BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mobilisasi adalah pengerahan yang
memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Mobilisasi adalah pusat
utuk berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal
sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia.
Mobilitas bukan merupakan sesuatu
yang absolut dan statis dalam menentukan kemampuan untuk berjalan, tetapi
mobilitas optimal merupakan sesuatu yang individualistis, relatif dan dinamis
yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial,
afektif dan fungsi fisik.
Mobilitas didefinisikan secara luas
sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Studi-studi
tentang insidens diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada
di institusi perawatan mengungkapakan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah
diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul.
Keletihan dan kelemahan batasan
karakteristik intoleransi aktivitas, telah diketahui sebagai penyebab paling
umum kedua yang paling sering terjadi yang menjadi keluhan pada lansia. Sekitar
43% lansia telah diidentifikasi memiliki gaya hidup kurang gerak, akhirnya
sekitar 50% penurunan funsional pada lansia dihubungkan dengan disease.
Penyebab imobilitas bermacam-macam,
berbagai ancaman dari imobilitas fisik dapat dikategorikan berhubungan dengan
lingkungan internal dan eksternal atau dengan kompetensi dan sumber-sumber
internal dan eksternal klien.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Agar mahasiswa (i)
mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
2. Tujuan
Khusus
a. Agar
mahasiswa (i) mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
b. Agar
mahasiswa (i) mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
c. Agar
mahasiswa (i) mampu melaksanakan intervensi pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
d. Agar
mahasiswa (i) mampu melaksanakan implementasi pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
e. Agar
mahasiswa (i) mampu malakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
KONSEP
DASAR PENYAKIT
A.
Definisi
Gangguan mobilitas fisik yaitu
suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang
dialami seseorang.
B.
Faktor-Faktor
yang Menyebabkan atau Turut Berperan Terhadap Imobilitas
1. Penurunan
fungsi muskuloskeletal
Otot-otot (atrofi,
distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau
osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi struktur (kanker dan
obat-obatan).
2. Perubahan
fungsi neurologis
Infeksi, tumor, trauma,
obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit demelinasi, penyakit
degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik (mis, hiperglikemia),
gangguan nutrisi.
3. Nyeri
Penyebabnya multipel dan
bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit
perseptual
Kelebihan atau
kekurangan masukan persepsi sensori.
5. Berkurangnya
kemampuan kognitif
Gangguan proses
kognitif, seperti demensia berat jauh.
6. Jatuh
Efek fisik: cedera atau
fraktur.
Efek psikologis:
sindrom setelah jatuh.
7. Perubahan
hubungan sosial
Faktor-faktor aktual
(mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman),
faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti depresi).
8. Aspek
psikologis
Ketidakberdayaan dalam
belajar.
C.
Program
Terapeutik
Program penanganan medis memiliki
pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien.
Faktor-faktor mekanisme mencegah
atau menghambat pergerakan tubuh atau bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal
(misalnya gips dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan
pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan pemberian
oksigen).
Sebagai intervensi dianjurkan
istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen dan beban
kerja jantung. Selain itu istirahat memberikan kesempatan pada sistem
muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah iritasi yang
berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. Secara
fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu pemeliharaan fungsi
sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi menurunkan energi
yang tersedia.
D.
Dampak
Masalah pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap
konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas, perubahan yang
berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi
bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini imobilitas mempengaruhi
tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia
mungkin berada atau dekat dengan tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas
tertentu. Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat
seseorang menjadi tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas, semakin
besar potensial untuk mengalami efek-efek akibat imobilitas.
Keuntungan latihan secara teratur
untuk lansia termasuk memperlambat proses penuaan, memperpanjang usia. Fungsi
kardiovaskular yang lebih baik dan peningkatan perasaan sejahtera.
E.
Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Primer
Sebagai suatu proses
yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas dan aktivitas bergantungan pada
fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular dan pulmonal, walaupun latihan
tidak akan mengubah rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat
mencegah efek imobilitas yang merusak dan gaya hidup kurang gerak. Program
latihan juga dihubungkan dengan peningkatan mood atau tingkat ketegangan
ansietas dan depresi.
