Pendahuluan
Beberapa hasil uji klinik yang dilaporkan di
Konferensi Internasional AIDS di Vancouver bulan Juli 1996 yang lalu
membuktikan bahwa jumlah virus HIV di tubuh pasien dapat ditekan sedemikian
rupa sehingga RNA dari HIV tidak dapat lagi dideteksi di dalam darahnya.
Sebetulnya informasi mengenai hasil pengobatan yang
menakjubkan tersebut sudah mulai dilaporkan beberapa bulan sebelumnya, di
Konferensi Retrovirus dan Infeksi Oportunistik di kota Washington DC pada bulan
Februari 1996. Gulick R, dkk di
kesempatan tersebut menyampaikan hasil uji klinik yang membuktikan bahwa
kombinasi indinavir, AZT dan 3TC dapat menekan jumlah HIV di dalam darah sampai
jumlah yang tidak dapat dideteksi lagi, pada 88% pasien yang diobati.
Disusul kemudian oleh Leibowitch yang melaporkan bahwa kombinasi ritonavir, AZT dan ddC
dapat menekan jumlah HIV sampai 2.5 log dan menaikkan kadar CD4 268 sel/mm3.
Kombinasi saquinavir, AZT dan ddC juga memberikan hasil pengobatan yang baik,
seperti dilaporkan oleh Colliers dkk.
Masih banyak lagi hasil penelitian serupa yang
membuktikan bahwa kombinasi obat baru dan obat lama dapat menekan jumlah HIV di
tubuh orang dengan HIV-AIDS (=odha)
sampai taraf sangat minimal, sehingga harapan untuk sembuh menjadi besar
sekali. Satu tahun yang lalu, sasaran hasil seperti itu sama sekali belum
terbayangkan oleh para ahli.
Indinavir, ritonavir dan saquinavir adalah obat baru
yang termasuk dalam golongan obat penghambat protease. Sedangkan AZT, ddC, ddI
dan 3TC termasuk obat nukleosida penghambat reverse
transcriptase yang sudah lebih dahulu dibuktikan manfaatnya untuk
memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kadar CD4 dan memperpanjang harapan
hidup; namun obat golongan ini tidak memberikan hasil sebaik obat kombinasinya
dengan obat penghambat protease.
Sebetulnya
di Konferensi AIDS XI di Vancouver tersebut juga dilaporkan hasil pengobatan
yang baik sekali dengan obat golongan non nukleosida penghambat reverse transcriptase (non-nucleoside analogue, disingkat
NNRTIs). Obat anti-HIV yang termasuk NNRTIs adalah delavirdin, lovirid dan
nevirapin. Freimuth melaporkan hasil
analisis 1700 pasien yang sampai saat ini diobati dengan delavirdine dan ddI;
terbukti kombinasi obat tersebut dapat mengurangi kadar RNA-HIV secara bermakna
dan menekan laju perjalanan penyakit infeksi HIV masuk ke tahap AIDS.
Strategi Pengobatan Sebelum Tahun
1996
Untuk lebih mudah memahami kemajuan pesat di bidang
pengobatan penyakit HIV/AIDS tersebut, kita kaji terlebih dahulu bagaimana
pengobatan penyakit tersebut selama ini, sebelum tahun 1996. Ada beberapa jenis
obat yang diperlukan odha, yaitu (a)
obat penghambat HIV berkembang biak, atau disebut juga obat golongan
antiretroviral, (b) obat anti jamur, (c) obat untuk kanker Kaposi, (d) obat
untuk tuberkulosis, (e) obat untuk penyakit sitomegalovirus yang menyerang
retina, (f) obat untuk pneumonia dan (g) obat-obat untuk penyakit infeksi lain
serta (h) obat-obat untuk mencegah timbulnya atau kambuhnya beberapa penyakit
infeksi. Beberapa obat secara efektif telah dapat mengatasi infeksi
oportunistik maupun kanker Kaposi. Jadi sebagian besar masalah klinik penyakit
AIDS dapat diobati, kualitas hidup dapat diperbaiki dan harapan hidup dapat
diperbaiki.
