Tuesday, July 2, 2013

ARAH DAN TUJUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

I.                   Pendahuluan

            Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam kebersamaan, sejak kelahirannya hingga kematiannya tidak pernah hidup sendiri, tetapi selalu dalam suatru lingkungan sosial yang saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain, yang kemudian disebut masyarakat (Parsudi,1986:89). Masyarakat  adalah kumpulan sekia banyak individu kecil atau besar yang terkait oleh satuan adat, ritus atau hukum khas dan hidup bersama untuk mencapai tujuan (Quraish Shihab, 1996). Dalam setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, sehingga seorang warga masyarakat dapat menjadi anggota dari berbagai kesatuan atau kelompok sosial. (Parsudi, 1986).  Dalam al-qur’an untuk menunjuk masyarakat digunakan kata; qaum, ummah, syu’ub dan qabail, disamping menggunakan kata al-mala’, al-mustakbirin, muatadh’afin dan lain-lain.
            Apapun namanya, manusia yang tergabung dalam kesatuan sosial di dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya selalu mengalami perubahan dan perkembangan kea rah yang lebih baik, lebih maju, tentunya melalui sebuah proses. Dalam hal usaha memenuhi kebutuhan hidup ada yang berlebihan dan ada yang kekurangan (bai materi maupun spiritual), artinya dalam usaha tersebut manusia (masyarakat menghadapai banyak masalah dan tantangan yang membutuhkan pemecahan, kaitannya dengan hal ini ada orang atau masayarakat yang mampu mengatasinya sendiri ada yang memerlukan bantuan orang lain, disinilah dakwah dengan segala macam bentuk dan wujudnya ikut ambil andil mengatasi dan menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat tersebut. Mengenai arah perubahan dan perkembangan dalam kehidupan masyarakat dari sudut pandang sosiologi, terdapat berbagai pandangan, antara lain Augute Comte mengatakan bahwa perubahan terjadi dari metafisikan ke posivistik, Durkheim melihat dari solidaritas mekanik ke solidaritas organic, sementara itu Max Weber melihat bahwa perubahan dari non rasional menuju rasional dan masih banyak pandangan yang lain. Terlepas dari berbagai pandangan di atas yang jelas  beberapa teori di atas sangat membantu kiprah dan aktivitas dakwah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi arah atau tujuan pengembangan masyarakat Islam.

II.                Arah Pengembangan Masyarakat Islam
            Membangun (mengembangkan) suatu masyarakat agar menjadi meju, mandiri dan berbudi bukanlah sesuatu yang mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Upaya tersebut tidak saja membutuhkan tekad dan keyakinan, tetapi juga kerja keras dan tak kenal  lelah. Berbagai teori pembangunan bermunculan, dan dianut oleh berbagai bangsa dan negara seperti teori  pertumbuhan yang dikembangkan oleh Rostow dan Harrod Domar, dan konsep ini pula tampaknya telah diadopsi pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru dengan Istilah masyarakat tingggal landas. Walaupun pada akhirnya keadaan ekonomi bangsa Indonesia terpuruk ke titik nadir karena tidak mempertimbangkan pembangunan dari aspek mental bangsa.
            Masalah lain yang kemudian muncul adalah bagaimana arah pengembangan atau pembangnan masyarakat Islam? Untuk menjawab pertanyaan sederhana ini  layak kiranya kita telaah terlebih dahulu makna masyarakat Islam. Yusuf Qardhawy mengemukakan bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang komitmen memegang teguh aqidah Islamiyah “Laa ilaaha Illallah Muhammadan Rasulullah”(menolak keyakinan lain) tertanam dan berkembang dalam hati sanubari, akal dan perilaku diri pribadi menularkan kepada sesama dan generasi penerus. Sedangkan yang akan dituju dalam pengemabangan masyarakat Islam adalah masyarakat Islam Ideal, seperti gambaran masyarakat yang diabangun oleh Rasulullah bersama umat Islam pada awal kehadirannya di Madinah, kota yang dahulu bernama Yatsrib dirubah dengan nama baru “Madinah al-nabi” dari asal kata madaniyah atau tamaddun (civilization) yang berarti peradaban, maka masyarakat Madinah atau  Madani (civil Society) adalah masyarakat yang beradab yang dilawankan dengan masyarakat Badwy, yang berarti masyarakat yang pola kehidupannya berpindah (Nomaden) dan belum mengenal norma aturan (Nurcholish Madjid, 1992: 312-315).
            Melihat gambaran masyarakat Islam ideal dari kondisi jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab, berwawasan bernorman, maka penulis jika boleh mengusulkan bahwa arah pengembangan masyarakat islam bukan sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi seperti Rostow dan Harorod Domar, tetapi harus diimbangi dengan landasan moral spiritual sebagai alat konrol. Dalam penegrtian dakwah pembangunan atau pengembangan masyarakat arahnya untuk mencapai kondisi mental (iman, taqwa, ihsan dan sejenisnya) yang stabil dengan kondisi kehidupan yang lain baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Dan paradigm yang digunakan Comte, Durkheim maupun Weber, tetapi paradigm spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an (tentunya harus dijabarkan lebih lanjut),Yakni “Litukhrijan naasa minadzulimaati ilan nuri”, dalam bahasa dakwah dipahami dengan apa yang disebut ‘an-nahyu ‘ani al-munkar, dan lain-lain yang tidak termasuk kategori munkat tetapi memerlukan perbaikan dan peningkatan, seperti: Kemiskinan, kebodohan, keterbelakngan, ketertindasan dan sejenisnya. Pendek kata semua bentuk dan jenis masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat. Sedang ‘ila an-nur, dalam pengertian dakwah dapat dipahami dalam konsep ‘al Amru bil al-ma’ruf. Mengejaka manusia kepada iman, taqawa, ihsan akhlakuk karimah, kemajuan, keadilan, pemerataan dan lain-lain. Dalam hal ini bagaimana bagi mereka yang sudah dalam kategori atau kondisi ‘an-nur atau ‘al-ma’ruf? Apakah mereka tidak perlu lagi pengembangan?
            Pertanyaan di atas dapat dijawab dengan dasar asumsi, bahwa seseorang atau kelompok ataupun masyarakat tentu mengali persoalan, hanya saja berat ringatnya persoalan berbeda. Maka jawaban dari pertanyaan tersebut adalah semua orang atau masyarakat memerlukan usaha pengembangan, hanya saja dalam pengemabnhga amsyaraat harius dilihat dari skala prioritas, mana yang penting dan mana yang kurang penting. Bagi masyarakat yang dalam kondisi sudah baik kondisi sosial, ekonomi dan budayanya maka pengembangan lebih bermakna peningkatan dan memelihara kondisi baik tersebut agar tidak terkena virus munkar.