Hambatan terhadap
latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk kuranganya tempat yang aman untuk
latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung. Sikap budaya adalah hambatan
lain untuk melakukan latihan. Model peran yang kurang gerak, gangguan citra
tubuh, dan ketakutan akan kegagalan atau ketidaksetujuan semuanya turut
berperan terhadap kegagalan lansia untuk berpartisipasi dalam latihan yang
teratur.
b. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi, disgnosa
keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah: gangguan
mobilitas fisik.
c. Pencegahan
Tersier
Upaya-upaya
rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya
multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi
okupasi seseorang ahli gizi, aktivis sosial, dan keluarga serta teman-teman.
II.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari
tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari
sebelum warna kembali normal).
3. Integritas
Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan (
situasi ketidakmampuan ), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/Cairan:
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan
aktivitas perawatan pribadi, ketergantungan.
6.
Neurosensori:
Gejala
: Kebas, semutan pada tangan dan kaki,
hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda
: Pembengkakan sendi simetris.
7.
Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai
oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8.
Keamanan:
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi
kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9.
Interaksi Sosial:
Gejala
: Kerusakan interaksi sosial dengan
keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
B.
Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
1.
Nyeri akut/kronis berhubungan dengan destruksi
sendi.
Kriteria
Hasil:
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol.
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan
berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang
diresepkan.
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan
aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan
Rasional:
-
Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas
(skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
non verbal.
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen
nyeri dan keefektifan program.
-
Berikan matras/kasur keras, bantal kecil.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional : Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar
akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada
sendi yang terinflamasi/nyeri.
-
Libatkan dalam aktivitas hiburan yang
sesuai untuk situasi individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan
stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
-
Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai
petunjuk.
Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik
ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
-
Berikan es kompres dingin jika
dibutuhkan.
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode
akut.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
Kriteria
Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak
hadirnya/pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan
kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang
memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi dan
Rasional:
-
Pertahankan istirahat tirah baring/duduk
jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus
menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama
eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan mempertahankan kekuatan.
-
Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
Rasional : Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum.
-
Dorong pasien mempertahankan postur
tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
Rasional : Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
-
Berikan lingkungan yang aman, misalnya
menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi
roda.
Rasional : Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
-
Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas
yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
3.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan
nyeri pada waktu bergerak.
Kriteria
Hasil :
-
Melaksanakan aktivitas perawatan diri
pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
-
Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya
hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
-
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/komunitas
yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi
dan Rasional:
-
Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4)
sebelum timbul awitan/eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang
diantisipasi.
Rasional : Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum
dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
-
Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap
nyeri dan program latihan.
Rasional : Mendukung kemandirian fisik/emosional.
-
Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam
perawatan diri. Identifikasi/rencana untuk modifikasi lingkungan.
Rasional : Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang
akan meningkatkan harga diri.
-
Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi
okupasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan alat bantu untuk
memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu
memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut
dan statis dalam menentukan kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal
merupakan sesuatu yang individualistis, relatif dan dinamis yang tergantung
pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial, afektif dan fungsi
fisik.
Keparahan
imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan,
ketahanan otot, rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal.
Pengkajian pada
pasien gangguan mobilisasi dapat ditemukan adanya atrofi otot, mengecilnya
tendon, ketidakadekuatnya sendi, nyeri pada saat bergerak, keterbatasan gerak,
penurunan kekuatan otot, paralisis, serta kifosis.
Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien gangguan mobilisasi adalah : Nyeri
akut/kronis berhubungkan dengan destruksi sendi, Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan Kurang perawatan diri
berhubungan dengan nyeri pada waktu bergerak.
B.
Saran
Pada
kesempatan ini kelompok akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan
yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
akan datang, diantaranya :
- Dalam
melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana
keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi, pendokumentasian harus
jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
- Dalam
rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan gangguan mobilisasi
maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien
yang mengalami gangguan mobilisasi.
- Untuk
perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga
sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC: Jakarta.
Nugroho,
Wahyudi. (1996). Perawatan Lanjut Usia.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Stanley,
Mickey, dkk. (2006). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC. Jakarta.