Dengan pengobatan standar tersebut, yang selama ini
diberikan di luar negeri, dan yang juga diberikan di POKDISUS AIDS FKUI-RSCM,
telah dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan memperpanjang harapan hidup
dari 6 bulan menjadi 2-4 tahun. Jadi suatu hasil yang sebenarnya sudah hampir
sama dengan hasil pengobatan beberapa jenis kanker.
Selanjutnya yang akan dibahas adalah pengobatan anti
retroviral, yang menekan HIV berkembang biak. Beberapa obat penghambat HIV yang
ada di Indonesia sekarang ini adalah AZT, ddC, ddI. Zidovudin atau AZT adalah
obat antivirus HIV yang pertama kali diberi izin untuk pengobatan terhadap
virus AIDS, pada tahun 1987. Obat ini terbukti dapat memperpanjang harapan
hidup pasien AIDS dan mengurangi beratnya dan kekerapan timbulnya infeksi
oportunistik. AZT dapat menekan jumlah HIV dan meningkatkan kadar limfosit T helper. Untuk diketahui limfosit jenis
tersebut memegang peran terpenting dalam sistem kekebalan manusia. AZT dapat
memperpanjang harapan hidup, menjadi 71,7% setelah 1 tahun dan 47,5% sesudah 21
bulan.
Adapun
ddC dan ddI biasanya baru diberikan bila efek samping AZT terlalu berat atau
sudah resisten terhadap AZT. Temuan penting pada tahun 1994 adalah penularan
dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya dapat ditekan dengan AZT, dari 25%
menjadi 8%.
Strategi Baru Pengobatan
Mulai tahun 1966 terdapat perubahan mendasar di
dalam tujuan hasil pengobatan. Pengobatan infeksi HIV/AIDS sampai dengan awal
1996 bertujuan memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang harapan hidup,
sedangkan cara baru pengobatan HIV/AIDS juga bertujuan menyembuhkan atau paling
tidak menekan jumlah virus HIV sehingga tidak bisa ditemukan lagi di dalam
darah. Karena itu, strategi pengobatanpun berubah drastis.
Cara lama pada prinsipnya adalah (a) hanya
memberikan obat pada tahap AIDS, bukan pada tahap infeksi HIV, (b) obat
antiretroviral yang diberikan obat tunggal, dan selalu dimulai dengan AZT,
kecuali bila efek samping berat atau timbul resistensi, (c) pasien dibagi
menjadi beberapa kelompok berdasarkan jumlah CD4 dan gejala klinik.
Adapun
prinsip penting strategi baru pengobatan AIDS adalah: (a) mulai memberikan obat
anti HIV sedini mungkin, tidak menunggu sampai tahap AIDS, (b) obat awal berupa
obat kombinasi, bukan obat tunggal, yaitu kombinasi obat-obat yang termasuk
golongan penghambat reverse transcriptase
dan obat penghambat protease, dosis harus benar, tidak boleh dikurangi dan
harus dihindari lupa minum obat, (c) pasien dikelompokkan dan dipantau
berdasarkan jumlah limfosit CD4, kondisi klinik pasien dan viral load (beban virus) untuk mengukur secara kuantitatif beratnya
infeksi HIV.
Saat Mulai Pengobatan
Beberapa bulan terakhir ini makin banyak data
penelitian yang membuat kita makin memahami dinamika infeksi virus HIV. Kita
mengetahui bahwa infeksi HIV di kelenjar getah bening odha terjadi pada tahap dini, yang disertai dengan replikasi HIV,
terbentuk HIV baru dalam jumlah yang amat besar, terus menerus selama
perjalanan penyakit. Beberapa milyar HIV diproduksi dan sekaligus dihancurkan
setiap hari, demikian pula setiap hari beberapa billion CD4 diproduksi dan
dihancurkan setiap hari.