III.             Tujuan Pengembangan Masyarakat Islam
Berangkat dari sebuah asumsi dasar bahwa setiap orang dalam kelompok masyarakat mesti mengalami perubahan baik lambat maupun cepat, dalam merancang perubahan tersebut dalam masyarakat muncul persoalan hidup dan kehidupan, baik yang berkaitan dengan persoalan material maupun non material baik individu maupun kelompok. Setiap manusia anggota masyarakat selalu berusaha untuk mengatasi masalah tersebut  ada yang mampu mengatasinya sendiri dengan memanfaatkan segala daya kemampuannnya dan ada pula yang membutuhkan bantuan orang lain. Artinya ada yang mampu mengaktualisasikan kemampuan yang dimiliki dalam mengatasi masalahnya, ada pula yang yang membutuhkan bantuan orang lain atau kelompok lain. Disinilah fungsi dakwah sebagai penyebar an-nur dan rahmat (fungsi pengembang) bagi seluruh umat manusia bahkan alam semesta.
            Dakwah yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan masyarakat, sesuai dengan namanya maka, hendaknya dilaksanakan dengan gerakan jama’ah dan dakwah jamaah, artinya: jama’a menunjukkan suatu kelompok masyarakat kecil yang lebih luas dari keluarga yang hidup bersama untuk secara bersama-sama mengidentifikasi persoalan dan masalah hidup, mengenai kebutuhannya baik dalam urusan ubudiyah, uluhiyah maupun bidang kehidupan lainnya seperti: sosial, ekonomi, budaya, politik dan lain-lain. Karena itu kata jama’ah tidak ada kaitannta dengan jama’ah Islamiyah yang pernah berkembang di Indonesia( Munir Mulkhan, 1996: 214).
            Pelaksanaan dakwah jama’ah merupakan program kegiatan dakwah yang menempatkan seseorang atau kelompok orang yang menjadi inti utama gerakan jama’ah (pengembang masyarakat) atau da’i. sedangkan jama’ah adalah kelompok masyarakat yang berada dalam lingkup geografis yang sama dengan inti jama’ah dan brsama-sama mengembangkan potensi yang dimiliki jama’ah dalam rangka mengatasi persoalan hidup dimiliki jama’ah dalam rangka mengatasi persoalan hidup mereka (Amin Rais dan Watik, 1986:32), jika perlu maka dapat diangkat pamong jama’ah yang berfungsi sebagai coordinator (sesepuh jama’ah atau masyarakat) dalam mendiskusikan segala permasalahan yang mereka hadapi.
            Inti jama’ah sebagai pengembang masyarakat dituntut memiliki kemampuan lebih (dalam bidang tertentu) dibandingkan jama’ah, tetapi dalam bidang tertentun lainnya jama’ah sebenarnya lebih mengetahui dan menguasai. Setidaknya inti jama’ah (pengembang atau da’i) memiliki kemampuan dan keahlian: Pertama, Menganalisis problem sosial keagamaan masyarakat, Kedua, Merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan hasil analisis problem. Ketiga, mengelolan dan melaksanakan kegiatan pengembangan berdasarkan rencana yang telah disepakati. Keempat, mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat dan kelima, melatih jama’ah atau masyarakat dalam menganalisis problem yang dihadapi jama’ah atau masyarakat, merancang, mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan serta mengevaluasi kegiatan pengembangan.
            Berdasrakan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa tujuan pengembangan masyarakat Islam yaitu memiliki akidah yang kuat, akhlak mulya dan istiqamah serta memiliki keahlian (skill) yang yang memadai. Secara sistematis arah tujuan pengembangan masyarakat Islam trsebut adalah sebagai berikut:
1.      Menganalisis problem sosial secara umum dan keagamaan secara khusus yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial.
2.      Merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan problem yang ada, berdasarkan skala prioritas.
3.      Mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang disepakati (kemampuan menjadi pendamping)
4.      Mengevaluasi seluruh proses pengembangan masyarakat (evaluasi pendampingan)

5.      Melatih masyarakat dalam menganalisis problem yang mereka hadapi, merancang, mengelola, dan mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat (pelatihan pelatihan pendampingan)