi primer memperlihatkan sindrom infeksi akut HIV berupa demam, lesu, pembesaran kelenjar getah bening, radang tenggorok, sakit kepala, nyeri otot dan ruam, kemerahan pada kulit. Pada infeksi primer biasanya kadar DNA-HIV dalam darah tinggi sekali.
Hanya sedikit data yang dapat dikumpulkan tentang pengobatan infeksi HIV tahap awal ini. Pasien infeksi primer yang baru saja serokonversi yang diobati dengan zidovudin 2x250 mg sehari selama 6 bulan, ternyata perjalanan penyakitnya lebih lambat, gejala klinik amat ringan dan kadar CD4 lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak diberi obat antiretroviral. Panel Internasional menganjurkan pemberian 2 obat analog nukleosida, misalnya zidovudin dan salah satu dari obat didanosin, zalcitabin atau lamivudin. Penambahan dengan obat penghambat protease atau obat nukleosida dapat dipertimbangkan.

Pencegahan Profilaksis
Risiko tertular HIV akibat pemajanan kerja pada tenaga kesehatan adalah 0,3% bila ia tertusuk jarum atau alat lain yang mengandung darah odha. Infeksi HIVsesudah pemajanan darah tersebut terbukti dapat ditekan sebesar 80%, bila segera diberikan zidovudin 1000 mg setiap hari selama 3-4 minggu. Saat ini protokol pencegahan infeksi yang dianjurkan adalah zidovudin 200 mg setiap 4 jam selama 3 hari, diteruskan dengan 100-200 mg setiap 4 jam selama 25 hari.
Dengan dibuktikannya khasiat pengobatan kombinasi, dan diteruskannya HIV yang resisten yang ditemukan pada odha yang menjadi sumber pemajanan, maka obat kombinasi mungkin sekali dapat lebih mencegah penularan bila dibandingkan dengan monoterapi. Dianjurkan memberikan kombinasi 2 obat yang tidak pernah diminum oleh odha yang menjadi sumber pemajanan. Panel Internasional menganjurkan kombinasi 3 obat selama 2 minggu.




DAFTAR PUSTAKA

Gulick R et al: Potent and Antiretroviral Activity in Indinavir in Combination with AZT and 3TC. Abstract #LB7, 3rd Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Washington, DC, 1996.
Leibowitch J et al: Ritonavir, AZT, ddC as A Triple Combination in AIDS Patients. Abstract #285, 3rd Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Washington, DC, 1996.
Collier AC et al: Treatment of Human Immunodeficiency Virus Infection with Saquinavir, Zidovudine and Zalcitabine. NEJM 1996; 334:1011-7.
Freimuth WW et al: Delavirdine and ddI Combination Therapy Has Sustained Surrogate Marker Response in Advanced HIV-1 Population. Abstract LB8b, 3rd Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Washington, DC, 1996.
Zubairi Djoerban: Strategi Baru Pengobatan AIDS. Buku Abstrak Pertemuan Nasional Pencegahan dan Penatalaksanaan HIV/AIDS, Jakarta 24-26 Juli 1996.
Mellors JW, Rinaldo CR, Gupta P et al: Prognosis in HIV-1 Infection Predicted by The Quantity of Virus in Plasma. Science 1996;272:1167-70.
O’Brien WA, Hartigan PM, Martin D: Changes in Plasma HIV-1 RNA and CD4+ Lymphocyte Counts and The Risk of Progression to AIDS. NEJM 1996;334:426-31.
Carpenter CSJ, Fischl MA, Hammer SM et al: Antiretroviral Therapy for HIV Infection in 1996. Recommendations of an International Panel. JAMA 1996;276:146-54.
delRio: Optimism Rises on Combination Therapy and Protease Inhibitor Data: AIDS Clinical Care. 1996;8_20-3.
Gallo RC: AIDS as A Clinically Curable Disease. Cellular Pharmacology 3:65-7, April 1996.
Markowitz M: Protease Inhibitor: A New Family of Drugs for The Treatment of HIV Infection. Int’l Assoc Physicians in AIDS Care (IAPAC). Chicago, 1996.

Staszewksi S, Miller V, Rehmet S: Virological and Immunological Analysis of A Triple Combination Pilot Study with Loviride, Lamivudine and Zidovudine in HIV-1 Infected Patients. AIDS 10:F1-7, May 1996.