Setelah beberapa waktu, replikasi HIV menjadi
stabil, dan menetap pada kadar tertentu, yang disebut set-point, bervariasi secara individual, yaitu antara 102 dan 106
kopi RNA-HIV/ml. Kadar RNA-HIV setinggi angka tersebut biasanya menetap selama
tahap asimtomatik yang dapat berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Kadar pada setpoint tersebut
erat berhubungan dengan kecepatan perjalanan penyakit dan selang waktu
menjelang odha meninggal. Dua buah
hasil penelitian mengungkapkan orang dengan infeksi HIV beban virus (viral load) rendah, kurang dari 5000
kopi RNA/ml, mempunyai risiko terendah untuk progresif masuk tahap AIDS.
Sebaliknya, orang dengan HIV yang mempunyai beban virus tinggi (lebih dari
30.000 atau lebih dari 50.000 kopi RNA/ml) mempunyai risiko tertinggi untuk
cepat masuk ke dalam tahap AIDS.
Kadar
beban virus ternyata mempunyai nilai prediktif lebih tinggi dibandingkan dengan
CD4, lebih tepat menunjukkan progresifitas penyakit, untuk odha dengan kadar
CD4 lebih dari 350/mm3. Petunjuk untuk memulai pengobatan yang
disusun oleh Panel Internasional dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel
1. Rekomendasi untuk Memulai Pengobatan
Anti Retroviral
Tingkat Infeksi HIV
|
Rekomendasi
|
Penyakit
infeksi HIV dengan gejala
|
Mulai
pengobatan, tanpa kecuali
|
Asimptomatik,
CD4 < 500/mm3
|
Mulai
th/atau boleh tunda th/, bila CD4 di atas 350/ml dan kadar RNA plasma <
5000-10.000 kopi/ml.
|
Asimptomatik,
CD4 > 500/mm3
|
Dianjurkan
mulai pengobatan bila beban virus > 30.000-50.000 kopi RNA/ml atau CD4
turun cepat. Namun untuk yang > 5.000-10.000 kopi RNA/ml pengobatan dapat
dipertimbangkan.
|
Protokol Pengobatan Antiretroviral
Awal
Pertanyaan mendasar mengenai pilihan obat pertama
yang sebaiknya diberikan adalah apakah kita harus memulai dengan kombinasi obat
yang paling kuat pada setiap pasien, ataukah hanya memberikannya untuk yang
mempunyai risiko progresif ataukah kombinasi obat tersebut baru diberikan bila
penyakit infeksi tetap berjalan progresif setelah diberi obat yang lebih
ringan.
Berdasarkan data hasil uji klinik yang ada sampai
sekarang, maka yang termasuk kombinasi terkuat adalah 3 obat, yaitu 2 obat
golongan analog nukleosida (penghambat reverse
transcriptase) ditambah dengan 1 obat penghambat protease. Namun pengalaman
pemberian ke-3 obat tersebut pada orang dengan infeksi HIV tahap awal, masih
sedikit sekali. Karena itu, sampai mendapatkan hasil uji klinik yang lebih lama
dengan obat penghambat protease, Panel Internasional memilih rekomendasi yang lebih
konservatif, yaitu dengan obat analog nukleosida (tabel 2), walaupun beberapa
peneliti lain menganjurkan memulai pengobatan kombinasi pada infeksi HIV tahap
dini.
Seperti
diketahui, sebetulnya cukup rasional menambahkan obat penghambat protease pada
waktu kita memulai pengobatan, untuk setiap pasien, khususnya yang mempunyai
risiko tinggi untuk menjadi progresif. Jadi, obat baru tersebut dapat diberikan
pada pasien yang menunjukkan gejala, pasien dengan CD4 yang rendah, atau CD4
turun cepat atau dengan beban virus yang tinggi. Pilihan obat penghambat
protease, indinavir, saquinavir, ritonavir, atau nelvinafir tergantung pada
efektivitas dan potensi obat, keamanan dan toleransi, lama efek obat, pola
resistensi, menyebabkan keterbatasan pengobatan di masa depan dan biaya.
Saquinavir adalah obat yang pertama dibuktikan bermanfaat dan disetujui FDA.
