Tuesday, April 2, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mobilisasi adalah pengerahan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Mobilisasi adalah pusat utuk berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia.
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang individualistis, relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial, afektif dan fungsi fisik.
Mobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Studi-studi tentang insidens diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada di institusi perawatan mengungkapakan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul.
Keletihan dan kelemahan batasan karakteristik intoleransi aktivitas, telah diketahui sebagai penyebab paling umum kedua yang paling sering terjadi yang menjadi keluhan pada lansia. Sekitar 43% lansia telah diidentifikasi memiliki gaya hidup kurang gerak, akhirnya sekitar 50% penurunan funsional pada lansia dihubungkan dengan disease.
Penyebab imobilitas bermacam-macam, berbagai ancaman dari imobilitas fisik dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternal atau dengan kompetensi dan sumber-sumber internal dan eksternal klien.

B.     Tujuan Penulisan 
   1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa (i) mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilisasi.

   2.      Tujuan Khusus
a.       Agar mahasiswa (i) mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
b.      Agar mahasiswa (i) mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
c.       Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan intervensi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
d.      Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan implementasi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
e.       Agar mahasiswa (i) mampu malakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.



BAB II
PEMBAHASAN

I.       KONSEP DASAR PENYAKIT
A.    Definisi
Gangguan mobilitas fisik yaitu suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang.

B.     Faktor-Faktor yang Menyebabkan atau Turut Berperan Terhadap Imobilitas 
   1.      Penurunan fungsi muskuloskeletal
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan).
   2.      Perubahan fungsi neurologis
Infeksi, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit demelinasi, penyakit degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik (mis, hiperglikemia), gangguan nutrisi.  
   3.      Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
   4.      Defisit perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
   5.      Berkurangnya kemampuan kognitif
Gangguan proses kognitif, seperti demensia berat jauh.
   6.      Jatuh
Efek fisik: cedera atau fraktur.
Efek psikologis: sindrom setelah jatuh.
   7.      Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti depresi).
   8.      Aspek psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar.

C.    Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien.
Faktor-faktor mekanisme mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen).
Sebagai intervensi dianjurkan istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung. Selain itu istirahat memberikan kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. Secara fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu pemeliharaan fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi menurunkan energi yang tersedia.

D.    Dampak Masalah pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas, perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk mengalami efek-efek akibat imobilitas.
Keuntungan latihan secara teratur untuk lansia termasuk memperlambat proses penuaan, memperpanjang usia. Fungsi kardiovaskular yang lebih baik dan peningkatan perasaan sejahtera.

E.     Penatalaksanaan 
   a.       Pencegahan Primer
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas dan aktivitas bergantungan pada fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular dan pulmonal, walaupun latihan tidak akan mengubah rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek imobilitas yang merusak dan gaya hidup kurang gerak. Program latihan juga dihubungkan dengan peningkatan mood atau tingkat ketegangan ansietas dan depresi.
Hambatan terhadap latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk kuranganya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung. Sikap budaya adalah hambatan lain untuk melakukan latihan. Model peran yang kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan kegagalan atau ketidaksetujuan semuanya turut berperan terhadap kegagalan lansia untuk berpartisipasi dalam latihan yang teratur.

   b.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi, disgnosa keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah: gangguan mobilitas fisik.

   c.       Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi okupasi seseorang ahli gizi, aktivis sosial, dan keluarga serta teman-teman.

II.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 
A.    Pengkajian
   1.      Aktivitas/Istirahat:
Gejala :   Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda :   Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
   2.      Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

   3.      Integritas Ego:
Gejala :   Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
   4.      Makanan/Cairan:
Gejala ;   Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda :   Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
   5.      Hygiene:
Gejala :   Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi, ketergantungan.
   6.      Neurosensori:
Gejala :   Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda :   Pembengkakan sendi simetris.
   7.      Nyeri/Kenyamanan:
Gejala :   Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
   8.      Keamanan:
Gejala :   Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
   9.      Interaksi Sosial:
Gejala :   Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

B.     Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
   1.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
-   Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol.
-   Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
-   Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
-   Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:
-          Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
Rasional :  Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
-          Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional :  Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri.
-          Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
Rasional :  Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
-          Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk.
Rasional :  Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
-          Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan.
Rasional :  Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut.

   2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
-     Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur.
-     Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
-     Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
-          Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional :  Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
-          Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
Rasional :  Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
-          Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
Rasional :  Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
-          Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional :  Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
-          Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional :  Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.

   3.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri pada waktu bergerak.
Kriteria Hasil :
-          Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
-          Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
-          Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
-          Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
Rasional :  Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
-          Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
Rasional :  Mendukung kemandirian fisik/emosional.
-          Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi/rencana untuk modifikasi lingkungan.
Rasional :  Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.
-          Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
Rasional :  Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.


BAB III
PENUTUP 
A.    Kesimpulan
        Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang individualistis, relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial, afektif dan fungsi fisik.
Keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ketahanan otot, rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal.
Pengkajian pada pasien gangguan mobilisasi dapat ditemukan adanya atrofi otot, mengecilnya tendon, ketidakadekuatnya sendi, nyeri pada saat bergerak, keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot, paralisis, serta kifosis.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangguan mobilisasi adalah : Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan destruksi sendi, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri pada waktu bergerak.

B.     Saran
           Pada kesempatan ini kelompok akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
-       Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
-       Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan gangguan mobilisasi maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami gangguan mobilisasi.
-       Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. (1996). Perawatan Lanjut Usia. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Stanley, Mickey, dkk. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC. Jakarta.