Tabel 2. Rekomendasi Jenis Obat Pilihan Pertama
1.
Zidovudin + Didanosin atau
2.
Zidovudin + Zalcitabin atau
3.
Zidovudin + Lamivudin atau
4.
Monoterapi Didanosin
5.
Bila akan menambahkan obat penghambat protease,
maka pilihannya harus berdasarkan pada kekuatan obat dan kemudian juga
mempertimbangkan hal lain yang disebutkan di teks makalah ini.
|
Perubahan Obat
Bila diputuskan untuk mengubah protokol pengobatan,
perlu dipertimbangkan beberapa faktor dalam memilih protokol pengobatan yang
baru. Pertama alasan mengapa perlu perubahan protokol, kedua riwayat pengobatan
sebelumnya, obat apa yang tersedia, tingkat penyakit HIV, kondisi kesehatan
awal, obat-obat yang sedang diminum sekarang serta sumber biaya pengobatan.
Anjuran
dari Panel Internasional mengenai pilihan-pilihan obat bila ingin mengganti
dari obat lama dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel
3. Pilihan Obat Sebagai Pengganti, Bila
Intoleran atau Gagal
Regimen Awal
|
Pilihan Obat Pengganti
|
Kegagalan
Pengobatan
Zidovudin
Didanosin
Zidovudin + Didanosin
Zidovudin +
Zalzitabin
Zidovudin + Lamivudin
Zidovudin + Lamivudin
|
1.
Zidovudin + Didanosin +/-
penghambat protease
2.
Zidovudin + Lamivudin +/- penghambat
protease
3.
Didanosin +/- penghambat protease
4.
Didanosin + Stavudin +/-
penghambat protease
1.
Zidovudin + Lamivudin +/-
penghambat protease
2.
Zidovudin + Didanosin +
penghambat protease
3.
Stavudin + penghambat protease
1.
Zidovudin + Lamivudin +/-
penghambat protease
1.
Zidovudin + Lamivudin +/-
penghambat protease
2.
Stavudin + penghambat protease
3.
Didanosin + penghambat protease
1.
Didanosin + penghambat protease
2.
Stavudin + penghambat protease
3.
Didanosin + penghambat protease
1.
Didanosin + penghambat protease
2.
Stavudin + penghambat protease
3.
Didanosin + Stavudin
4.
Lamivudin + Stavudin
|
Intoleransi
Obat
Zidovudin +
Didanosin
Zidovudin + Zalcitabin, intoleransi
terhadap zidovudin
Zidovudin + Zalcitabin, intoleransi
terhadap zalcitabin
Zidovudin + Lamivudin
|
1.
Didanosin
2.
Didanosin + Stavudin
3.
Lamivudin + Stavudin
4.
Stavudin
1.
Zidovudin + Lamivudin
2.
Lamivudin + Stavudin
3.
Stavudin + penghambat protease
1.
Didanosin
2.
Didanosin + penghambat protease
3.
Stavudin + penghambat protease
1.
Zidovudin + Lamivudin +/-
penghambat protease
1.
Didanosin + penghambat protease
2.
Stavudin + penghambat protease
3.
Didanosin + Stavudin
|
Infeksi Primer
Definisi infeksi HIV primer adalah masa terhitung
dari mulai infeksi sampai dengan 4-7 minggu kemudian; pada waktu infeksi primer
ini HIV berkembang biak dengan cepat. Berbeda dengan perkiraan sebelumnya bahwa
infeksi awal HIV biasanya tanpa gejala, ternyata sekitar 30-60% orang dengan
infeksi primer memperlihatkan sindrom infeksi akut HIV berupa demam, lesu,
pembesaran kelenjar getah bening, radang tenggorok, sakit kepala, nyeri otot
dan ruam, kemerahan pada kulit. Pada infeksi primer biasanya kadar DNA-HIV
dalam darah tinggi sekali.
Hanya
sedikit data yang dapat dikumpulkan tentang pengobatan infeksi HIV tahap awal
ini. Pasien infeksi primer yang baru saja serokonversi yang diobati dengan
zidovudin 2x250 mg sehari selama 6 bulan, ternyata perjalanan penyakitnya lebih
lambat, gejala klinik amat ringan dan kadar CD4 lebih tinggi dibandingkan
pasien yang tidak diberi obat antiretroviral. Panel Internasional menganjurkan
pemberian 2 obat analog nukleosida, misalnya zidovudin dan salah satu dari obat
didanosin, zalcitabin atau lamivudin. Penambahan dengan obat penghambat
protease atau obat nukleosida dapat dipertimbangkan.
Pencegahan Profilaksis
Risiko tertular HIV akibat pemajanan kerja pada
tenaga kesehatan adalah 0,3% bila ia tertusuk jarum atau alat lain yang
mengandung darah odha. Infeksi
HIVsesudah pemajanan darah tersebut terbukti dapat ditekan sebesar 80%, bila
segera diberikan zidovudin 1000 mg setiap hari selama 3-4 minggu. Saat ini
protokol pencegahan infeksi yang dianjurkan adalah zidovudin 200 mg setiap 4
jam selama 3 hari, diteruskan dengan 100-200 mg setiap 4 jam selama 25 hari.
Dengan dibuktikannya khasiat pengobatan kombinasi,
dan diteruskannya HIV yang resisten yang ditemukan pada odha yang menjadi sumber pemajanan, maka obat kombinasi mungkin
sekali dapat lebih mencegah penularan bila dibandingkan dengan monoterapi.
Dianjurkan memberikan kombinasi 2 obat yang tidak pernah diminum oleh odha yang menjadi sumber pemajanan.
Panel Internasional menganjurkan kombinasi 3 obat selama 2 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Gulick
R et al: Potent and Antiretroviral Activity in Indinavir in Combination with
AZT and 3TC. Abstract #LB7, 3rd Conference on Retroviruses and
Opportunistic Infections, Washington, DC, 1996.
Leibowitch
J et al: Ritonavir, AZT, ddC as A Triple Combination in AIDS Patients. Abstract
#285, 3rd Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections,
Washington, DC, 1996.
Collier
AC et al: Treatment of Human Immunodeficiency Virus Infection with Saquinavir,
Zidovudine and Zalcitabine. NEJM 1996; 334:1011-7.
Freimuth
WW et al: Delavirdine and ddI Combination Therapy Has Sustained Surrogate
Marker Response in Advanced HIV-1 Population. Abstract LB8b, 3rd
Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Washington, DC, 1996.
Zubairi
Djoerban: Strategi Baru Pengobatan AIDS. Buku Abstrak Pertemuan Nasional
Pencegahan dan Penatalaksanaan HIV/AIDS, Jakarta 24-26 Juli 1996.
Mellors
JW, Rinaldo CR, Gupta P et al: Prognosis in HIV-1 Infection Predicted by The
Quantity of Virus in Plasma. Science 1996;272:1167-70.
O’Brien
WA, Hartigan PM, Martin D: Changes in Plasma HIV-1 RNA and CD4+ Lymphocyte
Counts and The Risk of Progression to AIDS. NEJM 1996;334:426-31.
Carpenter
CSJ, Fischl MA, Hammer SM et al: Antiretroviral Therapy for HIV Infection in
1996. Recommendations of an International Panel. JAMA 1996;276:146-54.
delRio:
Optimism Rises on Combination Therapy and Protease Inhibitor Data: AIDS
Clinical Care. 1996;8_20-3.
Gallo
RC: AIDS as A Clinically Curable Disease. Cellular Pharmacology 3:65-7, April
1996.
Markowitz
M: Protease Inhibitor: A New Family of Drugs for The Treatment of HIV
Infection. Int’l Assoc Physicians in AIDS Care (IAPAC). Chicago, 1996.
Staszewksi
S, Miller V, Rehmet S: Virological and Immunological Analysis of A Triple
Combination Pilot Study with Loviride, Lamivudine and Zidovudine in HIV-1
Infected Patients. AIDS 10:F1-7, May 1996.